Mengenal Lebih Dekat Pendidikan Inklusi

Spread the love

oleh: Hariyono, S.Pd.

SD Negeri Cemani 03 Grogol Sukoharjo      

Pendidikan yang berkualitas pada dasarnya adalah milik semua orang, tanpa melihat kaya atau miskin, tua atau muda, bahkan orang yang normal dengan orang berkebutuhan khusus. Sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali.

Selama beberapa tahun kita telah mengamati bahwa anak-anak dan remaja  berhenti  sekolah  pada  jumlah  yang  sangat  memprihatinkan. Kemiskinan merupakan sebuah alasan untuk fenomena ini. Berhenti sekolah  bukan  hanya  berhenti,  tetapi  mereka  juga diberhentikan  karena  mereka  tidak  berpenampilan  sesuai  dengan  yang kita  inginkan,  mereka  tidak  seharum  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak berpakaian  seperti  yang  kita  inginkan,  mereka  tidak mempunyai  latar belakang sosial dan budaya  yang baik, atau mereka tidak melihat, atau mereka  tidak  mendengar,  atau  mereka  tidak  berpikir  dengan  baik. Dengan atmosfir pendidikan yang tidak kondusif inilah, maka perlu ada suatu alternatif pendidikan yang dapat mengakomodir setiap kebutuhan anak, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Selama ini, anak–anak yang berkebutuhan khusus sering cenderung terisolasi dari teman–teman sebayanya, mereka dipandang tidak seharusnya disetarakan dengan anak–anak normal pada umumnya. Yang terjadi saat ini, anak–anak berkebutuhan khusus harus belajar pada sekolah khusus, dan tidak semestinya bersekolah pada sekolah umum.

Kondisi seperti ini memunculkan suatu gagasan untuk menghapus adanya diskriminasi pada anak–anak berkebutuhan khusus. Education For All (EFA) merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan pendidikan untuk semua, tanpa ada diskriminasi. Pendidikan untuk semua (Education For All) didasarkan atas deklarasi universal, tentang Konvensi Hak Asasi Manusia tahun 1948. Konvensi tersebut menyatakan bahwa pendidikan dasar wajib setiap anak. Dalam hal ini negara harus menyediakan layanan cukup bagi anak. Ketika orang tua atau orang lain yang diberi tanggung jawab namun tidak dapat melaksanakannya. Misalnya anak yang berada di daerah konflik, bencana alam, anak jalanan, anak cacat, dan anak–anak korban narkoba.

       Salah satu perwujudan dari pendidikan untuk semua (Education For All) di antaranya penyelenggaraaan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusif tidak hanya berarti pengintegrasian anak dan remaja yang menyandang kecacatan fisik, sensori atau intelektual ke dalam sekolah reguler, atau hanya akses pendidikan bagi anak yang terkucilkan. Inklusi merupakan sebuah proses dua arah untuk meningkatkan partisipasi dalam belajar dan mengidentifikasi serta mengurangi atau menghilangkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi. Strategi inklusi harus berfokus pada interaksi antara anak dan lingkungannya. Pada prinsipnya dalam inklusi, setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Setiap orang harus yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak diskriminatif.

Muhammad Sholeh (2006:18) berpendapat bahwa pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia sebayanya di kelas reguler/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Menurut David Smith, (2012:12) “Pendidikan inklusif berarti sekolah harus menerima/mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan. Inilah yang dimaksud dengan one school for all.” Sehingga yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas Nomor 70 th 2009, pasal 1). Idayu Astuti, (2011:15) berpendapat bahwa mengemukakan pengertian pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Untuk itulah, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan dalam menghadapi banyaknya perbedaan peserta didik.

Pengertian inklusif dan ramah terhadap pembelajaran menurut adaptasi LIRP versi Indonesia (UNESCO:2004), dalam art sempit inklusif diartikan dengan mengikutsertakan anak berkelainan di kelas reguler, bersama dengan anak – anak lainnya. Seperti anak dengan gangguan penglihatan, atau pendengaran, yang mengalami gangguan motorik, atau lambat belajar. ***

Editor: Cosmas