Ratusan Warga Desa Mliwis Lereng Merapi Sadranan Haul Mbah Nyai Blora

Spread the love

Ratusan warga Desa Mliwis doa bersama di tanah lapang sekitar tanah makam leluhur.  

BOYOLALI, SUARASOLO.id– Warga lereng Gunung Merapi, Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, Boyolali, kembali menggelar tradisi turun-temurun berupa peringatan Sadranan yang bertepatan dengan haul Mbah Nyai Blora, istri pendiri Kabupaten Blora. Tradisi yang berlangsung pada Jumat (03/10/2025) ini dihadiri ratusan warga dengan penuh kekhidmatan.

Pantauan di lokasi, sejak pagi masyarakat berbondong-bondong menuju tanah lapang di sekitar makam leluhur. Mereka membawa tenong berisi aneka hidangan, mulai dari nasi dengan lauk-pauk, ingkung ayam, makanan kecil, hingga buah-buahan. Hidangan tersebut nantinya disantap bersama setelah rangkaian doa selesai.

Acara diawali dengan dzikir, tahlil, dan doa bersama. Dalam doa itu, masyarakat memohon keselamatan serta kesejahteraan, tidak hanya untuk keluarga dan desa setempat, tetapi juga untuk bangsa Indonesia agar senantiasa aman, tentram, dan dijauhkan dari segala musibah. Seusai doa dan sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan makan bersama yang diwarnai suasana penuh keakraban.

Tokoh masyarakat Desa Mliwis, Muhamad Hanafi, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan warisan leluhur yang terus dijaga hingga sekarang. “Tradisi ini dilakukan dekat dengan makam Mbah Nyai Blora. Beliau adalah istri Senopati Mataram, Tumenggung Suro Bahu atau Pangeran Pojok atau Sayyid Abdurrohim, yang hidup di era Sultan Agung Mataram. Pangeran Pojok merupakan tokoh yang mendapat tugas khusus menaklukkan Adipati Tuban yang belum tunduk pada kekuasaan Sultan Agung,” terangnya.

Menurut Hanafi, Sadranan menjadi bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas rejeki yang melimpah, sekaligus penghormatan kepada pendiri kampung. “Kita bersyukur diberikan rejeki yang melimpah dan berterima kasih kepada pendiri kampung ini,” ujarnya.

Ketua panitia, Mardi Utomo, menegaskan bahwa Sadranan bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga sarana menjaga warisan budaya. “Kami berharap tradisi ini tetap dilestarikan agar generasi muda bisa meneruskan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur,” katanya.

Sementara itu, pengelola makam, Muhamad Tohir Suwarno, menuturkan bahwa haul Mbah Nyai Blora menjadi momentum penting bagi warga untuk bermunajat kepada Tuhan. “Dengan acara Sadranan dan haul Mbah Putri ini, semoga masyarakat senantiasa diberikan keselamatan, kesehatan, rejeki yang penuh barokah, serta negara kita tetap aman dan nyaman,” ungkapnya.

Tradisi Sadranan yang digelar di Desa Mliwis ini bukan hanya menjadi simbol penghormatan kepada leluhur, tetapi juga bukti bahwa nilai-nilai kearifan lokal masih dijunjung tinggi oleh masyarakat lereng Merapi. Di tengah arus modernisasi, Sadranan tetap bertahan sebagai warisan budaya yang menyatukan warga dalam suasana kebersamaan, rasa syukur, dan doa bagi keselamatan bangsa.

Gun/*