Bagi Pieters Hans Ficktor, Olahraga Boccia Jadi Penolong, Terapi, hingga Obat Kesepian
SOLO,POSKITA.co – Pieters Hans Ficktor Warikar tersenyum saat mendapat sorak-sorai dari penonton saat bertanding melawan atlet elite boccia Muhammad Bintang Satria Herlangga dalam ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVII Solo 2024 di GOR Fakultas Keolahragaan (FKOR) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) di kawasan Manahan, Senin, 7 Oktober 2034.
Atlet boccia belia berusia 12 tahun tersebut datang dari ujung Indonesia, tepatnya dari Kota Manokwari, Papua Barat. Peparnas XVII Solo 2024 merupakan kejuaraan nasional pertamanya sejak dikenalkan dengan olahraga boccia enam bulan lalu oleh sang ayah.
“Awalnya saya kenalkan dia olahraga boccia ini dari enam bulan yang lalu, karena ada event ini saya persiapkan dia untuk ikut, lalu dari NPC Papua Barat menunjuk saya sebagai manajer tim, terlibat langsung dalam tim dan juga sebagai orang tua biar lebih paham keperluan mereka,” ucap ayah Pieters, Yerris Fernando Warikar.
Motif utama Yerris memperkenalkan olahraga boccia kepada Pieters adalah sebagai bagian dari terapi, agar dapat meningkatkan kemampuan motorik dan daya berpikir.
“Awal mulanya kami di Papua Barat itu baru mengenal boccia kemarin di event PEPARNAS Papua 2021, anak saya belum ikut, lalu baru yang ke Solo ini ikut. Saya merasa tertarik dengan olahraga boccia, karena ini olahraga yang sangat membantu daya berpikir dan konsentrasi mereka lebih meningkat, khususnya bagi Cerebral Palsy yang mengalami gangguan motorik seperti Pieters,” imbuh Yerris
Buah Ketekunan
Yerris menceritakan awal mula Pieters menjalani latihan boccia di Manokwari, tidak bisa memegang maupun melempar bola. Tangannya tak cukup kuat mengangkat bola boccia. Namun karena hampir setiap hari melihat atlet lain berlatih, timbul semangat dan keinginan dari Pieters untuk bisa bermain, dan akhirnya ia mampu melempar bola dengan teknik lengan atas yang mengharuskannya mengangkat bola lebih dulu.
Tak hanya sang ayah, ibu Pieters bernama Sintia Iwanggin juga datang ke Solo mendampingi sang putra. Sintia sempat tak kuasa menahan haru saat melihat anaknya bertanding. Sambutan dan dukungan suporter membuatnya merinding.
“Sempat kita berpikir bahwa karena kondisinya begini (Cerebral Palcy) takut dia lelah akhirnya khawatir, tapi ya rencana tuhan tidak ada yang tahu, tadi saya sempat nonton tapi saya harus keluar, saya lihat pas selesai kenapa anak saya di kasih dukungan suporter yang banyak. Saya terharu, mau menangis,” ucap Sintia dengan mata berkaca-kaca.
Olahraga boccia ternyata membawa manfaat yang sangat besar bagi Pieters. Ibunya menyebut bahwa olahraga ini sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anaknya, hingga menjadi atlet untuk mewakili provinsi Papua Barat.
Olahraga ini jadi terapi bagi Pieters, Dia menjadi anak yang lebih ceria, tadinya termenung, sering diam di rumah saja, tetapi setelah kenal dengan boccia dia jadi ceria, semangat lagi dan percaya diri, lanjut Sintia. (Peparnas XVII)