Industri Batik Tinggal Bertahan 30 Persen

Spread the love

 

SRAGEN, POSKITA.co – Pengusaha batik benar-benar terpuruk akibat dampak pandemi covid-19. Bahkan saat ini diperkirakan yang bertahan tinggal 30 persen. Pemerintah didesak untuk segera memberi kredit lunak agar mampu bertahan dan menghindari bangkrut.

Wakil ketua komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti menyampaikan dampak guncangan covid-19, hanya 30 persen industri batik yang bertahan. Tentu bukan dirasakan sektor industri batik saja. Namun pariwisata dan ekonomi kreatif semacam ini yang terdampak cukup parah.

Kondisi saat ini mengakibatkan lemahnya daya beli masyarakat. Kondisi itu bisa disaksikan langsung di pusat penjualan batik di Solo atau tempat industri batik di wilayah Masaran, Sragen. Sehingga mereka yang masih bertahan hanya jual dan promosi secara daring.

“Batik di Solo dan di Sragen kan biasanya menjadi semacam pariwisata. Asalkan berbunyi batik bisa menghidupi, tapi ketika covid-19 ini berat,” tandasnya disela membuka bimtek bersama Menparekraf, Selasa (1/12)

Dengan perkembangan kondisi saat ini, berangsur-angsur mereka mulai melek teknologi. Lantas mulai memanfaatkan pemasaran secara online. Tapi memang belum pulih secara menyeluruh. “Penjualan belum signifikan tapi mereka mulai menerima keadaan,” kata Agustina.

Selain itu pihaknya menuntut formula untuk keringanan kredit. Kalau memungkinkan bisa ada penangguhan pembayaran kredit untuk pelaku usaha industri kreatif seperti batik. “Kalau masih punya utang tapi sudah terkuras perlu dibuat utang baru. Asal ada kesepakatan yang sama-sama enak buat semua pihak,” terangnya usai menghadiri Bimtek penyelenggaraan event di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Agustina menekankan salah satunya dengan cara pemerintah menggelontorkan uang ke lembaga keuangan. Jika digelontor ke masyarakat maka ekonomi sedikit demi sedikit berangsur pulih. “Saat ini mekanismenya sedang disiapkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Pihaknya tidak memungkiri sektor wisata dan industri batik masih menjadi kebutuhan sekunder. Bukan pilihan orang untuk dibeli pada masa pandemi. “Ditambah saat pemerintah himbau di rumah saja, industri kreatif yang menyertai seperti batik juga terdampak,” ujar dia.

Widya Iswara Ahli Madya Menparekraf Heri Hermawan industri wisata sebenarnya sudah sangat dominan saat ini, lantaran sudah mengungguli pertanian maupun lainnya. Terutama dengan dukungan usaha kreatif sebagai pendukung wisata seperti batik

“Tentunya peluang ini harus ditangkap dengan baik mengingat kunjungan wisata dunia sebelum pandemi mencapai 3,1 miliar orang,” papar Heri. (Cartens)