Pendekatan Personal Masalah Interaksi Sosial Peserta Didik

Spread the love

Oleh: Setyo Sutrisno SPd SD
SDN 03 Popongan Kecamatan Karanganyar

Pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia harus bisa berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan juga kuantitas. Dalam lembaga pendidikan formal tentu mengacu pada tujuan pendidikan nasional, untuk mengembangkan peserta didikannya secara optimal dan mengubah perilaku peserta didik dari hal-hal yang negatif menjadi positif. Setiap pihak atau personil di sebuah sekolah hampir semuanya mengharapkan para peserta didiknya mampu belajar dengan baik, dan hasil dari belajar itulah yang mampu mengubah tingkah laku siswa. Permasalahan yang muncul, bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat? Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar.
Pembelajaran secara personal adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran personal, guru memberi bantuan kepada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru memberi bantuan secara umum. Pendekatan ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Pendekatan ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan diri baik emosional maupun intelektual. Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensitifitas peserta didik terhadap perasaannya.
Perbedaan karakteristik peserta didik perlu juga menjadi perhatian, agar guru dapat memberikan sentuhan yang mengena sampai ke hati, sehingga timbul ikatan secara psikologis antara guru dengan siswa. Siswa adalah organisme yang mengalami proses tumbuh kembang. Agar segala potensi yang dimilikinya dapat tergali dan tergugah imajinasinya. Melalui pendekatan personal guru dapat memberikan motivasi sesuai dengan kebutuhan siswa. Apalagi anak yang masih duduk di bangku SD, mereka butuh seseorang yang mampu melindunginya. Sebagai contoh ketika di sekolah, banyak kejadian siswa berantem. Nah di sini peran guru untuk melakukan pendekatan personal terhadap siswa yang berantem tersebut. Sehingga siswa terbuka dan menyampaikan akar dari permasalahan tanpa beban kepada gurunya.
Siswa merasa kehadiran guru bisa memahami jiwanya, sehingga siswa menjadi merasa dekat dengan guru. Guru benar-benar mampu menjadi sosok teladan bagi siswanya. Peran guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator. Oleh karena itu, guru hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan siswanya, yaitu sebagai pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam menjalankan perannya ini, guru membantu siswa menggali ide atau gagasan tentang kehidupannya, lingkungan sekolahnya, dan hubungannya dengan orang lain. Teknik utama dalam mengaplikasikan model pembelajaran pengajaran tidak langsung adalah apa yang diistilahkan oleh Roger sebagai non-directive interview atau wawancara tanpa menggurui, yaitu wawancara tatap muka antara guru dan siswa.
Kunci utama keberhasilan dalam menerapkan model ini adalah kemitraan antara guru dan siswa. Misalnya, ketika siswa mengeluhkan tentang nilainya yang rendah, guru hendaknya jangan sekali-kali menyelesaikan masalah tersebut dengan menjelaskan bagaimana seharusnya cara belajar yang baik (menggurui), tetapi guru hendaknya mendorong siswa mengekspresikan perasaannya tentang permasalahan yang dihadapi, seperti perasaan tentang sekolah, dirinya, dan orang lain di sekitarnya. Ketika ia sudah mengekspresikan semua perasaannya, biarkan siswa itu sendiri menentukan perubahan yang menurutnya tepat bagi dirinya.
Menurut Roger, iklim wawancara yang dilakukan oleh guru harus memenuhi empat syarat, yaitu (1) guru harus menunjukkan kehangatan dan tanggap atas masalah yang dihadapi siswa serta memperlakukannya sebagaimana layaknya manusia, (2) guru harus mampu membuat siswa mengekspresikan perasaannya tanpa tekanan dengan cara tidak memberikan penilaian (mencap salah atau buruk), (3) siswa harus bebas mengekspresiakan secara simbolis perasaannya dan (4) proses konseling (wawancara) harus bebas dari tekanan. Secara umum, sebagaimana halnya model pembelajaran lain, model pembelajaran ini juga memiliki tahapan. Roger mengelompokkannya dalam lima tahap.
Tahap pertama, membantu siswa menemukan inti permasalahan yang dihadapinya. Biasanya hal ini terjadi di awal wawancara, tetapi kadang terjadi di saat wawancara telah atau sedang berlangsung. Biasanya pembatasan masalah yang dihadapi siswa sangat bervariasi tergantung jenis masalah atau siswanya.
Tahap kedua, guru mendorong (memancing ) siswa agar dapat mengekspresikan perasaannya, baik positif maupun negatif. Di samping itu, guru harus mendorong (memancing) siswa agar dapat menyatakan dan menggali permasalahannya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menerima dengan tangan terbuka dan kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (mencap jelek atau buruk) terhadapnya.
Tahap ketiga, siswa secara bertahap mengembangkan pemahaman (kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha menemukan makna dari pengalamannya, menemukan hubungan sebab dan akibat dan pada akhirnya memahami (menyadari) makna dari perilaku sebelumnya. Dalam hal ini, dimana siswa berada dalam tahapan di antara upaya menggali permasalahan sendiri dan upaya memahami perasaannya, guru mendorong siswa untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Tugas guru jangan memberikan alternatif, tetapi berusaha membantu mengklarifikasi alternatif–alternatif yang diajukan siswa.
Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-alternaif pemecahan masalah yang telah dimbilnya pada tahap ketiga di atas).
Tahap kelima, ia merefleksikan ulang tindakan yang telah diambilnya tersebut, dan berupaya membuatnya lebih baik dan efektif. Kelima tahapan ini dapat terjadi dalam satu seri wawancara atau beberapa kali seri wawancara.
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar dengan menyenangkan. Upaya pengembangan pendidikan tersebut harus sesuai dengan proses pengajaran yang tepat agar anak didik dapat menerima pelajaran dengan baik.

Editor: Cosmas