Anak dan Media Sosial
Artikel Ilmiah Populer
Mutmainah, S.Pd
Kepala Sekolah SDN 1 Poncorejo, Gemuh
Anak-anak dan media sosial belakangan ini memang tidak dapat dipisahkan. Mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, hingga aplikasi berbasis video seperti Youtube dan Tiktok semuanya tak luput dari perhatian anak-anak. Padahal sebenarnya media sosial seperti itu memiliki batasan usia tertentu bagi orang-orang yang akan mengaksesnya. Biasanya pengguna harus berusia diatas 13 tahun untuk membuat akun media sosial.
Namun, kenyataan di lapangan sangat jauh berbeda. Anak-anak usia sekolah dasar yang rata-rata berusia sekitar 7-12 tahun dengan mudahnya membuat akun media sosial mereka sendiri. Banyak dari mereka memalsukan identitas, memakai identitas orang lain yang lebih dewasa, hingga orang tua mereka yang dengan senang hati membuatkan akun media sosial untuk dipakai oleh anak-anak mereka.
Tingkat keaktifan anak-anak di media sosial sayangnya tidak diimbangi dengan pendidikan dan pemahaman yang mencukupi bagi mereka. Orang tua terlalu membebaskan anak-anak mereka menggunakan media sosial bahkan terkesan membiarkan. Sedangkan guru di sekolah juga tidak dapat berbuat banyak karena hal itu memang tidak ada dasar yang dapat mereka gunakan untuk mengajari dan mengawasi aktifitas media sosial peserta didik mereka.
Dampaknya banyak sekali kasus-kasus ujaran kebencian dan/atau cyber bullying yang ternyata dilakukan dan menelan korban anak-anak dibawah umur. Konten-konten dewasa (kekerasan, pornografi, vandalisme digital, dll) juga dapat dengan mudahnya diakses dan dilakukan oleh anak-anak dibawah umur yang terlalu bebas menggunakan media sosial.
Lalu bagaimana cara guru agar dapat membantu siswa mereka menggunakan internet secara sehat ketika orang tua mereka tidak dapat melakukan itu?
Pertama guru harus wajib mengerti apa itu internet, apa itu media sosial, dan apa yang dapat anak-anak lakukan di media sosial tersebut. Pemahaman-pemahaman sederhana tersebut nyatanya sangat membantu guru untuk memahami aktivitas yang dilakukan siswanya di media sosial. Khususnya di sekolah yang megizinkan siswanya membawa ponsel. Guru dapat dengan mudah mengetahui media sosial apa yang sedang di akses oleh siswanya hanya dengan melihat sekilas ponsel mereka.
Kedua, berikan pemahaman pada siswa bahwa internet tidak hanya selalu soal media sosial. Guru dapat menyelipkan pemahaman-pemahaman tersebut dalam setiap mata pelajaran. Ajari siswa bagaimana menggunakan internet selain untuk media sosial. Berikan tugas yang mengharuskan mereka menggunakan fasilitas lain di internet selain media sosial. Berikan mereka alamat situs-situs atau aplikasi yang dapat mereka unduh untuk mengerjakan tugas. Biasakan juga untuk memberikan mereka saran bacaan seperti artikel atau e-book yang harus mereka baca dan rangkum sehingga saat membuka gawai mereka, siswa tidak akan hanya langsung menuju ke media sosial.
Ketiga, guru dapat mengikuti satu atau beberapa akun media sosial milik siswa mereka. Tujuannya tidak hanya untuk berinteraksi diluar kelas namun juga dapat mengetahui hal-hal apa yang mereka sukai atau kecenderungan aktivitas mereka di media sosial. Hal ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi guru untuk dapat melihat karakter para siswa serta dapat membantu guru untuk mengambil sikap saat menghadapi siswa tersebut.
Keempat, hal yang paling penting tentang anak dan media sosial adalah komunikasi. Sering kita melihat orang tua membiarkan saja anak-anak mereka bermain media sosial secara bebas. Lalu siapa yang akan mengawasi penggunaan media sosial pada anak-anak? Biasakan siswa untuk berkonsultasi dengan guru dalam masalah apapun termasuk media sosial. Terkadang anak-anak terlalu takut untuk bercerita dengan orang tua mereka sehingga mereka menumpahkan segalanya di media sosial yang sebenarnya dapat berimbas buruk pada anak itu sendiri jika mereka tidak melakukannya dengan hati-hati. Guru pun harus membuka diri dan siap dengan cerita-cerita yang diberikan oleh siswa mereka sekecil apapun itu.
Anak dan media sosial memang tidak dapat dipisahkan saat ini. Namun, bukan berarti orang dewasa hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Jika orang tua tidak dapat memberikan pengawasan dan pengarahan tentang penggunaan media sosial, maka guru yang notabene adalah orang tua kedua bagi siswa dapat membantu memberikan itu semua. Meskipun sedikit, itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Memang seharusnya penggunaan media sosial oleh anak-anak harus mendapat pengawasan secara lebih ketat. Tidak hanya oleh guru dan orang tua, melainkan juga masyarakat, para pengembang media sosial serta para pembuat regulasi. Perketat proses validasi penggunaan media sosial dan juga pembenahan penggunaan identitas merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah anak-anak membuat sendiri akun media sosial mereka.
Jika semua pihak dapat bekerja sama, maka tidak mungkin gerakan internet ramah anak dapat terwujud di Indonesia.
Editor: cosmas