Menepis  “Angkatan Covid 19” Menjadi Angkatan Siswa Mandiri

Spread the love

Oleh: Eny Agung Krismiyarti  SPd

SD Negeri 03 Waru Kebakkramat, Karanganyar

 

Ujian Nasional (UN) merupakan sesuatu yang dinantikan. UN sebagai ajang pembuktian dari segala jerih lelah dan  perjuangan para peserta didik, selama menempuh proses pembelajaran sesuai jenjangnya. Selama ini UN menjadi tolok ukur bagi kemampuan siswa, sehingga semua daya dikerahkan untuk itu.

Berbagai macam strategi dalam menghadapi UN dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di kelas, beserta tambahan jam diluar jam pelajaran. Selain itu, siswa menggunakan kesempatan di luar sekolah dengan mengikuti bimbingan belajar, yang diselenggarakan oleh lembaga bimbingan belajar, dengan segala fasilitas dan kemudahannya.  Semuanya itu dilakukan dalam rangka mencapai hasil yang baik, sesuai dengan standar yang berlaku.

Hal ini sesuai dengan amanat pemerintah melalui Pasal 72 ayat 1 pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa “Peserta didik dinyatakan lulus pada pendidikan dasar dan menengah setelah lulus ujian nasional”.

Adapun pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik menggunakan Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Hal-hal yang diatur dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mencakup standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Hal itu  diatur melalui regulasi Menteri Pendidikan Nasional, yaitu Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2006.

Namun, pada tahun 2020 ini terjadi sebuah peristiwa yang melanda dunia secara global. Secara langsung memengaruhi situasi pendidikan di Indonesia, yaitu adanya pandemi Covid-19 atau Corona. Pandemi ini sangat menggoncang, dengan semakin banyaknya kasus masyarakat yang terpapar virus ini.

Penyebaran Corona terjadi kebanyakan melalui kegiatan berkumpul bersama dalam satu tempat. Hal inilah yang menyebabkan Kementrian Pendidikan mengambil kebijakan/ langkah strategis dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Perubahan yang paling crusial adalah dengan mengubah metode Ujian Nasional Tahun 2020.

Melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020, Mendikbud Nadiem Makarim juga menjelaskan bahwa kelulusan ditentukan melalui ujian sekolah yang penyelenggaraannya tidak diperkenankan secara tatap muka.

“Ujian Sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes daring, dan/atau bentuk asesmen jarak jauh lainnya,” kata Nadiem melalui surat edaran tersebut.

Bagi sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah, kata Nadiem dapat menggunakan nilai ujian sekolah untuk menentukan kelulusan siswa, sementara bagi sekolah yang belum melaksanakan ujian sekolah berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. Kelulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir (kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 semester gasal). Nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan;
  2. Kelulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) / sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap kelas 9 dan kelas 12 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan;
  3. Kelulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / sederajat ditentukan berdasarkan nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Nilai semester genap tahun terakhir dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

Dengan adanya kebijakan itu, berbagai macam komentar pro dan kontra menghiasi dunia maya dan dunia nyata. Salah satu komentar negatif yang bisa menjatuhkan moral peserta didik adalah bahwa peserta didik yang lulus tahun 2020 ini disebut “lulus tidak wajar”.

Bila pada angkatan sebelumnya peserta didik lulus dengan Ujian Nasional, maka pada tahun 2020 ini, peserta didik lulus dengan tidak melalui Ujian Nasional, sehingga berkembang isu yang mengatakan bahwa angkatan 2020 adalah angkatan covid/angkatan corona.  Secara psikologis, hal ini akan menjadikan peserta didik lulusan tahun 2020 ini menjadi tidak percaya diri/inferior.

Sebenarnya, perasaan inferior itu tidak beralasan, dengan syarat masing-masing pihak harus berperan aktif dalam menyelesaikan tugas sesuai tugas pokok dan fungsinya :

  1. Dari sisi siswa sendiri, dalam hati gantilah istilah angkatan Covid-19 menjadi angkatan mandiri. Siswa angkatan 2020 ini memang benar-benar mandiri tanpa perjumpaan dengan guru dikelas. Pembelajaran secara online benar-benar mendidik siswa untuk mandiri. Arahan guru hanyalah menjadi referensi saja. Siswa diharuskan mencari referensi lain melalui kegiatan literasi.
  2. Dari sisi guru, tumbuhkan mental berdaya di kalangan siswa dengan memotivasi untuk mengerjakan tugas/ujian online secara bertanggungjawab. Mental berdaya adalah kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu dengan optimis, tahan terhadap opini negatif yang bertujuan melemahkan semangat dan menjatuhkan moral.
  3. Dari sisi sekolah, diharapkan tetap memiliki standar untuk menjaga kualitas lulusannya. Sekolah kini memiliki andil besar dalam menjaga dan menjamin kualitas lulusannya. Untuk itu, meski tidak lagi ada Ujian Nasional, diharapkan sekolah tetap memiliki standar untuk meluluskan siswa. Sementara standar tersebut harus merujuk pada standar nasional yang ditetapkan pemerintah, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
  4. Dari sisi pemerintah, mengganti kebijakan Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Kompetensi Minimum menimbulkan berbagai tantangan. Kebijakan peniadaan Ujian Nasional harus dibarengi dengan regulasi yang melindungi kepentingan siswa sekaligus kepentingan sekolah jenjang di atasnya. Kepentingan siswa adalah tetap bisa lulus sesuai standar kelulusan yang disyaratkan. Kepentingan sekolah adalah tetap bisa menerima lulusan “tanpa UN’ dengan berlapang dada, karena peristiwa ini adalah force majeur, kejadian di luar perencanaan .
  5. Dari sisi orang tua, berilah anak motivasi dan rasa percaya diri. Tetap menjaga mereka untuk memanfaatkan situasi ini menjadi sesuatu hal yang positif dan membangun. Social dan Physical Distancing dimanfaatkan untuk lebih focus dengan tugas-tugas pembelajaran.

Akhirnya, sebutan Angkatan Covid 19 bukanlah sebutan bullying, tetapi memang lahir dari sebuah peristiwa force majeur. Mulailah merubah paradigma, bahwa lulusan tahun 2020 adalah Angkatan Belajar Mandiri atau Angkatan Siswa Berdaya. Ayo move on, sambutlah masa depan dengan optimis. Semoga.

 

Editor: Cosmas