Merdeka Belajar Ibarat Hukum Hess dalam Termokimia

Spread the love

Oleh: Suci Novi Arisandi, S.Pd
SMAN Terpadu Unggulan 1 Tana Tidung

Merdeka belajar bukanlah hal yang asing bagi dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Mendengar kata ‘merdeka’ yang pertama kali terlintas dalam pikiran kita adalah sebuah kebebasan. Bebas dari apa yang selama ini telah mengungkungnya, tidak lagi bergantung kepada orang lain, dan mampu berdiri sendiri. Namun demikian dalam kata ‘merdeka’ tetap mengandung konsekuensi adanya aturan-aturan yang harus dijalankan agar sampai ke tujuannya.
Sebelum seorang guru menerapkan merdeka belajar kepada siswa-siswanya, terlebih dahulu dirinya sendiri harus sudah merdeka. Merdeka belajar bagi seorang guru berarti guru tersebut merdeka untuk berinovasi dan berkreasi dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Guru yang sudah merdeka belajar akan memiliki kebebasan untuk merancang proses pembelajaran di kelasnya dengan cara yang paling cocok untuk para siswanya.
Sebagai seorang guru, saya memiliki persepsi tersendiri dalam memahami merdeka belajar. Saya lebih suka mengibaratkan merdeka belajar seperti Hukum Hess dalam ilmu kimia. Hukum hess adalah hukum yang menyatakan bahwa entalpi hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi saja, bukan proses terjadinya reaksi tersebut. Prinsip dasar dari hukum Hess ini adalah perubahan energi (entalpi) hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi saja, bukan pada proses reaksinya. Hal ini dikarenakan perubahan entalpi dalam reaksi kimia adalah sama, terlepas dari apakah reaksi tersebut terjadi dalam satu atau beberapa tahap.
Jadi dalam merdeka belajar menurut persepsi saya, seorang siswa diberikan beberapa pilihan bagaimana cara dia belajar (boleh baca buku, boleh baca artikel di internet, boleh menyimak video pembelajaran, boleh berdiskusi dengan guru atau teman, dan lain-lain) selama dia tetap mematuhi semua peraturan dan menuju tujuan pelajaran yang telah ditetapkan.
Pengalaman saya sebagai guru mata pelajaran kimia dalam menerapkan merdeka belajar semua siswa diberi kebebasan untuk menentukan sendiri jalan yang mereka sukai untuk mencapai sebuah tujuan. Walaupun jalan yang mereka pilih berbeda namun tujuan pembelajaran yang ingin dicapai haruslah sesuai. Contohnya untuk siswa kelas sepuluh, pada pokok bahasan memahami Logam Tanah Jarang, sebelum hari pelaksanaan pembelajarannya siswa sudah saya berikan beberapa pilihan sumber belajarnya. Boleh membaca buku yang tersedia di perpustakaan, boleh membaca buku yang mereka miliki, boleh membaca artikel di blog kimia, atau boleh menyimak video pembelajaran yang banyak terdapat di YouTube.
Pada saat hari pelaksanaan pembelajarannya, di bagian awal pertemuan saya selalu menyampaikan tujuan pembelajarannya yang harus dicapai untuk pokok bahasan hari itu, agar siswa paham kemana mereka akan bergerak. Selama proses pembelajaran ini siswa diperbolehkan untuk berdiskusi dengan saya atau dengan teman sekelasnya.
Berikutnya pada saat presentasi, siswa dipersilakan memilih bentuk presentasi yang sesuai dengan kemampuannya, bisa dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi seperti membuat powerpoint, desain poster menggunakan aplikasi Canva, bisa dengan bantuan spidol dan kertas karton, atau bisa dengan kumpulan artikel-artikel. Namun yang tetap harus diperhatikan sebagai rambu-rambunya adalah waktu pelaksanaannya agar sesuai alokasi yang sudah direncanakan.
Dengan kebebasan pilihan yang saya berikan ke siswa, tentu saja membuat siswa lebih senang menjalani pembelajaran sesuai dengan keinginannya, tanpa harus terpaksa karena tidak ada pilihan. Hal yang sudah sesuai dengan konsep merdeka belajar yaitu agar peserta didik bahagia dalam menempuh pendidikan. Selain itu para siswa diberi kebebasan untuk mengakses ilmu. Jadi siswa tidak lagi menganggap saya sebagai gurunya adalah satu-satunya sumber belajar bagi mereka. Guru hanya sebagai fasilitator dan motivator saja agar pembelajaran dapat terselenggara dengan baik sesuai tuntutan kurikulum. ***

Editor: Cosmas