Membentuk Karakter Anak Usia Dini

Spread the love

Oleh: Warjinah

TK Aisyiyah Botok Kecamatan Kerjo

 

Bagaimana membentuk karakter anak? Harus dimulai sejak dini mungkin, dan dimulai dari keluarga. Anak adalah seorang peniru ulung.  Ketika mendidik karakter anak sejak dini, secara tidak langsung menginstropeksi sikap dan perlaku orangtua.

 

Karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Menurut Kamisa, karakter yakni ialah sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang dimiliki oleh seseorang yang mana dengan ada hal tersebut dapat membuatnya berbeda apabila dibandingkan dengan orang lainnya. Berkarakater juga bisa diartikan sebagai memiliki sebuah watak dan kepribadian.

Anak dibawah usia 10 tahun sudah mulai bisa berfikir dan menilai hal-hal yang mereka lihat atu yang mereka dengar.  Namun sayangnya mereka belum memiliki pondasi yang kuat untuk tidak mengikuti hal baik dan buruk, serta menilai apa yang mereka lakukan bisa bebas diikuti asal mereka senang.

Hal seperti ini yang membuat orang tua dan guru yang membimbing mereka baik di rumah atau sekolah harus bekerja secara ekstra.  Dimana usia dini memang waktunya mereka mengerti apa yang mereka lihat dan mereka dengar atau yang mereka rasakan, namun mereka masih belum bisa mencerna dengan baik. Untuk itu  pembentukan karakter sangatlah penting.

Karakter sangat penting untuk dikenalkan dan dibiasakan pada anak usia dini.  Dimulai dari yang paling dekat dengan anak yaitu keluarga. Namun banyak keluarga yang menyepelekan mengenai hal tersebut.  Banyak oarng tua yang tidak memikirkan akan pembelajaran karakter pada anak-anak mereka.  Karena mereka sudah mempercayakan kepada para guru di sekolahnya masing-masing.  Mereka lupa bahwa waktu anak di rumah itu lebih banyak dibanding waktu di sekolah.

Membentuk karakter anak usia dini adalah memahami, anak adalah seorang peniru ulung.  Ketika mendidik karakter anak sejak dini, secara tidak langsung menginstropeksi sikap dan perlaku orangtua.  Karena anak-anak sangat mudah belajar dan juga meniru.  Apa yang mereka lihat maka akan ditiru tanpa tahu baik atau buruk.  Untuk orangtua penting memberikan media yang penitng pada anak-anak, apa yang mereka tonton, bagaimana lingkungan sekolah dan rumahnya.

Membentuk karakter pada anak usia dini tidak cukup dengan pengenalan saja, namun harus ada pembiasaan lewat contoh atau tauladan dari para orang dewasa. Karena anak itu punya sifat meniru.  Apa saja yang dilihat dan didengar akan dilakukan oleh mereka tanpa berfikir itu baik apa buruk, karena anak-anak belum bisa membedakan antara baik dan buruk.

Untuk itu kita para orang tua lah yang harus memilihkan lingkungan yang baik untuk mereka.  Karena lingkungan ini sangat berpengaruh bagi mereka.  Tidak kalah penting lingkungan rumah lah yang pertama kali mempengaruhi mereka.  Semua apa yang mereka lihat dan yang mereka dengar akan dicontoh.  Untuk itu kita para orang dewasa  harus berhati-hati dalam bertindak.

Pakar psikologi mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan anak merupakan “ berbagai peristiwa, situasi atau kondisi di luar organism yang diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu”

Anak belajar mendengar, melihat, merasakan dan meniru perbuatan lingkungannya.  Anak yang tumbuh dan besar dengan melihat, mendengar dan merasakan hal-hal tersebut dalam perilakunya sendiri.  Memang ada tabiat-tabiat khusus yang dibawa seorang anak sejak ia dilahirkan (factor heredias) namun pola asuh orang tua dan lingkungan akan membentuk cetakan emosi seorang anak yang berpengaruh besar pada perilakunya sehari-hari.  Satu puisi indah dari Dorothy Law Nolte menggambarkan ini secara lugas:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, Ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, Ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi diri

Jika anak dibesarkan dengan kasih saying dan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta  dalam kehidupan

Lingkungan yang akan memberi pengaruh positif terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian anak dan lingkungan yang dipenuhi oleh atmosfir religious (keagamaan) yang tinggi.  Lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan pergaulan teman sabaya yang di dalamnya ditegakkan nilai-nilai agama yang merupakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan jiwa dan kepribadian anak. Sebab, sesuai dengan fungsinya sebagai petunjuk hidup manusia, penegakan nilai-nilai agama dalam keluarga atau sekolah akan menimbulkan suasana tenang, jauh dari kegaduhan suasana dialog tanpa pemaksaan pada anak, suasana penuh dinamika dan semangat belajar yang tinggi.

Pengasuhan orangtua dalam keluarga maupun pendidikan guru di sekolah yang dipenuhi rasa kasih saying dan penanaman niali-nilai  agama merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang sehat.

Keluarga sebagai institusi yang dapat memenuhi kebutuhan insane (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan perkembangan rasa kemanusiaan.  Sedangkan lingkungan sekolah sebagi institusi formal yang memenuhi kebutuhan manusia dan pendidikan.

Melalui pengasuhan dan perlakuan yang baik dari orangtua di rumah dan para guru di sekolah, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik biologis maupun sosio psikologisnya.  Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan social dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri ( self-actualization).

