Edy Sulistyanto: Amigo Klaten Bertahan di Tengah Serbuan Bisnis Online

Spread the love

KLATEN, POSKITA.co – Tantangan bisnis swalayan, pasar atau pertokoan semakin besar. Hal ini disebabkan arus globalisasi yang masuk ke ranah bisnis online bagaiman jamur di musim hujan. Kalau para pengusaha atau owner swalayan atau usaha tidak kuat modalnya, bisa mengalami gulung tikar.

Hal ini dirasa adanya dampak luar biasa bagi pelaku usaha yang hanya mengandalkan bisnis offline. Termasuk bisnis offline penjualan aneka sepatu, fashion atau usaha offline lainnya. Agar bisa bertahan, pesan Edy Sulistyanto, Owner Amigo Group Klaten, para pengusaha bisnis offline dituntut untuk lebih kreatif dalam menyikapinya.

Saat ditemui redaksi di kediamannya sekitar Alun-alun Klaten, Kamis (26/10/2023) pagi, Edy mengajak para pelaku usaha untuk berbenah diri dengan menerapkan berbagai kiat atau strategi mengatasi bisnis online yang dahsyat ini. Bisnis online itu harganya murah, tetapi sisi negatifnya, baranganya sering tidak sesuai yang diharapkan.

“Sering saya katakan, bisnis online itu pasti mengganggu terhadap bisnis offline. Karena itu, bisnis offline kalau tidak melakukan hybrid atau campuran dengan bisnis online tidak akan bisa hidup. Nah, tetapi masalahnya, mengembangkan bisnis online itu tidak mudah. Jadi itu tantangan yang besar bagi pengusaha-pengusaha bisnis offline. Maka kalau mau hidup ya harus (mengembangkan) hybrid,” pesan Edy mantap.

Beberapa bulan ini, Edy mengakui kalau Amigo Group Klaten ikut terdampak dan mengalami penurunan pemasukan. Pangsa pasar atau pelanggan yang biasanya ramai berduyun-duyuh ke toko, jadi agak berkurang atau kelesuan. Kenyataannya, kata Edy, kelesuan pembeli ini juga dialami para pebisnis lainnya.

“Bisnis online memang berdampak sekali. Kita sangat rasakan, kok pasaran lesu ya. Kalau misalnya hujan, kita bisa beralasan, wah, ini lagi hujan kok. Atau kalau karena kemarau, wah, ini panas sekali. Kita nggak bisa bilang, ah malas keluar. Itu juga bisa. Cuaca ekstrem juga mempengaruhi. Belum lagi suhu politik yang agak memanas. Bagaimana pun juga membuat orang hati-hati, kalau ada apa-apa. Maka orang akan cenderung menyimpan uangnya,” jelasnya.

Dengan membeli produk offline, barang bisa diketahui langsung kualitasnya dan tetap menyenangkan.

Ternyata tak hanya soal bisnis online, Edy lebih jauh mengatakan, kondisi yang sedang tidak baik-baik saja ini diperparah lagi dengan hadirnya atau maraknya pinjaman online atau pinjol. Masyarakat saat ini terjebak dengan pinjol yang sangat mencekik leher dan dampaknya juga ke bisnis offline.

“Pinjol saat ini tengah merajalela, sehingga banyak sekali orang yang terjerat pinjaman online, sehingga orang berdarah-darah. Bagaimanapun ini suatu problem yang nyata yang ada di sekitar kita. Tetapi di bawah karpet, karena orang juga akan malu kalau itu terekspos, nampaknya banyak yang seperti itu. Dan itu mempengaruhi pasaran perdagangan di Kota Klaten,” ungkap Edy.

Adanya tantangan ini, Edy mengajak para pelaku bisnis offline untuk menerapkan sejumlah strategi. Pebisnis offline tetap bertahan dan berupaya mengembangkan bisnis online atau hybrid. Kalau fashion yang ambil di Amigo itu harganya menengah ke atas.

“Maka orang yang ndak mau ambil risiko ketika membeli barang yang agak mahal, pasti lebih senang membeli offline. Sebab kalau lewat online, biasanya gambarnya cantik, tetapi nanti kalau barangnya datang, kok kayak saringan tahu. Jadi kami beruntung juga bertahan di segmen menengah ke atas,” jelas suami Retno ini.

Amigo Group Klaten selama ini terpukul dampak pandemi Covid 19 dan pasca pandemi ini masih belum maksimal pergerakan roda ekonominya. Agar bisa bertahan, Amigo menerapkan efisiensi berbagai pengeluaran yang tidak perlu. Tetapi menariknya, Amigo tidak melakukan pengurangan karyawan atau PHK (putus hubungan kerja). (Kim)