Wayang Beber Sekadar Asesori Budaya Global
Solo, Poskita.co
Wayang beber sekadar aksesori budaya, terbukti hanya berkembang di komunitas dan penggiat budaya dalam dan luar negeri.
Demikian inti sari Sarasehan dan Pameran Wayang Beber Lintas Generasi yang digelar di Galeri Taman Budaya Jawa Tengahdengan pembicara Ki Demang Edi Sulistiono, SSn MHum dan Faris Wibisono, (wayang Beber Tani Wonogiri) dimoderatori oleh ST Wiyono, Senin (20/11/2017).
Menurut Ki Demang Edi, semenjak wayang mendapat pengakuan dunia pada 7 Nopember 2004, dalam literatur dicatat bahwa wayang sebagai tontonan telah ada sejak jaman Airlangga di Medang pada abad 11, disusul lahirnya wayang beber era abad 14 pada akhir Majapahit.
“Pertama kali gagasan wayang beber dari Prb Brawijaya V atau Prb Bratana yg memerintahkan putranya bernama Sungging Prabangkara untuk melukis cerita Panji di atas kertas Jawa terbuat dari pohon daluwang, kemudian dipelihara dalam gulungan-gulungan dan dibagi setiap adegan yang disebut jagong,” ujar Ki Demang Edi. Dikatakan Ki Demang Edi, wayang beber mewarnai kehidupan sosial budaya bahkan politik di masing-masing dekade jaman, misal wayang beber pernah ditanggap Ki Ageng Pengging. Kebo Kenanga saat kelahiran putranya di era politik yang sangat panas, ketika petinggi Pengging akan dieksekusi mati oleh Sunan Kudus sebagai menteri pertahanan Demak saat itu. Sebagai peringatan kelahiran itu, ki Ageng Pengging memberi nama putranya Karebet karena lahir setelah nanggap wayang beber.
Sangat menarik lima tahun terakhir ini guratan sungging menjadi perbincangan di dalam wacana kunjungan wisata. Dijelaskan Ki Demang Edi, pada perkembangan wayang beber sebagai cinderamata, batik, cover, kaos, dan lain-lain. Lebih aneh lagi, fenomena lukis beber yang sesungguhnya telah lama termarginalkan dari perform wayang ini ditampilkan dengan berbagai ragam.
“Wayang beber tampaknya sekadar menjadi asesori fenomena budaya di Solo dan sekitarnya, terbatas bagi komunitas penggemar yang lebih banyak para penggiat budaya dalam dan luar negeri. Wayang beber sekadar sebagai pengindah suasana kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik, bukan sebagai kebutuhan pokok yang berkaitan dengan sugesti ideologi masyarakat Jawa era sekarang,” ucap Ki Demang Edi.
Sementara menurut Faris, wayang beber pada jamannya merupakan suatu pagelaran yang canggih karena gambaran pada masa kini, seperti televisi dan lainnya, tapi dia tidak akan membicarakan jaman dahulu. Saat ini mengembangkan/hanya menceritakan wayang pada cerita tentang kehidupan petani.
Foto: Aryadi
Penulis: Aryadi
Editor: cosmas