HTTS 2024: Lindungi Anak dari Disinformasi dan Campur-tangan Industri Tembakau
Webinar panel bedah buku Membaca Kretek Capitalism Dengan Perspektif Tobacco Control Dalam Rangka HTTS 2024 dan Sewindu Putusan Kasasi Atas Gugatan Hukum Kepada JSTT dilaksanakan Selasa (4/06/2024).
Webinar diselenggarakan oleh kolaborasi lembaga- lembaga: Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT), dan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan (Center of Health Behavior and Promotion/CHBP) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), (3) Pokja Zero Tolerance Narkoba, Tembakau, Alkohol, dan Perjudian, di Health Promoting University (HPU) UGM, (4) HPU FKKMK UGM, dan (5) Aliansi Akademisi Komunikasi Indonesia untuk Pengendalian Tembakau (AAKIPT).
Panel menghadirkan 6 (enam) narasumber dengan 6 (enam) perspektif untuk membedah buku Kretek Capitalism tulisan antropolog USA, Marina Welker (2024). Dr. Lestari Nurhajati, M.Si., Sekjen AAKIPT membagi paparan bertajuk Membongkar Kapitalisme Industri Kretek dan Ketertindasan Gender. Lestari membagi perspektif hak-hak asasi manusia atas informasi serta perspektif gender. Beladenta Amalia, Ph.D., Project Lead for Tobacco Control di CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives) memaparkan ‘Pertaruhan Kesehatan Untuk
Komersialisasi Candu’, kupasan buku Kretek Capitalism dari perspektif hak-hak asasi manusia atas kesehatan. Sementara itu Gumilang Aryo Sahadewo, S.E., M.A., Ph.D. (Dosen FEB UGM yang juga Ketua Pokja Pengendalian Tembakau, Narkoba, Alkohol, dan Perjudian di HPU UGM) memaparkan bacaan Kretek Capitalism dari perspektif ilmu ekonomi: Menjawab Narasi Kapitalisme Rokok dan Kretek melalui Studi Ekonomika Pengendalian Tembakau.
Jalal, Pengurus Komite Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau serta Pengajar Etika Bisnis dan Keberlanjutan Pascasarjana Universitas Prasetiya Mulya mengupas Kretek Capitalism dari perspektif etika bisnis serta keberlanjutan. Paparannya bertajuk Contoh Sempurna Kapitalisme Predatori: Membaca Kretek Capitalism dengan Lensa Etika Bisnis dan Keberlanjutan. Elanto Wijoyono, pegiat Forum Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT) membagikan paparan Membaca Kretek Capitalism dari Perspektif Pelestarian Warisan Budaya (Heritage). Pantikan diskusi dituntaskan dengan paparan oleh Tubagus Haryo Karbyanto, S.H., Sekjen Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia yang juga tobacco control advocate di Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA) Indonesia, pembela Forum JSTT menghadapi gugatan hukum 2014-2016. Ia menilik Kretek Capitalism dari perspektif hukum.
Bangsa-bangsa sejagad mencanangkan HTTS sejak 1987 (lihat https://en.wikipedia.org/wiki/World_No_Tobacco_Day). HTTS 2024 bertajuk ‘Lindungi Anak dari Tipu-daya Industri Tembakau!’ Komunitas pembela hak-hak asasi manusia di Indonesia pun menyala elan di momentum ini meski Indonesia belum juga menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Komnas Pengendalian Tembakau di siaran pers HTTS 2024 sudah menggarisbawahi dan menyerukan situasi darurat pelindungan anak dari ancaman industri tembakau (sila tilik https://www.youtube.com/watch?v=pdd_f7Dq8Mc).
Ketua Forum JSTT yang juga Ketua HPU UGM, Prof. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. menyatakan,
“JSTT dan jejaring kampus serta organisasi masyarakat sipil mendukung semua upaya baik pemajuan hak-hak asasi manusia terlebih pelindungan anak lewat kebijakan dan kerja-kerja pengendalian tembakau. Putusan Mahkamah Agung RI atas kasasi gugatan hukum kepada JSTT sewindu lalu menjadi tonggak penting keberpihakan kepada kerja-kerja pemajuan hak-hak asasi manusia melalui pengendalian tembakau. Kupasan multiperspektif atas buku Kretek Capitalism menyegarkan perspektif kerja pengendalian tembakau dengan data dan
informasi terkini,” ujar Yayi Suryo Prabandari.
Lestari Nurhajati menyebut Kretek Capitalism sebagai buku yang ‘keren, lugas, sekaligus tajam, membongkar secara detail fakta-fakta yang disembunyikan oleh industri kretek. Dalam diskusi ia juga mengingatkan bahwa, “Disinformasi soal tembakau di Indonesia sangat massif.”
