Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Dasar: Fondasi Karakter Bangsa
Oleh: Faizatul Ma’rifah
Mahasiswa Magister Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
Di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, tantangan pendidikan di Indonesia bukan hanya mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat. Salah satu fondasi penting dalam pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti. Bukan hal baru dalam dunia pendidikan Indonesia, budi pekerti telah menjadi roh utama pendidikan sejak zaman Ki Hajar Dewantara, tokoh besar yang mendasari arah pendidikan nasional kita.
Pendidikan budi pekerti tidak sekadar mengajarkan anak-anak untuk menjadi sopan atau patuh, melainkan membentuk kepribadian yang utuh: memiliki akal sehat, hati nurani, serta perilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa. Maka tak heran, jika pendidikan budi pekerti kembali mendapat perhatian dalam upaya penguatan karakter peserta didik, terutama di jenjang sekolah dasar.
Apa Itu Pendidikan Budi Pekerti?
Pendidikan budi pekerti adalah proses pendidikan yang bertujuan untuk membentuk watak, moral, dan perilaku peserta didik. Kata “budi” merujuk pada akal, sedangkan “pekerti” menunjuk pada perilaku. Maka, pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan yang menyelaraskan antara pikiran, hati, dan tindakan. Artinya, anak tidak hanya tahu mana yang benar dan salah, tetapi juga terdorong untuk memilih yang baik serta mampu mewujudkannya dalam tindakan nyata.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Itu berarti pendidikan bukan sebatas alat untuk mencetak tenaga kerja atau lulusan ber-IP tinggi, tapi lebih dalam: membentuk manusia seutuhnya yang bermartabat dan bermanfaat bagi lingkungannya.
Prinsip Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan Karakter
Ki Hajar Dewantara terkenal dengan semboyannya yang menjadi ruh dan dasar filosofi pendidikan nasional Indonesia, yaitu Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani. Semboyan ini menggambarkan peran pendidik dalam proses belajar yang holistik. Ing ngarso sung tulodo berarti bahwa seorang guru atau pemimpin harus menjadi teladan ketika berada di depan, menunjukkan sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang patut ditiru oleh peserta didik. Ing madya mangun karso mengandung makna bahwa ketika berada di tengah-tengah siswa, pendidik harus mampu membangkitkan semangat dan motivasi belajar. Sedangkan Tut wuri handayani berarti ketika berada di belakang, guru memberikan dorongan dan kepercayaan agar siswa dapat mandiri dan berkembang sesuai potensinya. Ketiga prinsip ini menekankan pendekatan pendidikan yang humanis, partisipatif, dan membangun karakter, bukan sekadar mengajarkan pengetahuan.Tiga prinsip ini tidak hanya berlaku bagi guru, tetapi juga orang tua dan siapa pun yang terlibat dalam dunia pendidikan. Menjadi teladan adalah kunci utama dalam pendidikan karakteranak-anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar.
Ajaran Ki Hajar juga menekankan bahwa pendidikan harus sesuai dengan kodrat anak. Artinya, anak tidak boleh dipaksa untuk menjadi sesuatu di luar potensinya, tetapi perlu diarahkan agar berkembang secara alami dengan cara yang memerdekakan, bukan mengekang. Pendidikan juga harus menumbuhkan rasa cinta tanah air, solidaritas sosial, dan rasa kemanusiaan, yang semuanya merupakan inti dari budi pekerti.
Penerapan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Dasar
Sekolah dasar merupakan fase penting dalam pembentukan karakter anak. Pada usia ini, anak berada dalam tahap perkembangan moral yang sangat pesat, sehingga pendidikan budi pekerti perlu ditanamkan sejak awal. Penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan yang saling melengkapi. Pertama, melalui integrasi nilai dalam pembelajaran. Nilai-nilai seperti kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab bisa disisipkan dalam mata pelajaran seperti PPKn, Bahasa Indonesia, maupun pelajaran tematik. Sebagai contoh, saat membaca cerita fabel, guru dapat mengajak siswa berdiskusi tentang pesan moral yang terkandung dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, melalui pembiasaan positif yang dilakukan setiap hari, seperti memberi salam, antre dengan tertib, membuang sampah pada tempatnya, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, serta menghormati guru dan teman. Pembiasaan ini secara konsisten akan membentuk karakter anak dalam jangka panjang.
