UMKM Harus Kreatif Agar Diperhitungkan

Spread the love

WONOGIRI (poskita) – Ekonomi kreatif yang didengung-dengungkan pemerintah tak bisa lepas dari usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM). Pasalnya UMKM terbukti paling tangguh saat menghadapi krisis moneter.

Terkait hal ini, Kementerian Koperasi dan UMKM menggandeng pengusaha besar untuk membekali petani dan nelayan Wonogiri demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

“Petani dan nelayan merupakan pekerja tangguh dan ulet. Namun di era sekarang, pekerjaan itu banyak ditinggalkan karena dianggap sebagai pekerjaan kelas bawah,” kata Tri Agus Bayuseno, pengusaha asal Sragen di sela pembekalan kewirausahaan bagi petani dan nelayan muda Wonogiri, Senin (26/2/2018).

Menurut Bayu, sapaan akrab pengusaha nasional bidang peternakan ini, tani dan nelayan bukan pekerjaan level bawah. Sebab jika digarap secara profesional, tani dan nelayan tidak akan kalah dengan dunia industri.

“Selama ini umumnya masyarakat petani dan nelayan masih berkutat pada pola kerja tradisional. Sehingga banyak hal di sektor ini belum tergarap maksimal,” ujar Bayu.

Dia mencontohkan, para petani masih bergantung pada pupuk kimia. Padahal pupuk kimia makin lama akan merusak lahan. Selain itu, ketergantungan petani pada pupuk kimia ini menyebabkan petani rentan menjadi korban permainan pasar.

Padahal jika petani mau merubah mindset dengan berpindah ke pupuk organik, hasil produksi mereka akan lebih tinggi.

“Pupuk organik hasilnya lebih bagus dan tidak harus beli. Petani bisa memproduksi sendiri dengan memanfaatkan berbagai material di lingkungan mereka,” ucap Bayu.

Ditambahkannya, pertanian sangat dekat dengan peternakan. Tapi peternakan hanya dipandang sebagai pekerjaan sampingan.

“Dunia pertanian dan peternakan tidak seharusnya ada istilah sampingan. Sebab keduanya bisa bersinergi hingga pertanian dan peternakan bisa menjadi usaha yang diperhitungkan,” kata Bayu.

Dipaparkannya, seorang petani memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan peternak, yakni memiliki lahan dan limbah pertanian yang bisa diolah menjadi pakan ternak, khususnya sapi. Sebaliknya, limbah peternakan merupakan bahan baku pupuk organik yang terbukti berkualitas.

“Kita harus menghilangkan istilah peternakan sebagai pekerjaan sampingan dengan mengelolanya secara baik dan benar. Jika hal itu dilakukan, petani dapat memperhitungkan seberapa besar hasil peternakan sebagaimana mereka menghitung hasil pertanian,” tutur Bayu.

Sebagai misal, lanjut dia, dengan sistem pemeliharan yang benar, pertumbuhan bobot sapi minimal satu kilogram per hari. Sehingga dengan jangka waktu tertentu, petani bisa berhitung berapa keuntungan memelihara seekor sapi dari melihat harga daging sapi dan biaya pemeliharaan.

“Semua itu bisa dilakukan petani tanpa mengesampingkan salah satu pekerjaannya,” ucap Bayu sembari tersenyum.

Lebih jauh, peningkatan produksi dan penghasilan, berlaku juga bagi nelayan.

“Sebagian besar nelayan masih menggantungkan diri pada sumber daya alam. Hal itu menyebabkan penghasilan nelayan sangat fluktuatif, tergantung pada cuaca dan seberapa besar alam mampu memproduksi ikan,” imbuh peternak sapi yang kini merambah ke komoditas ayam itu.

Lantaran kondisi lapangan inilah, Kementrian koperasi dan UMKM mengajak petani dan nelayan lebih kreatif dalam menyikapi dunia usaha mereka.

“Pembinaan kepada UMKM tidak sekedar memberikan tambahan modal atau hal-hal bersifat finansial. Namun peningkatan pendapatan seseorang justru lebih bertumpu pada perubahan sikap, perilaku maupun pola pikir,” tandas Bayu. (W1di)

Caption Foto:
Bayu beri pembekalan.