Benarkah Ganjar Pranowo CAPRES Pilihan Jokowi?
Oleh : Tante Paku
Logika mudahnya capres pilihan Jokowi adalah yang satu kubu dengannya, satu partai bersamanya, walau Bupati, Wali Kota, Gubernur hingga Presiden itu murni jabatan politis.
.Karena itu seorang pejabat politis tak bisa menjalankan tugas dan fungsinya seperti seorang direktur perusahaan swasta yang juga berkewajiban memajukan perusahaannya secara penuh dan bisa tanpa ada intervensi dari siapapun.
Kata “POLITIS” di jabatan itulah yang mengharuskan seseorang yang dipilih harus “FLEKSIBLE” terhadap kata tersebut.
Jika kita mempersentasikan pekerjaan seorang Presiden antara bekerja secara profesional untuk memajukan negara dan bekerja berdasarkan keputusan politik untuk menjaga keseimbangan situasi di dalam dan di luar negeri sambil memajukan negara, tentu sangat sulit untuk dilakukan.
Pasalnya, setiap keputusan atas kebijakan yang dibuat oleh seorang Presiden, tak lepas dari unsur politiknya.
“TEKANAN” politik dalam negeri terlihat jelas pada kejadian penunjukan dan pengangkatan pejabat, baik pejabat Menteri ataupun pejabat publik yang sedianya harus ditunjuk oleh Presiden.
Jari telunjuk partai-partai politik seakan berdesakan di dalam gelas untuk mengocek air didalamnya.
Sementara “INTIMIDASI” politik luar negeri, dipengaruhi oleh kepentingan politik dalam negeri.
Contoh keputusan 7 presiden mulai dari Soekarno hingga Jokowi dalam hal kepemilikan PT Freeport dan perusahaan lain milik Negera. Mengapa bisa demikian?
Karena Presiden dalam bekerja harus dan wajib tunduk pada aturan dan undang-undang yang dibuat bersama dengan DPR, yang diisi oleh orang dari anggota berbagai partai politik. Disinilah, politik hadir dalam pembangunan negeri.
Padahal sedianya, seluruh aturan dan undang-undang yang dibuat dan disahkan, dan seluruh perusahaan milik negara yang mengolah kekayaan alam negara dan SDM-nya, semestinya adalah untuk pembangunan negara dan bangsa Indonesia.
Partai Politik mungkin terlihat jelas, baik namanya, wajahnya, bentuknya, visi misinya. Tapi politik (tanpa kata partai) adalah kekuatan Politik hanya bisa dikira-kira, tapi tak pernah ada yang pasti, tak berwajah, tak bernama, tak berbentuk, tak ketahuan berapa banyak orang didalamnya, tak beralamat, tak bisa dikejar, tak bisa ditangkap, tak terlihat, bisa membawa kebaikan, bisa membawa kemudaratan.
Politik bisa terlihat seperti Malaikat, tapi bisa menjelma menjadi Setan.
Politik inilah yang tak mengijinkan Presiden bekerja secara profesional murni.
Politik tak mengijinkan Presiden bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Jika Presiden manut dan nurut pada politik, maka dia akan selamat bahkan diijinkan untuk dipilih kembali di periode berikutnya, kenyataannya demikian.
Jika politik memandang Presiden mengusik kenyamanan dirinya, dia bisa menggunakan alat-alatnya untuk “menertibkan” Presiden. Karena menganggapnya sebagai PETUGAS PARTAI di jabatan-jabatan politis itu.
Karenanya, sampai hari ini, TIDAK ADA Presiden Indonesia yang bisa pas dengan keinginan seluruh rakyat Indonesia, selalu tidak ada yang sempurna seperti harapan semua rakyatnya.
Bukan karena tidak ada sosok yang pas atau sempurna, tetapi karena rakyat Indonesia yang BELUM dewasa. Seperti kata Gus Dur, wakil rakyat saja seperti anak-anak TK, bagaimana yang diwakilinya?
Sekarang menghadapi Pilpres 2024, ada kelucuan ketika ada yang menggadang-gadang sosok yang akan dimajukan sebagai calon Presiden Indonesia adalah sosok yang kalau digogling dengan kata kunci “Gubernur Terbodoh Se-dunia”, PASTI ada nama Gubernur dari Indonesia!
Tidakkah rakyat Indonesia memiliki akal dan pikiran?
Gus Dur yang matanya buta saja, masih bisa membuat sebuah gebrakan walaupun dia dilengserkan oleh “Sengkuni”.
Tapi sosok yang selama 5 tahun diberi kewenenangan untuk menguji kemampuan membangun sebuah propinsi dan gagal, apa yang bisa diharapkan?
Tapi begitulah realitas politik!
Kelucuan lain menghadapi Pilpres 2024 adalah munculnya nama anak muda yang dibesar-besarkan karena nama sang Bapak yang pernah menjadi Presiden Indonesia, yang terkenal dengan proyek-proyek mangkraknya, dan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh ‘kaki tangan’ dan digadang-gadang akan maju di Pilpres 2024, apa yang bisa rakyat harapkan?
Tapi begitulah realita politik!
Lalu apa itu politik?
Apakah politik sudah sama seperti Tuhan yang tidak terlihat tetapi ada dan kekuatannya terasa?
Atau Dalang yang bisa mengatur sederetan wayang?