Beladenta menggarisbawahi, “Negara belum memiliki kemauan politik kuat untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia atas kesehatan ketika berhadapan dengan bisnis rokok. Buku Kretek Capitalism pun memaparkan risiko kesehatan mereka yang terlibat dalam rantai produksi hasil tembakau.”
Dari perspektif ekonomi Gumilang Aryo Sahadewo menambahkan, “Kapitalisme rokok dan kretek menciptakan berbagai narasi untuk mempertahankan eksistensinya di tengah berbagai dampak negatif yang diakibatkannya. Masyarakat Indonesia perlu kritis dengan mempelajari berbagai temuan ilmiah mengenai dampak merokok terhadap kesehatan individu hingga tumbuh kembang anak. Kita juga perlu kritis menjawab narasi mengenai penghidupan pekerja di sektor tembakau. Bukti-bukti ilmiah yang ada nyata kontras dengan narasi yang dipampang industri.”
“Buku Welker ini, menurut saya, adalah yang paling berkesan [di antara buku-buku karyanya]. Bukan saja lantaran keseluruhan rantai destruksi nilai itu digambarkan dengan sangat baik; melainkan juga karena itu semua, mirisnya, terjadi di negeri sendiri,” tambah Jalal. Ia juga menekankan, “Industri tembakau tidak selaras dengan hak-hak asasi manusia serta nilai
keberlanjutan.”
Elanto menyepakati penekanan oleh salah satu partisipan, “Kretek dan kebiasaan merokok sewajarnya dimuseumkan saja.”
Merujuk sewindu putusan Mahkamah Agung RI atas kasasi gugatan hukum yang diajukan oleh industri rokok terhadap Jogja Sehat Tanpa Tembakau (JSTT), Tubagus menyebut, “Putusan ini bukan hanya kemenangan bagi JSTT, tetapi juga bagi seluruh masyarakat yang mendukung kesehatan publik dan upaya pengendalian tembakau. Selama delapan tahun terakhir, putusan itu telah menjadi bukti bahwa kebenaran dan keadilan dapat mengalahkan kepentingan bisnis yang merugikan kesehatan masyarakat. Keberhasilan JSTT dalam menghadapi gugatan ini adalah inspirasi bagi kita semua untuk terus berjuang melawan industri yang berusaha mempertahankan status quo yang merusak. Ia menjadi inspirasi untuk terus bersatu dalam upaya mengupayakan Indonesia yang lebih sehat dan bebas dari bahaya tembakau.”
Mengenai jalan ke depan, Ketua JSTT menambahkan, “Kami berharap baik pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan bersegera menyandang kemauan politik yang kuat berlandaskan semangat membela hak-hak asasi manusia: melawan disinformasi dan campur tangan industri tembakau di semua sektor, jenjang, dan tahapan kebijakan publik, untuk menjunjung hak-hak asasi manusia, terlebih hak asasi manusia atas kesehatan serta pelindungan anak.”
Lewat borang presensi pun partisipan yang hadir dari berbagai wilayah Indonesia memberikan umpan balik positif atas panel bedah buku.
“Keren, tandas, lugas. Sangat interaktif dengan membuka sesi tanya jawab dengan waktu yang banyak. Banyak interaksi antara pembicara dengan peserta. Acara webinar berjalan dengan sangat baik dan terstruktur. Sangat bermanfaat bagi gerakan tobacco control. Banyak masukan yang bisa diterapkan untuk mengawal regulasi TC. Membuka wawasan yang lebih luas tentang usaha pengendalian tembakau, karena selama ini narasi yang dibangun adalah rokok berhubungan dengan pendapatan petani tembakau, pekerjanya, dan budaya Indonesia.”
Para partisipan menyebut perlunya sesi-sesi lanjutan bagi penguatan kesadaran khalayak atas bahaya industri rokok. Mereka juga menyebut perlunya penguatan jejaring kerja pengendalian tembakau.
Sesi panel yang dihadiri oleh sekurangnya 107 partisipan dipandu moderator Adriani Zulivan. Panel menghadirkan juru bahasa isyarat Ragil Ristiyanti serta Firman Prayoga yang menggunakan BISINDO. Keduanya memungkinkan sesi menjadi akses bagi tuli yang juga rentan dicengkeram disinformasi industri tembakau. Ruang percakapan WhatsApp partisipan serta ruang Zoom pun dicanangkan dan dikelola sebagai ruang aman nirkekerasan. SAFEnet turut hadir mengupayakan keamanan ruang webinar.***
Cosmas