Ketiga, melalui budaya sekolah yang mendukung pengembangan nilai moral. Sekolah sebagai ekosistem pendidikan harus menciptakan lingkungan yang menumbuhkan nilai-nilai seperti keadilan, kepedulian, dan kesantunan. Semua warga sekolah baik guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan harus menjadi teladan dalam sikap dan perilaku, misalnya melalui komunikasi yang sopan dan penanganan konflik yang bijak. Keempat, melalui kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung penguatan karakter. Aktivitas seperti pramuka, kerja bakti, pentas seni, atau proyek sosial memberikan ruang bagi siswa untuk belajar nilai gotong royong, tanggung jawab, dan kepedulian sosial secara langsung melalui pengalaman nyata.
Kelima, dan tak kalah penting, adalah kolaborasi dengan orang tua dan masyarakat. Pendidikan budi pekerti tidak cukup jika hanya dilakukan di lingkungan sekolah. Orang tua memiliki peran besar dalam memperkuat pembiasaan di rumah, sementara masyarakat berfungsi sebagai ruang praktik nyata bagi anak dalam bersosialisasi dan menerapkan nilai-nilai yang telah dipelajari. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial agar pendidikan karakter benar-benar terinternalisasi dalam kehidupan anak sehari-hari.
Manfaat Pendidikan Budi Pekerti bagi Siswa
Pendidikan budi pekerti memberikan dampak yang luar biasa dalam perkembangan anak, baik dari segi kepribadian, sosial, maupun akademik. Melalui pendidikan ini, anak-anak dibentuk menjadi pribadi yang jujur, santun, dan bertanggung jawab dalam berbagai situasi. Selain itu, kedisiplinan dan motivasi belajar mereka pun meningkat karena terbiasa dengan nilai-nilai positif yang diajarkan dan dipraktikkan setiap hari. Pendidikan budi pekerti juga mengembangkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama, yang sangat penting dalam membangun hubungan sosial yang sehat. Anak-anak belajar untuk bersikap adil, toleran, dan menghargai perbedaan merupakan nilai-nilai yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang majemuk. Selain itu, mereka dilatih untuk mengambil keputusan yang tepat dalam berbagai situasi sosial, berdasarkan pertimbangan moral dan akal sehat. Anak-anak yang terbiasa hidup dengan nilai-nilai budi pekerti akan tumbuh menjadi individu yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan dengan bijak dan bermoral. Mereka tidak hanya akan meraih kesuksesan secara akademik, tetapi juga menjadi manusia yang berkontribusi positif dalam masyarakat dan membawa perubahan yang membangun di lingkungannya.
Pendidikan Karakter adalah Tugas Bersama
Pendidikan budi pekerti adalah fondasi utama dalam membentuk manusia seutuhnya. Di sekolah dasar, pendidikan karakter dapat ditanamkan melalui pembelajaran, pembiasaan, teladan, dan budaya sekolah yang mendukung. Prinsip-prinsip Ki Hajar Dewantara menjadi kompas moral yang terus relevan dalam dunia pendidikan hingga hari ini. Pendidikan karakter tidak bisa dijalankan oleh sekolah saja. Semua pihak baik guru, orang tua, masyarakat, dan pemerintah harus saling bersinergi. Pemerintah dapat mendukung melalui pelatihan guru, kebijakan kurikulum yang ramah karakter, dan penyediaan fasilitas yang mendukung pembelajaran nilai. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan generasi emas Indonesia yang tak hanya cerdas pikirannya, tetapi juga bersinar budi pekertinya.**
editor: Cosmas