“Internet Cheating” Si Praktis yang Menyesatkan
Artikel Ilmiah Populer
Oleh: Isrotun Nasiah S. Pd
Kepsek SD N Krompakan Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal
Dalam keadaan pandemi yang entah kapan berakhir seperti saat ini, kegiatan belajar mengajar secara daring masih menjadi pilihan mayoritas untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran sehari-hari.
Tidak dipungkiri lagi, proses belajar mengajar secara daring ini memang masih memiliki banyak kekurangan. Selain dinilai kurang efektif karena siswa tidak dapat fokus seratus persen pada pelajaran, tugas-tugas yang diberikan guru juga dinilai terlalu banyak, dan dengan tenggat waktu pengerjaan tugas yang kadang tidak masuk akal.
Dalam kasus ini beberapa guru memang memberi setumpuk tugas, salah satu alasannya adalah supaya anak didik tidak sering keluar rumah di tengah masa pandemi seperti ini. Selain itu, guru berpikir pemberian tugas juga bermanfaat untuk melatih tanggung jawab dan juga membiasakan siswa untuk belajar ‘lebih’ meskipun tidak sedang berada di sekolah maupun di dalam jam sekolah.
Namun, di mata siswa pemberian tugas yang terlalu banyak tentu saja membuat siswa merasa lelah dan juga lebih cepat jengah. Jadi tidak heran jika siswa (bahkan orang tua siswa) akan mencari jalan pintas bagaimana cara untuk dapat mengerjakan tugas-tugas tersebut dengan cepat dan tentu saja menghasilkan nilai yang bagus pula.
Jalan pintas yang sering digunakan adalah dengan mencari kunci jawaban di internet. Tinggal mengetik hal yang ingin diketahui di mesin pencari seperti Google, maka semua jawaban dari tugas-tugas yang didapat siswa akan sangat dengan mudah ditemukan dan disalin. Siswa tidak perlu lagi membaca modul atau menonton video pembelajaran yang diberikan oleh guru terlebih dahulu.
Mencari kunci jawaban di internet atau sering dikenal dengan internet cheating memang sangat praktis. Siswa dapat dengan cepat mengerjakan tugas mereka dan juga dijanjikan dengan nilai yang bagus. Namun, dibalik semua itu internet cheating dapat melumpuhkan kreativitas, pola pikir, dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran itu sendiri.
Jika diperhatikan secara lebih lanjut. Selain alasan kepraktisan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi yang membuat siswa maupun orang tua lebih memilih mencari kunci jawaban di internet ketimbang membaca modul atau menonton video pembelajaran lebih dahulu, yaitu:
- Beranggapan bahwa nilai bagus adalah segalanya dan harus dicapai dengan berbagai cara
Sebenarnya siswa hanya butuh lebih banyak stimulasi yang tepat. Ketika semangat dan jalan pikiran siswa sudah terangsang, dia akan memahami pelajaran dengan caranya sendiri. Hal itu pula yang akan mempermudah anak menyelesaikan masalah-masalah dalam bentuk tugas yang diberikan. Jika siswa sudah paham dengan pelajaran, maka nilai yang bagus juga akan didapat dengan mudah.
- Orang tua yang tidak punya banyak waktu karena sibuk bekerja.
Orang tua yang sibuk bekerja sering kali mengabaikan bagaimana proses belajar anak-anak mereka. Kebanyakan dari mereka sudah terlalu lelah bekerja sehingga tidak ingin direpotkan lagi dengan urusan tugas-tugas yang harus dikerjakan anak mereka. Mereka akan membiarkan atau bahkan menyuruh anak-anak untuk mencari jawaban di internet karena itu juga akan mengurangi beban mereka.
- Orang tua yang malas membimbing dan mengawasi
Banyak orang tua yang masih beranggapan bahwa pendidikan itu hanya urusan guru dan sekolah bahkan di tengah masa pandemi seperti sekarang ini. Orang tua hanya merasa kewajiban mereka adalah membayar biaya sekolah.
- Orang tua yang memiliki keterbatasan pendidikan
Orang tua yang memiliki keterbatasan pendidikan (hanya tamat SD atau SMP) sangat mungkin merasa kesulitan untuk membimbing anaknya, khususnya dalam pelajaran daring dikarenakan pengetahuan dan pola pikir yang berbeda dan juga terbatas. Jadi mereka mempercayakan anak mereka untuk mencari semuanya melalui internet.
- Persaingan sesama siswa atau orang tua
Siswa pasti akan merasa lebih puas dan bangga jika dapat mengumpulkan tugas lebih cepat dari teman-temannya yang lain. Begitupun dengan orang tua. Ada perasaan unggul jika anak mereka dapat mengumpulkan tugas dengan lebih cepat. Alasannya sederhana. Mereka ingin menunjukan bahwa anak mereka pintar dan juga menunjukkan diri bahwa dirinya membimbing anak dengan mengerjakan tugas tercepat.
Lalu bagaimana cara agar siswa tidak sedikit-sedikit mencari kunci jawaban di mesin pencari seperti Google?
Yakinlah bahwa tujuan utama dalam pembelajaran adalah siswa yang paham dengan materi pembelajaran yang diberikan. Mendapatkan pengajaran dan juga pengalaman belajar adalah hak setiap anak, sedangkan nilai bagus itu adalah bonus. Utamakan memenuhi hak siswa daripada memaksa mereka menjadi pintar secara instan.
Tidak perlu takut jawaban salah karena pada hakekatnya kesalahan dalam proses belajar adalah hal yang sangat lumrah terjadi. Yakinkan dan buat siswa percaya diri atas jawaban mereka sendiri. Jika ada jawaban yang salah sekalipun guru pasti akan memberi koreksi dan jawaban yang benar.
Nilai yang bagus memang penting agar anak tidak mendapat cap ‘bodoh’. Namun, jika nilai bagus yang didapat bukan dari hasil buah pikiran siswa sendiri, maka tidak akan membuat anak itu ‘pintar’ dan sukses. Malah hal itu akan menjerumuskannya di masa yang akan datang.
Editor: Cosmas