Dua Oknum Pesilat Tersangka Kasus Penganiayaan Mulai Disidang

Spread the love

BOYOLALI, POSKITA.co – Pengadilan Negeri (PN) Boyolali, Jawa Tengah, sudah memulai persidangan kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya Aan Henky Damai, seorang remaja di Kecamatan Ngemplak, Boyolali pada 30 Juli 2024 lalu.

Dua oknum pesilat yang sebelumnya berstatus tersangka, RM (16) dan LA (16), telah diajukan sebagai terdakwa dalam persidangan. Sidang digelar secara maraton karena melibatkan anak di bawah umur. Sidang perdana digelar Rabu (21/8/2024), dan sidang kedua Jumat (23/8/2024).

Dua tersangka lainnya, Rizal Saputra (19 tahun), warga Ngemplak dan Tegar Yusuf Bahtiar (19), warga Nogosari, akan digelar secara terpisah. Berkas perkara dua tersangka yang sudah cukup umur ini hingga sekarang masih berada di tingkat penyidikan. Tepatnya, baru sampai pada pelimpahan tahap satu di Kejaksaan Negeri Boyolali. 

Saat sidang perdana digelar, majelis hakim PN Boyolali sempat menawarkan langkah diversi atau upaya perdamaian kepada pihak keluarga korban. Namun, upaya diversi ditolak tegas keluarga korban. Melalui kuasa hukumnya, Hari Pamularsih, diversi atau upaya damai ditolak tegas keluarga korban. Dasar penolakan karena tindakan penganiyaan dan pengeroyokan yang dilakukan tersangka telah menyebabkan kematian korban.

“Kita menolak tawaran diversi. Ini harus tetap dilanjutkan secara hukum. Kami tidak bisa menerima diversi atau upaya damai,” tegas Hari Pamularsih kepada sejumlah awak media.

Secara khusus, tim kuasa hukum keluarga korban saat ini perlu menyampaikan apresiasi dan support terhadap Poles Boyolali. Pasalnya, di tengah proses penyidikan yang dilakukan, pihak Polres Boyolali saat ini mesti menghadapi gugatan pra peradilan yang dilayangkan pihak kuasa hukum tersangka.

“Kami mengapresiasi dan support penuh kepada Polres Boyolali,” katanya.

Dikonfirmasi, Juru Bicara PN Boyolali, Lis Susilowati menjelaskan, upaya diversi diatur dalam Perma (Peraturan Majelis Agung). Pasalnya, di dalam salah satu pasal yang dikenakan penyidik terdapat ancaman di bawah 7 tahun. Yakni, pasal 80 ayat 3 UU Perlindungan Anak junto Pasal 170 ayat 1 dan 2 KUHP.

“Diversi itu bisa dilakukan di setiap tingkatan (penyidikan). Tapi berdasar Perma kami, diversi bisa diupayakan karena ancaman hukuman di bawah 7 tahun,” jelas Lis Susilowati.

Tapi, kata Lis Susilowati lagi, karena upaya diversi ditolak, maka sidang dilanjutkan ke pembacaan dakwaan. Lis Susilowati menegaskan, karena sidang ini melibatkan tersangka anak di bawah umur, sidang mesti digelar cepat dan maraton. Majelis hakim hanya memilki waktu 50 hari untuk menyelesaikan sidang kasus hingga putusan nanti.

Dalam sidang kedua yang digelar Jumat (23/8/2024), Tim Kuasa Hukum para tersangka dari GPLawFarm mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya. Koordinator tim kuasa hukum, Sarif Kurniawan menegaskan, ada beberapa hal yang disoroti. Dakwaan jaksa dinilai kurang detil, kurang cermat, dan kurang jelas.

“Banyak hal yang kami temukan di dalam dakwaan. Terus, penerapan pasal menurut kami tidak tepat juga,” jelas Sarif kepada awak media.

Sarif menegaskan lanjut, kejadian atau peristiwa yang terjadi bagaimana pun melibatkan status anak sebagai pelaku dan korban. Dalam dakwaannya, jaksa menggunakan sekaligus UU Perlindungan Anak dan/atau junto Pasal 170 KUHP. Menurut kuasa hukum terdakwa, penerapan pasal KUHP menjadi mubazir. Lex spesialis UU Perlindungan Anak mesti jadi prioritas dalam peradilan anak.

“Satu hal lagi, peristiwa yang ada dalam dakwaan jaksa tidak rinci. Ada perisitiwa yang melompat antara satu kejadian dengan kejadian lainnya. Penyebab pasti kematian korban juga tidak dirinci dalam dakwaan. Kita tunggu saja jawaban jaksa atau eksepsi kami dalam agenda sidang selanjutnya,” beber Sarif yakin.

Sidang selanjutnya kasus penganiayaan dan pengeroyokan dengan tersangka 4 oknum pesilat ini akan digelar Senin besok (26/8/20204). Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban jaksa atau eksepsi kuasa hukum terdakwa. (Amorajati)