Tidak Ada Indonesia Kalau…

Spread the love

Solo (Poskita.co)

Peran pemuda GP Ansor dalam turut menjaga NKRI tak perlu dipertanyakan lagi. Hal ini sesuai dengan ajak pendiri NU KH Hasyim As’ari untuk terus mempertahankan NKRI.

“Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Islam, Katolik, Kristen, Hindhu, Budha, Konghucu, dan aliran kepercayaan.  Tidak ada Indonesia kalau tidak ada Tionghoa, Jawa, Sunda,  Madura, Dayak, dan lainnya.  Semua warga negara Indonesia wajib menjaga NKRI,” kata Ketua Densus 99 Banser NU GP Ansor, Habib Nuruzzaman dalam seminar nasional Pemilu 2019: Merajut Kebhinekaan dalam Pesta Demokrasi, Selasa (18/9/2018), di Pendapi Gede Balaikota Surakarta.  Seminar ini dimoderatori Adriana Grahani F, dari Fakultas Hukum UNS Surakarta.

Dikatakan Habib Nuruzzaman, pemuda NU memiliki semangat yang tinggi dalam mempertahankan NKRI. Setiap rongrongan terhadap Negara Indonesia akan dilawan. Tentu saja, dengan GP Ansor mengutamakan dialog terlebih dahulu. Namun, jika tidak mau dan tetap merongrong Indonesia akan terus dilawan.

Pembiacara lainnya, Dr Isharyanto SH Mhum, dosen FH UNS, Peergroup PeKHAM UNS, mengkritik tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI yang harusnya mewakili wilayah, tetapi sekarang malah didominasi pengurus partai politik. DPD RI anggotanya merupakan perwakilan dari Provinsi.

“Seharusnya, DPD tidak boleh merupakan perwakilan politik,” kata Isharyanto.

Tentang kebhinekaan di Indonesia, menurut Isharyanto, kemajemukan, sebagai ideologi peradaban. Pentingnya kemajemukan, sebagai modal yang besar untuk meneruskan NKRI.

“Pergerakan elemen bangsa harus aktif berjuang mewujudkan tentang kebhinekaan Indonesia. Tongkat estafet harus kita berikan ke generasi berikutnya. Kemajemukan kekuatan kita. Warisan berharga yang akan kita berikan pada generasi mendatang,” katanya.

Harry Tjan Silalahi, Ketua Pembina Yayasan CSIS, mengaku salut dengan sukses Asian Games. Melalui peristiwa ini, sebagia simbol kebhinekaan Indonesia. Betapa tidak, para atlet, penonton, dan warga Indonesia sudah tidak membeda-bedakan lagi, siapa atlet yang Islam, yang Nasrani, atau lainnya. Semua bersatu demi kejayaan Asian Games.

“Walau berbeda agama, tidak menjadi masalah. Indonesia yang bhinneka merupakan kodrat. Soal toleransi antar umat beragama, di Indonesia maupun di Malaysia sama, dan harus seiring sejalan,” kata Harry Tjan Silalahi.

Walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo sebelum membuka acara berbicara tentang program 3WMP bagi kota Surakarta, waras yang artinya sehat, wasis berarti berpendidikan, wareg arinya kenyang, mapan, dan papan tempat tinggal.

Ketua panitia, Sumartono Hadinoto, Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS),  menyatakan tujuan seminar nasional ini untuk menyongsong tahun politik.

“Harapannya berjalan aman dan lancar. Agar kita lebih bijak dalam menyikapi pemilu 2019,” kata Sumartono Hadinoto.

Prof Dr Ir Darsono MSi, wakil Rektor UNS Surakarta, menyatakan komponen utama masyarakat Surakarta semua hadir dalam seminar ini.

“Semoga memberikan hikmah dan pencerahan yang baik,” katanya.

Yang membanggakan, para siswa  dari berbagai sekolah di Surakarta turut hadir. Mereka merupakan generasi milenial penerus estafet kepemimpinan negeri ini.

COSMAS