Gapura Akulturasi Budaya Joho dari Uang Receh Jimpitan

Spread the love

SOLO, POSKITA.co – Bukan sekadar gapura. Joho kampoeng hepi memiliki gapura simbol akulturasi budaya. Hebatnya lagi, gapura dibangun dari hasil uang receh yang diperoleh dari jimpitan.

“JKH mengikuti Festival Gapura Cinta Negeri. Tahun ini dalah pertama kali mengikuti festival gapura cinta negeri yang dikuti peserta seluruh kampung di Indonesia. Kami bersemangat untuk turut serta maramaikan pergelaran nasional ini. Selain untuk memupuk dan menggelorakan semangat cinta Indonesia, pembangunan gapura ini juga bertujuan untuk mengompakkan warga untuk turut serta bergotong royong membagun kampung,” kata Dian Sakti Kusumo, Ketua RT 07 RW 10 Kelurahan Manahan, Banjarsari, Surakarta.

Joho Kampoeng Hepi (JKH) yang berada di wilayah kelurahan Manahan, Banjarsari. Kampung ini menampilkan gapura unik semi permanen berbahan bambu yang dihias sedemikian rupa sehngga terlihat nyeni dan indah.

Gambaran fisik gapura yang terletak di sisi selatan Jalan Samratulangi, tepatnya berada di gang Prenjak V tersebut terlihat unik dan menarik. Warga JKH menyajikan tema gapura akulturasi budaya, menghadirkan berbagai ornament dan simbol simbol dari berbagai daerah yang dipadupadankan sehingga nampak unik dipandang.

Ide dalam pembuatan gapura ini tidak lain adalah hasil rembug warga JKH yang menginginkan gapura yang berkonten edukasi, dengan pesan pesan ke-Indonesiaan.

Ipung Kurniawan Yunianto MSn, ketua JKH, pengajar DKV ISI Surakarta menyatakan gapura ini adalah bentuk dedikasi warga JKH untuk memeriahkan 74 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

“Kami menggunakan konsep akulturasi budaya, sehingga memunculkan panel-panel ilustrasi yang menampilkan visual keberagaman budaya, kekayaan flora fauna, keharmonisan beragama, prestasi putra bangsa, gotong royong, dan kepedulian sosial,” ujar Ipung yang juga merupakan penggiat Joho Kampoeng Hepi.

Keunikan gapura terlihat dari hadirnya payung susun 3 yang identik dengan pulai dewata, dicat merah dan dikombinasikan dengan balutan renda dengan manik-manik emas yang menyerupai warna pakaian adat minang. Di ujungnya diakhiri dengan hadirnya kukusan (alat menanak nasi) yang dibalik dan disisipi kroso atau tempat untuk mengemas pisang.

Selanjutnya kehadiran topeng berukuran jumbo yang mencuri perhatian, yang dicat merah putih nda dihias dengan manik manik emas serta dirangkai dengan kelopak bunga berwarna kuning, putih, merah dan hitam.

Aik Murtanawati, penggiat forum anak dan perpustakaan JKH menjelaskan, pengerjaan gapura tersebut memakan waktu lebih dari seminggu. Terlebih dalam pemasangan topeng jumbo bermotif suku Asmat Papua, cukup memakan waktu.

“Gapura tersebut mengandung 5 unsur utama yaitu Lambang Negara Garuda Pancasila, Sang saka Merah Putih, logo 74, logo Gapura Cinta Negeri, konten Kebhinekaan dan ke-Indonesiaan serta tahun Kemerdekaan RI bertemakan SDM Unggul Indonesia Maju,” rinci Aik.

Untuk pembangunan gapura tersebut pengurus RT tidak pernah memusingkan soal dana ketika menyelenggarakan kegiatan, karena telah memiliki berbagai sumber pendapatan sehingga tidak selalu menggantungkan bantuan dari pihak lain.

“salah satunya dengan pendapatan dana jimpitan senilai lima ratus rupiah yang diambil setiap malam,” pungkas Aik.

COSMAS