Terkait Duggaan Ijazah Palsu, Pakar Hukum Tata Negara Unisri Al Ghozali Angkat Bicara

Spread the love

SOLO, POSKITA.co – Akhir-akhir ini ramai lagi jadi perbincangan mengenai dugaan ijazah palsu. Mengenai hal tersebut pakar hukum tata negara Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Dr Al Ghozali Hide Wulakada SH MH  dengan setatemen bahwa pihak yang paling bertanggungjawab terhadap dugaan ijasah palsu Joko Widodo (Jokowi) adalah tiga subjek hukum yaitu Joko Widodo, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berikut anggota koalisi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Masing-masing pada Pemilukada Wali Kota Solo Tahun 2005–2010 dan periode kedua pada 2010-2012. Pemilukada DKI Jakarta periode 2012–2017 dan Pemilihan Umum Presiden pada tahun 2014–2019 dan periode kedua tahun 2019–2024.

Saat ini masyarakat terbelah menjadi dua yaitu, masyarakat pendukung Jokowi, percaya ijazah Jokowi asli notabene merujuk pendekatan historis. Dan masyarakat kontra Jokowi, menduga ijazah Jokowi palsu dengan pendekatan Hipotesis Ilmiah (Scientific Hypothesis) dan Inferensi Rasional (Rational Inference).

Gholasi mengatakan kedua kelompok tersebut masing-masing memiliki hak kedaulatan yang dijamin konstitusi, mereka tidak bisa dibatasi oleh alasan hukum apapun.

“Jika dua kelompok ini terus menerus melakukan gerakan kedaulatan tersebut dan saling berbenturan maka menciptakan kegaduhan yang disebabkan oleh tiga subjek tersebut di atas yaitu Joko Widodo, PDIP berikut anggota koalisi dan Komisi Pemilihan Umum,” jelas Ghozali saat menggelar konferensi pers Minggu, 20 April 2025.

Kesalahan tersebut merujuk pada Pasal 222 KUHP “Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban hukum untuk memberikan keterangan kepada pejabat yang berwenang, dapat dikenai pidana”. Juncto pasal 55 dan 56 KUHP “Jika diamnya seseorang secara sadar membuat atau membiarkan kejahatan terjadi, maka ia bisa dikategorikan sebagai turut serta atau membantu kejahatan”.

KPU memiliki tanggung jawab administratif untuk memastikan keakuratan dan kebenaran dokumen yang diajukan oleh peserta Pemilu dan Pemilukada.

Salah satu tugas utama KPU adalah mengumumkan hasil verifikasi administrasi dokumen yang diserahkan oleh para peserta tersebut, termasuk kebenaran data dan persyaratan administratif lainnya.

“Jika KPU melakukan kesalahan dalam pengumuman atau verifikasi, misalnya dengan menerima atau mengabaikan dokumen yang tidak sesuai atau palsu, hal tersebut bisa menimbulkan pelanggaran hukum,” terangnya.

Pelanggaran tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran administratif atau pidana, tergantung pada sifat dan dampak dari kesalahan tersebut.

Pasal-pasal terkait pelanggaran pidana pemilu dan pemilukada, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada, menjelaskan bahwa manipulasi atau penyalahgunaan dokumen administratif dalam proses Pemilu dan Pemilukada dapat berakibat pada tindakan pidana, termasuk sanksi pidana bagi penyelenggara yang terlibat.

Dalam konteks hukum tata negara, Jokowi dan PDIP beserta koalisi memiliki kewajiban di atas hak yang mereka telah dapatkan dari rakyat yaitu menjadi partai pemenang pemilu.

Kewajiban tersebut ialah memberikan keterangan sejelas-jelasnya, terbuka di depan Pengadilan atau Forum hukum di luar Peradilan seperti Sidang Komisi Informasi (SKI) tentang Ijazah Jokowi tersebut.

Jika penegak hukum menggunakan pendekatan “inversi logika” maka perbuatan KPU sekaligus PDIP beserta Partai koalisinya dan Jokowi patut diduga melanggar pasal 14 Jo pasal 15 Jo Pasal Pasal 390 UU No. 1 Tahun 1946. Juncto Pasal 550 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Berdasarkan pada alasan tersebut di atas maka masyarakat dan Pemerintah segera dapat melakukan langkah-langkah demi kepastian hukum sebagai berikut :  

Masyarakat sipil (Civil society)mengajukan sidang Komisi Informasi. Persidangan tersebut mengundang Termohon Utama yaitu JKW-PDIP-KPU di Solo, DKI Jakarta dan RI hadir membawah dokumen Ijazah An. JKW. Berikut para Turut Termohon seperti Lembaga Pendidikan SMP/ SMU dan Universitas Gajah Mada. Maka para pihak yang kontrak dalam hal ini dapat bersama-sama melakukan pembuktian secara historis dan Scientific dan Rational Inference.

Presiden Prabowo yang membawahi Kepolisian Republik Indonesia berwenang melakukan intervensi demi hak kedaulatan rakyat. Memberikan perintah dilakukan penyelidikan terhadap keadaan hukum tersebut..

Orang-orang seperti Ketua Partai Politik dan Ketua KPU pada waktu-waktu tersebut wajib dan layak diperiksa guna dimintai keterangan dan demikian pula lembaga pendidikan yang diduga tempat sekolah dan kuliah Jokowi. (*arya)