Penggunaan Kardus untuk Membantu Meningkatkan Literasi Membaca Anak Tunagrahita

Spread the love

Oleh: Sulistyowati, S.Pd
SLB Negeri Sragen

Pendidikan di Indonesia memiliki beberapa kurikulum, salah satunya adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi dimana mengimplementasikan metode pembelajaran Contekstual Teaching And Learning. Dan saat ini sedang di implementasikan adalah Kurikulum Nasional yang masih bersinergi dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan di Indonesia saat ini sedang menggalakkan gerakan literasi di seluruh lembaga pendidikan utamanya sekolah sebagai lingkungan dimana siswa aktif dalam pembelajaran.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SisDikNas) nomor 20/2003 pasal 4 ayat 5, menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu dalam rangka mengimplementasikan Permendikbud no.23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki program Gerakan Literasi Bangsa (GLB) dimana tujuan gerakan tersebut adalah untuk menumbuhkan budi pekerti anak melalui budaya literasi (membaca dan menulis). Gerakan ini ditumbuhkan karena sesuai hasil penelitian Programme for International Student Assessmen (PISA) menyatakan bahwa pada tahun 2012, budaya literasi masyarakat Indonesia terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Gerakan Literasi Sekolah yaitu menerapkan budaya baca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Setiap siswa diharapkan memiliki minimal 1 buku non mata pelajaran.
Kemampuan membaca perlu dimiliki oleh semua individu tak terkecuali untuk anak tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang mengalami keterlambatan dalam fungsi mental, fungsi intelektual dan fungsi adaptif dibandingkan dengan anak normal (Sutjihati Soemantri, 2006 : 103). Tunagrahita ringan memiliki tingkat IQ 55 – 70 dan memiliki kemampuan untuk mampu didik, tunagrahita kategori sedang memilki tingkat IQ 40 – 55 dan memiliki kemampuan untuk mampu latih keterampilan tertentu, tunagrahita berat memiliki IQ 25 – 40 dan membutuhkan pengawasan dan perawatan dalam kehidupan sehari – hari (Frieda Mangunsong, 2009 : 134). Tunagrahita kategori ringan termasuk dalam kategori anak hambatan mental mampu dididik, yaitu masih mampu dioptimalkan kemampuannya dalam bidang akademik fungsional seperti membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Berdasarkan temuan tersebut, perlu mengupayakan suatu cara atau metode pengajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita yang duduk di bangku kelas 2 tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan “Kardus”.
Kotak kardus tersebut akan menjadi bahan yang digunakan untuk membuat kartu huruf dengan ukuran 15 cm untuk lebar, dan 20 cm untuk panjangnya. Kemudian kotak kardus digunting sesuai dengan ukuran yang sudah disepakati sehingga akan ada kartu sebanyak 26 buah (sebanyak huruf abjad), dan siswa pun akan menulisakan satu huruf pada setiap satu kartu. Dalam penggunaannya, kartu huruf disusun terlebih dahulu di atas meja secara acak. Kemudian siswa akan menyusun kartu-kartu huruf tersebut sesuai dengan intruksi yang diberikan. Misalnya, ketika diinstruksikan mengangkat huruf D maka siswa harus dengan cepat memilih kartu huruf yang bertuliskan huruf D dan di angkat di kepala. Ini menjadi seperti permainan karena anak-anak seolah belajar sambil bermain. Setelah huruf D makan intruksi berikutnya adalah huruf A dan huruf N sehingga setelah selesai siswa ditugaskan membaca huruf yang terkumpul. Kegiatan ini bisa dilakukan berulang kali dengan intruksi yang berbeda-beda serta memperhatikan kata-kata yang akan dibentuk. Dari hasil proses pembelajaran dengan kartu huruf yang dilakukan dalam waktu satu bulan, nampak adanya kemajuan. Siswa kini dapat mengikuti pembelajaran di kelas dengan lebih maksimal, padahal semula kemampuan membaca sangat kurang.
Kelebihan menggunakan kardus sebagai alat untuk membantu meningaktakan kemampuan literasi membaca anak tunagrahita anatara lain: mudah didapat, biaya murah, dan lebih variatif.(*)
Editor: Cosmas