Shadow Play Sandosa Sasono Mulyo Lakon Siluet Bhagawad Gita Memukau Ratusan Penonton
Foto: Aswin AN/Gunharjo
Solo, Poskita.co
Pagelaran Shadow Play Sandosa Sasono Mulyo lakon Siluet Bhagawad Gita berhasil memukau ratusan penonton di Taman Budaya Surakarta, Kamis (18/04/2024). Usai pergelaran tepuk tangan riuh terdengar, lalu penonton memberikan ucapan selamat kepada tim kreatif Sandosa Sasono Mulyo.
Semua ini juga berkat dukungan para dalang, pemusik, narator, tim artistik dan tata lampu yang menghasilkan karya fenomenal. Hadir memberi kata sambutan Suratno SPd MPd, Kepala Taman Budaya Jawa Tengah, perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, keluarga alm Gendon Humardani, keluarga alm B. Subono, dan tamu undangan.

“Karya seni adalah hasil garapan olah jiwa dan rasa merupakan ekspresi rohani yang wigati, gagasan mulia Sang Mahaguru swargi Bapak Gendon SD Humardani,” ujar Ki Johanes Sujani Sabdaleksono, kepada wartawan (Kamis, 18/04/2024).
Ki Sujani melanjutkan, sebagai untaian bouquet doa, Shadow Play Sandosa Sasono Mulyo lakon Siluet Bhagawad Gita, dipersembahkan bagi swargi san Mahaguru Bapak Gendon SD Humardani dan bagi saudara kami terkasih swargi Ki Empu Blacius Subono SKar Mhum, istirahat dalam damai Tuhan.
“Pakeliran Sandosa akan memperkaya teba rasa hayatan seni sekaligus melengkapi ragam khasanah pakeliaran, khususnya jagad pedalangan pada umumnya, semakin tumbuh dan hidup mengindonesia,” ucap Ki Johanes Sujani Sabdaleksono.
Naskah lakon Siluet Bhagawad Gita ditulis oleh Ki Johanes Sujani Sabdaleksono, sutradara Ki Bambang Suwarno, asisten sutradara Ki Purbo Asmoro.
Pertunjukan diawali dengan narasi Kidung Bhagawad Gita, berikut cuplikannya: //Bhagawad Gita nyanyian Sri Bagawan. Senandung kuasa Batara Agung. Puja dan puji Bagawan kuasa kebebasan. Kidung Batara sungguh sempurna. Kidung suci kemasyuran abadi. Kuasa Batara kebesaran insani. Kekuatan Agung yang tak terbatas. Penghalau hawa nafsu angkara murka. Kidung Batara kecerdasan tanpa batas. Cahaya kebijaksanaan sang Batara Agung. Nyanyian jiwa bebas lepas tanpa terikat. Sempurna dikandung bersama-sama. Bhagawat Gita nyanyian suci. Kidung tunggal Jati Wasesa. Bhagawad kita senandung agung. Menuju abadi dalam Ilahi.

Dilanjutkan adegan kisah kasih Kunti dan Karna di kelir raksasa. Kisah berlanjut berdatangan berbagai raja melamar Kunti. Para raja pun mengamuk ingin membumihanguskan negeri Mandura. Kunti tidak takut. Para raja pulang dengan tangan hampa. Adegan ini terlihat menarik, dengan narator yang berkarakter, para dalang memainkan sabet, memainkan emosi penonton, karena ulah para raja yang ingin melamar Kunti.
Melalui dialog narator yang penuh penjiwaan, hidup, berkarakter, pertunjukan menjadi bernas dan berkualitas. Peran dalang di balik kelir sangat luar biasa dalam sukses lakon Bhagawad Gita. Narator dan dalang yang terlibat di antaranya ST Wiyono, Wahyu Santoso P, S. Pamardi, Darsono Djarot, Agus Prasetyo, Sudarsono, Harijadi Tri Putranto, Suwondo, Sriyanto, Bagong Pujiono, Aang Wiyatmoko, Ajimas Bayu Pamungkas, Gendut Dwi Suryanto, Kukuh Ridho Laksono, Inong Wahyu Widayati, Cempluk Sri Lestari, Atik Sulistyaning Kenconosari, Sri Setyoasih.