No! Politik bukan keduanya. Politik secara definisi adalah “Cara Mencapai Tujuan”.
Satu kalimat dengan 3 kata, yang ketiga katanya berdiri sendiri-sendiri.
Kata pertama “CARA”, apakah dibicarakan cara itu harus benar? tidak!
Kata kedua “MENCAPAI”, apakah dibicarakan bagaimana untuk melakukan pencapaiannya?
Tidak!
Apalagi kata ketiga “TUJUAN”, apa bisa diketahui tujuan sebenarnya?
Tidak!
77 (Tujuh puluh Tujuh) tahun Indonesia merdeka, kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya perpolitikan di Indoneisa TIDAK menginginkan Indonesia berubah maju dan pintar.
Politik menginginkan Indonesia seperti negara Venezuela yang dikuasai MAFIA atau negara Suriah yang mudah untuk dihancurkan.
Jokowi adalah sosok Presiden Indonesia yang berhasil memainkan bidak-bidak politiknya dengan cerdik.
Jika hari ini Jokowi menjadi sosok Presiden Indonesia yang mampu memajukan Indonesia (dibandingkan dengan prestasi para Presiden Indonesia sebelumnya), itu karena dia mampu mengendalikan politik dengan baik.
Padahal keberpihakannya pada rakyat begitu keras didiskreditkan oleh politik itu sendiri.
Karenanya, selama 8 tahun Jokowi menjadi Presiden, jabatannya sebagai Presiden Indonesia terus digoncang dengan berbagai macam unjuk rasa yang tak jelas tujuannya.
Gagal menggoncang jabatannya, sosok pribadi Jokowi sendiri digoncang oleh berbagai fitnahan, hujatan, pendiskreditan, dan nyatanya mereka semua tetap gagal.
Politik mereka juga gagal menghentikan Jokowi untuk membangun Indonesia Timur.
Rakyat Indonesia bagian timur itu secara serentak menjadi saksi atas kemurnian niat Jokowi untuk memajukan bangsa dan negara Indonesia. Kalau rakyat Sumatera dan Jawa, masih bersikap rakyat yang KUFUR-KUFUR NIKMAT.
Namun, terlepas dari politik sebesar apapun kekuatannya yang ingin menguasai Indonesia, jika rakyat Indonesia secara kolektif memiliki pemikiran, cita-cita dan harapan yang sama atas kemajuan negara ini untuk anak cucu kita di masa yang akan datang, sedianya pilihan Presiden dijatuhkan pada sosok calon Presiden yang bisa diperkirakan akan mampu membangun Indonesia secara pisik yang terwujud nyata.
Percaya atau tidak, ketika pembangunan pisik itu terwujud, REVOLUSI MENTAL akan menyusul kemudian dengan lebih mudah.
Pembangunan mental tak bisa didirikan. Merevolusi mental harus dicetuskan, tapi tidak bisa dipaksakan.
Analogi sederhananya begini, Tarzan yang dari bayi lahir di hutan, kemudian “dibawa” pindah ke kota dan tinggal di rumah yang besar. Dia disediakan seluruh fasilitas yang memenuhi standar peradaban manusia maju.
“Dibawa” di sini artinya Tarzan tidak datang ke kota dengan sendirinya, tetapi ada orang lain yang membawa dia ke kota.
Apakah setelah pindah ke kota dan tinggal di rumah besar Tarzan akan tetap liar atau dia berubah menyesuaikan lingkungan?
Pada dasarnya Tarzan adalah manusia yang memiliki akal dan pikiran dan terlahir dari keluarga yang kaya raya, sama dengan rakyat Indonesia, yang juga manusia yang punya akal dan pikiran dan tercipta sebagai negara yang kaya raya.
Contoh lainnya, kita bisa melihat rakyat Indonesia Timur yang berpuluh tahun diabaikan dan tidak dibangun, kemudian oleh Jokowi dibangunkan jalan-jalan, listrik masuk, gedung-gedung megah, waduk-waduk baru, diberi jaringan palapa ring dan fasilitas umum lainnya.
Apakah semua pembangunan itu hanya mereka lihat tanpa digunakan? Tidak!
Dan perlahan kehidupan yang katanya ‘primitif’ pun berangsur perlahan bergeser ke peradaban yang lebih baik.
Di Pilpres 2024 nanti, rakyat Indonesia sudah tidak lagi menggunakan kedaulatannya dalam memilih Presiden dengan pola pikir politis.
Rakyat Indonesia tak boleh gagal mewujudkan prediksi menjadi negara dengan ekonomi 5 besar dunia di 100 tahun Indonesia merdeka.
Lalu, Jokowi akan memilih siapa calon presiden untuk Pilpres 2024?
Semua rakyat bahkan RELAWAN yang loyal pasti akan MENUNGGU instruksi Pak Jokowi. Dia milih siapa, itu yang HARUS kita ikuti!
Bisa ditebak pilihan Jokowi dalam memilih calon presiden untuk 2024-2029 pastilah yang SEPARTAI dengannya yaitu Ganjar Pranowo. Kalo dari partai lain? Tentu ada risikonya.
Akhirnya rakyat pasti berharap Jokowi tepat untuk mendapatkan penerusnya yang bisa sesuai dengan hati nurani sebagian besar rakyat Indonesia.