Kuota Perempuan DPRD Karanganyar: Tinggi Pemilih Minim Keterwakilan

Spread the love

Oleh: Devita Wahyuningtyas

PEMILU 2019 merupakan Pemilu keempat yang memberlakukan regulasi affirmative action. Berbagai upaya dilakukan agar kebijakan tersebut dapat lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas keterwakilan perempuan legislative, minimal 30 persen.

Tindakan afirmatif diterapkan, dimaksud agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Dapat juga diartikan, sebagai kebijakan yang memberi keistimewaan kepada kelompok tertentu. Dalam konteks politik, tindakan afirmatif dilakukan untuk mendorong jumlah keterwakilan perempuan di lembaga legislatif lebih representatif.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, mengakomodasi tindakan afirmatif bagi perempuan. Diantaranya,  ketentuan yang mengharuskan daftar calon legislatif minimal terdiri 30 persen perempuan pada setiap Daerah Pemilihan (Dapil), dan ditegaskan dalam pasal 246 ayat 2; Daftar calon anggota legislatif memuat tiga bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) perempuan bakal calon.

Secara nasional, keterwakilan perempuan di DPR RI pada Pemilu tahun 2019 mengalami peningkatan, bahkan menjadi tertinggi dalam 4 (empat) Pemilu yang memberlakukan kebijakan affirmative action. Dari 575 anggota DPR RI masa tugas 2019-2024 yang dilantik, tercatat 112 anggota perempuan (19,48 %).

Di Kabupaten Karanganyar, meskipun kebijakan affirmative action telah dilaksanakan, keterwakilan perempuan di DPRD pada Pemilu 2019 justru menurun. Pemilu 2004 Caleg perempuan terpilih yang menduduki kursi DPRD Karanganyar hanya tiga orang, dari 45 kursi anggota DPRD.

Pemilu tahun 2009 meningkat menjadi delapan orang, dalam Pemilu berikutnya (tahun 2014) meningkat lagi menjadi 11 kursi. Namun demikian, dalam Pemilu tahun 2019 hanya sembilan kursi yang diduduki anggota dewan terpilih perempuan. Dari sembilan calon terpilih pada Pemilu 2019, hanya terdapat satu pendatang baru, delapan perempuan anggota legislatif lainnya incumbent.

Penurunan keterwakilan perempuan dalam DPRD Karanganyar, hasil perolehan suara Pemilu 2019, bukan berarti kebijakan affirmative action quota 30 % perempuan tidak berhasil diimplementasikan. Namun demikian, sebagai bukti konkrit bahwa quota 30 persen perempuan yang diberikan secara terbuka, hanya merupakan ruang administratif bagi para Caleg perempuan.

Ruang administratif yang diberikan, tidak serta merta berarti memberikan peluang besar terpilihnya caleg perempuan. Besar kecilnya peluang terpilihnya Caleg, ditentukan juga oleh nomor urut yang diberikan kepadanya. Caleg dengan nomor urut kecil, memiliki peluang lebih besar terpilih menjadi anggota DPRD.

Selain sistem besar kecilnya nomor urut yang diterapkan, budaya dan pola pikir masyarakat juga menjadi penentu terpilih dan atau tidaknya calon legeslatif perempuan. Kendala kultural misalnya, kepala keluarga mayoritas menjadi penentu kepada siapa suara istri dan anak-anaknya akan diberikan, peran kepala keluarga masih menjadi penentu dalam mempengaruhi suara perempuan.

Selain faktor kultural dan pola pikir masyarakat, persoalan lain yang mempengaruhi keterwakilan perempuan adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap ketokohan dan kemampuan Caleg perempuan. Data Pemilih di Kabupaten Karanganyar dalam Pemilu 2019, berdasarkan Formulir DB berjumlah 705.533 orang, rinciannya pemilih laki-laki  348.251 orang dan pemilih perempuan 357.282 orang. Pengguna hak pilih laki-laki 285.689 orang, dan perempuan 302.809 pemilih.

Dari data tersebut, tingkat partisipasi perempuan di Kabupaten Karanganyar mencapai 51.45%, lebih tinggi dibandingkan partisipasi laki-laki. Menunjukkan pemilih perempuan tidak serta merta memilih calon legeslatif perempuan, melainkan pemilih perempuan lebih banyak beranggapan dunia politik merupakan dunianya laki-laki. Selain itu, juga lebih mempercayai kaum laki-laki menjadi wakil mereka di lembaga legislatif.

Jelasnya, pemahaman kaum Hawa di Kabupaten Karanganyar terhadap pentingnya calon wakil rakyat perempuan, untuk memperjuangkan hak-haknya masih minim. Selebihnya, masih diperpuruk lagi kompetensi, kapasitas, kapabilitas dan elektabilitas perempuan yang mayoritas belum mampu bersaing dengan Caleg laki-laki.

Karena itulah, penting bagi Caleg perempuan untuk meningkatkan kemampuan secara kompetitif, agar kepercayaan masyarakat kepada diri dan atau kaumnya lebih meningkat lagi. Selain itu, peran partai politik dalam kaderisasi, demi meningkatkan kemampuan kompetitif perempuan dalam bidang politik juga sangat penting. Partai politik, harus juga mendorong kaum perempuan untuk dapat berkiprah lebih banyak dan dikenal luas masyarakat.

Persoalan lain yang juga dihadapi Caleg perempuan adalah masalah finansial, tidak bisa dipungkiri khususnya di Karanganyar dalam percaturan politik masih juga membutuhkan modal finansial. Kemampuan finansial Caleg perempuan, masih kalah dengan Caleg laki-laki. Padahal, kemenangan dalam kontes politik juga ditentukan oleh masifnya kampanye yang dilakukan. Disinilah Partai politik dapat mendukung perempuan memenangkan Pemilu, misalnya memberikan dukungan dana kampanye dengan porsi yang tidak kalah dengan Caleg laki-laki.

Realitanya memang demikian, menarik benang merah dari penurunan keterwakilan perempuan di DPRD Karanganyar dalam Pemilu tahun 2019, untuk bisa duduk di legislative perempuan sangat membutuhkan value dan power lebih, tidak cukup mengandalkan ruang yang diberikan melalui kebijakan affirmasive action quota 30 persen semata. (*/sta)

(Devita Wahyuningtyas, anggota Komisioner KPU Kabupaten Karanganyar)