Adegan berlanjut ke kelahiran Karna Sang Surya Putra, lahir sebagai ksatria Karna. Kunti dan Karno berpisah. Terbayang bagaimana Adirata dan isteri merawat dan membesarkan Karna.
Selanjutnya Kunti bersemedi bertapa brata, hingga terlahir berbentuk bayi bungkus. Syair monolog berkumandang:
“Oh Sang Batara Agung. Ampunilah dosa-dosaku. Mengapa engkau berikan jabang bungkus tanpa wujud, tanpa gerak, tanpa wicara.”
Berganti adegan bumi dan seisinya berguncang, terlahir putra Sang Puntadewa dan Arjuna, hingga terlahir Bima yang harus bertarung dengan Gajah Sena, lalu menyatu ke Bima.
Pertemuan Kunti dan Karna berlangsung haru. Kunti meminta Karna tidak membencinya. Berlanjut adegan begal Hardawalika. Perang tanding dengan Karna, Hardawalika kalah. Karna melanjutkan perjalanan ke medan kurusetra.

Adegan kedahsyatan Bharata Yuda. Para dalang memainkan wayang dengan bagus, menghasilkan bayang-bayang yang elok untuk dilihat, berkarakter sesuai tokoh wayang yang dimainkan, menghasilkan karya pergelaran yang indah.
//Gelap gulita jiwa jagad bawana. Manusia pongah congkak bergolak. Harkat martabat tercabik-cabik. Rebut menang rebut kuasa. Saling siksa menyiksa. Darah tumpah mengalir. Membasuh bumi pertiwi. Bharatayuda benih kehancuran sesama. Perang Bharatayuda Korawa dan Pandawa, korban tumpuk undung tak terhitung. Kedua belah pikah tak ada yang bersedia kalah.//

Adegan Bhagawad Gita; Perang agung darah Bharata. Rebut kuasa tahta dan harta. Bumi warisan negeri Astina. Terjadi dialog antara Kresna dan Arjuna yang bimbang untuk maju perang, sebab harus berperang melawan saudara sendiri.
Perang Karna dan Arjuna. Arjuna berkata kepada Karna, berperang tetapi untuk hidup penuh makna selama-lamanya. Terjadi perang agung Karna Tanding. Adegan ini terlihat indah, tetapi juga menyayat hati. Betapa tidak, hujan panah saling menyerang. Perang pamungkas Kuntowijoyo dan Pasopati. Karna tewas terkena Pasopati.

Adegan terlihat penuh daya pikat. Sebab, Karna yang sudah terkena panah Pasopati, berseru kepada Arjuna, “Yayi Arjuna, Engkaulah satriya sejati. Lelananging jagad. Tangan kasihmu menghantarku dalam Bhatara Agung. Bunda Kunti, kasihmu abadi.”
Gunung bisa berubah
Samudera bisa tumpah
Hanya satu, kekal abadi
Kasih Bunda sepanjang masa.

Menurut VAP Purnomo, publikasi, kesuksesan pentas ini tak lepas dari tim Shadow Play Sandosa Sasono Mulyo lakon Bhagawad Gita di antaranya penata musik Bhagawad Gita oleh alm Ki Blacius Subono, dilanjutkan Dedek Wahyudi dan G Kris Mahendra. Pimpinan produksi Wawan Riyanto, koordinator kegiatan Tria Vita Hendra Djaja dan koordinator kreatif Gendut Dwi Suryanto. Penata lampu dan suara Hengky S Rivai, tata artistik Antik Murtianto. Sukses pentas juga tak lepas dari dukungan Padepokan Seni Nurroso Solo, Sanggar Seni Mayangkara Solo, Sanggar Seni Ciptaning Solo, Dedek Gamelan Orchestra, Sahita, dan Artaxiad Gamelan, narator, dan dalang siluet. **
Penulis: Cosmas Gunharjo Leksono