Guru BK Bukan Momok, Tapi Sahabat Murid

Spread the love


Oleh: Mulyani, S.Pd
SDN 01 Tlobo

Ketika mendengar kata guru BK, yang terlintas pertama kali di benak kita adalah galak, marah-marah, menghukum, merazia, polisi sekolah. Banyak murid yang beranggapan guru BK sebagai momok yang ditakuti di sekolah. Karena kebanyakan yang terjadi di lapangan, guru BK hanya menangani murid yang bermasalah saja seperti murid yang sering bolos, bertengkar, terlambat, melanggar aturan, dan sebagainya. Oleh karena itu, guru BK akan memberikan hukuman atau bahkan skorsing sebagai efek jera bagi murid agar tidak mengulangi perbuatan salah tersebut, sehingga muncul statement guru BK adalah polisi sekolah.
Banyak murid bahkan orangtua menghindari bertemu atau mendapat panggilan guru BK. Mereka memiliki stigma negatif bahwa guru BK itu selalu menghukum, galak, suka marah-marah, pasti ada masalah, dan sebagainya.
Guru Bimbingan Konseling (BK) adalah seorang tenaga profesional yang memberikan layanan bimbingan dan konseling pada murid. Guru BK memiliki peranan yang sangat penting dengan implementasi Kurikulum Merdeka. Di Kurikulum Merdeka guru BK tidak hanya bertugas membantu murid dalam menyelesaikan permasalahan saja, tapi juga berperan sebagai koordinator dalam mewujudkan kesejahteraan psikologis murid (student wellbeing). Selain itu, guru BK bertugas untuk memberikan berbagai layanan bimbingan dan konseling. Mulai dari bimbingan dan konseling bidang layanan pribadi, belajar, sosial, hingga karir. Guru BK sebagai wadah sharing para murid tentang masalah yang sedang mereka alami. Dengan kata lain, guru BK sebagai teman curhat dan sahabat murid dan memberikan arahan dan dukungan pada murid dalam layanan konsultasi.
Dalam melakukan layanan kepada muridnya, seorang guru BK perlu menjalin hubungan yang baik, hangat dan menyenangkan dengan murid sehingga setelah murid merasa nyaman, dia akan curhat secara terbuka tentang permasalahan yang sedang dihadapinya.
Sayangnya, dalam praktek di sekolah tidak semua guru BK menjalankan perannya dengan baik. Beberapa guru BK kurang ramah, judes, galak, dan tidak bersahabat saat memberikan layangan dan bimbingan konseling. Mereka menangani anak yang kurang kedisiplin dengan cara lama, dengan menyalahkan murid, membuat murid merasa bersalah, memarahi, membentak-bentak murid bahkan memberi hukuman kepada murid tanpa mencari tahu alasan kenapa murid tersebut tidak disiplin.
Disinilah pemahaman guru tentang 5 kebutuhan dasar manusia, 5 posisi kontrol guru dan segitiga restitusi berperan. Ketika seorang pendidik, terlebih guru BK memahami konsep tentang 5 kebutuhan dasar manusia, yaitu bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun) dan kekuasaan (power) maka saat ada murid yang melanggar aturan di sekolah, langkah pertama yang dilakukan guru adalah melakukan pendekatan, mengajak ngobrol murid, mencari tahu kebutuhan dasar apa yang belum terpenuhi sehingga bisa bersama-sama mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan dasar murid yang belum terpenuhi dengan cara positif.
Jika guru BK meninggalkan cara lama (marah-marah, membentak, menghukum) untuk menangani murid yang “bermasalah” maka stigma buruk tentang guru BK bisa memudar dan hilang, dan tentu murid juga akan memberikan timbal balik positif dan tidak menganggap guru BK sebagai momok di sekolah.
Bimbingan dan konseling adalah upaya dalam memberikan pelayanan bantuan kepada anak didik agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal. Pelayanan bantuan ini bisa dilakukan kepada anak didik secara perorangan atau kelompok. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka membantu anak didik dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan merencanakan kehidupan yang lebih baik di masa depan (Azzet, 2013: 10).
Farozin (2007: 23) menjelaskan bahwa sikap, nilai dan kepribadian konselor sangat mempengaruhi kelancaran pencapaian hasil pemberian layanan bimbingan dan konseling. Karakteristik kepribadian konselor yang diharapkan antara lain bertanggung jawab, mampu menjadi teladan, mengutamakan konseli, memiliki etik yang kuat, cerdas, empatik, matang atau stabil emosinya, energik, objektif atau jujur, toleran, memahami kelebihan dan kelemahan sendiri, ramah, sopan, mudah bergaul, motivator, berpandangan positif terhadap orang lain, sehat jasmani dan rohani, peka, memahami adanya perbedaan nilai dan budaya, bersedia mengakui kesalahan, terbuka untuk perubahan, pemaaf, sabar, ikhlas, dapat dipercaya, dapat memahami konseli, pengetahuan luas, teliti, bijaksana dan beragama (menjalankan ajaran agama yang dianut)
Dengan memahami perannya dan memiliki kharakteristik kepribadian sebagai konselor, maka stigma buruk guru BK akan memudar dan guru BK akan menjadi sahabat yang menjadi tempat curhat para murid di sekolah. ***

Editor: Cosmas