Workshop Moderasi Beragama Bersama Front Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Karanganyar

Spread the love


Oleh: Sri Suyatni, S.PD.I
Guru PAI SMKN Jumantono

Sri Suyatni, penulis

Bangsa Indonesia adalah masyarakat beragam budaya dengan sifat kemajemukannya. Keragaman mencakup perbedaan budaya, agama, ras, bahasa, suku, tradisi dan sebagainya. Dalam masyarakat multibudaya yang
demikian, sering terjadi ketegangan dan konflik antar kelompok budaya dan berdampak pada keharmonisan hidup bangsa Indonesia.
Diperlukan pemahaman dan kesadaran multibudaya yang menghargai perbedaan, kemajemukan dan kemauan berinteraksi dengan siapapun secara adil. Diperlukan sikap moderasi beragama berupa pengakuan atas keberadaan pihak lain, memiliki sikap toleran, penghormatan atas perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak dengan cara kekerasan. Diperlukan peran pemerintah, tokoh masyarakat, dan para Guru agama untuk mensosialisasikan, menumbuhkembangkan moderasi beragama kepada masyarakat demi terwujudnya keharmonisan dan kedamaian
Samsul Bakri, M,Ag selaku dosen UIN Raden Masaid Surakarta menyatakan dalam workshop tersebut, moderasi agama adalah cara pandang agama yang moderat, Islam Wasathiyah. Islam itu dari kelahirannya memang wasathiyah, berimbang.
Moderasi artinya tidak radikal (memahami agama secara tekstual- exstrim tanpa melihat konteks)dan juga tidak liberal (pemahaman agama yang bebas tanpa melihat teks)
Moderasi juga memiliki ciri: Tidak mudah menyalahkan pendapat lain yng berbeda, menjaga toleransi, memproduksi makna dari doktrin agama dalam kerangka kerahmatan.
Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator diantaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, dimana terdapat beragam masyarakat dengan latar belakang agama, sosial dan budaya yang berbeda-beda.
Wiharso selaku Kepala Kemenag Kabupaten Karanganyar mengungkapkan, kita sebagai guru PAI yang perlu kita lakukan guna menciptakan keberagaman yang inklusif di era milinial ini adalah dengan memasukkan muatan moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan, mengembangkan wawasan multikultural dan multireligius di kalangan masyarakat (pendekatan bottom-up), mengintensifkan dialog antaraumat beragama berbasis komunitas (community-based), dan melibatkan seluruh masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan sosial-ekonomi lintas budaya dan agama khususnya di kalangan generasi muda.
Workhsop moderasi beragama ini dilaksanakan pada hari Selasa 26 Oktober 2021 di Rumah dinas Bupati Karanganyar, menghadirkan guru Agama SMA/SMK Kabupaten Karanganyar. Dimana dalam worksop ini kita selaku guru agama dianjurkan untuk menyisipkan moderasi beragama dalam kurikulum kita dan supaya kita selalu mengajarkan kepada anak didik kita tentang bagai mana cara kita untuk saling menghargai satu sama lain tanpa adanya kekerasan.
Oleh karena itu, moderasi beragama menjadi sangat penting karena kecenderungan pengamalan ajaran agama yang berlebihan atau melampaui batas seringkali menyisakan klaim kebenaran secara sepihak dan menganggap dirinya paling benar sementara yang lain salah. Mengamalkan moderasi beragama pada hakikatnya juga menjaga keharmonisan intern antarumat beragama sehingga kondisi kehidupan bangsa tetap damai dan kehidupan berjalan harmonis. Di sinilah seluruh peserta worksop di ajak untuk ikut serta dalam mengarusutamakan moderasi beragama demi Indonesia maju dan bermartabat, terkhusus di Daerah Karanganyar dan sekitarnya.
Editor: Cosmas