Sarana Membentuk Kepribadian Anak

Setiap orangtua hendaknya memikirkan masa depan, iman dan akhlaknya sebagai pelanjut generasi di muka bumi ini.  Apa jadinya kondisi generasi penerus jika para orangtua mengabaikan proses pewarisan aqidah, iman dan ahklakul karimah pada anak-anaknya.  Oleh karena itu perlu diperhatikan bagaimana mestinya orangtua dan pendidik menanamkan nilai-nilai agama kepada anak, yaitu:

  1. Membangun suasana pengabdian kepada Tuhannya.

Sejak lahir bahkan sebelum lahir anak dikondisikan dengan suasana ibadah dan ketaatan kepad Tuhan Yang Maha Esa.

  1. Mendidik anak sesuai dengan agamanya.

Orangtua belum dianggap memberikan sesuatu yang berharga meskipun telah memenuhi kebutuhan fisik blia belum memberikan pendidikan yang baik.

Keteladanan menduduki posisi strategis dalam pendidikan anak.  Faktor keteladanan mempunyai pengaruh jiwa dan akal anak yang sangat besar, sebagaimana ditulis oleh Muhamad Rasyid Dimas dalam bukunya 25 Kiat Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak.  Ia memberikan alasan, “ Sebab biasanya anak akan meniru kedua orangtuanya.  Bahkan kedua orang tuanya akan mencetak perilaku paling kuat.”

Jika beribu kali kita mengatakan kepada anaak tentang pentingnya kejujuran, namun satu saat hanya sekali saja kita berpesan kepada anak untuk berbohong, maka satu pesan itu cukup untuk menumbangkan beribu pesan sebelumnya.  Karena itu Rosulullah SAW melarang kita untuk member teladan kebohongan kepada anak.  Sabdanya, “Barang siapa mengatakan kepada anaknya,”Kemarilah, aku akan beri sesuatu tapi tidak memberinya maka itu merupakan kebohongan” (Riwayat Imam Ahmad)

Keteladanan memang penting, tapi ia bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan.  Ada banyak hal yang dijelaskan secara verbal mengenai sesuatu yang harus dilakukan atau mengapa pula sesuatua harus ditinggalkan.  Disitulah pentingnya arhan, nasihat atau pemberia motivasi.  Kalau seorang ayah tidak merokok anak melihat banyak orang dewasa di sekitarnya merokok, belum tentu dipahami oleh anak bahwa merokok itu memang tidak baik.  Perlu penjelasan, arahan dan nasihat dari orang tua bahwa merokok itu memang buruk.

Kebiasaan merupakan hal yang paling dianggap sepal padahal penting dan juga riskan, anak yang sudah dididik sejak dini dengan kebiasaan yang baik, ketika besar mereka akan terbiasa dengan pendidikan tersebut.  Jika mereka menyimpang dan melakukan perilaku abnormal biasanya alam bawah sadar atau psikologis mereka merasa ada yang salah dan tidak sesuai.  Maka pada akhirnya mereka akan kembali ke kebiasaan mereka.  Inilah yang menjadi kunci para orangtua untuk menerapkan kebiasaan sejak dini ke jalur yang baik. Misalnya dengan makan menggunakan tangan kanan, berbicara sopan dan perlahan, serta duduk dengan teratur.  Hal kecil seperti ini akan mempengaruhi tata karma mereka ketika besar.

Anak adalah harta yang berharga dan apa pun yang mereka inginkan dan membuatnya bahagia bisa membuat bahagia para orangtuanya.  Salahnya teori ini berdampak pada sikap dan sifat anak-anak baik ketika masih kecil maupun sudah beranjak remaja hingga dewasa.  Mereka yang hanya tahu merengek dan terkabul keinginannya akan menjadi karakter yng lemah, cepat putus asa, dan memiliki ego yang besar.  Cobalah untuk memikirkan jangka panjang akan sikap dan sifat mereka, jangan selalu membiasakan untuk memberikan mainan atau apa yang mereka inginkan.  Sedih memang sejak awal melihat mereka menangis, namun perlu diketahui bahwa ini baik untuk anak-anak dalam hal membentuk karakter.

Hal kecil bagi orang tua belum tentu kecil bagi mereka.  Layaknya terbiasa mengucapkan salam, terimaksih dan maaf merupakan cara sederhana untuk membentuk karakter sejak dini.  Mereka akan terbiasa untuk menggunakan komunikasi ke sesame manusia dengan cara yang benar.  Bukan seenaknya saja  dan jika dibiarkan saja maka mereka menganggap diperbolehkannya.  Keras bukan berarti galak dan lembut bukan berarti lemah.  Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa anak adalah peniru yang ulung.  Oleh karena itu. Pembiasaan melakukan hal kecil sejak dini akan berdampak kepada anak dalam kurun waktu yang lama hingga ia beranjak remaja.

Dimana mendidik anak-anak haruslah berkelanjutan hingga mereka dewasa.  Mereka sudah mengerti akan salah dan benar saja, pengawasan kita sebagai orang tua tidak boleh lepas.  Hingga mereka menikah dan bertanggung jawab akan hidupnya sendiri.  Apalagi jika anak kita masih tergolong anak usia dini.  Ketika kita memutuskan untuk menjadi orang tua, maka jalankan tanggung jawab tersebut dan jangan biarka anak – anak kita lepas dari pengawasan.  Mereka akan menjadi karakter yang terbentuk secara tidak sempurna, mereka bisa menjadi fobia social, ambivert dan hal lainnya yang dianggap bermasalah secara psikologis karena pendidikan karakter yang tanggung.

Beberapa Negara maju layaknya Jepang sudah menerapkan pendidikan karakter sejak lama.  Bagi mereka mengajarkan anak-anak hitung atau membaca sangat mudah, karena otak mereka yang masih bisa berkembang dengan baik. Namun karakter merupakan pelajaran yang harus diaplikasikan kepada semuanya, di manapun dan kapan pun.

Editor: Cosmas