Membudayakan Disiplin Tanpa Harus Menghukum untuk Mencapai Student Wellbeing

Spread the love


Oleh: Marjito
Kepala SD N 01 Jatiwarno Jatipuro
Guru Penggerak Angkatan 4 Kabupaten Karanganyar

Seorang pedidik memegang peranan yang sangat krusial dalam proses pembelajaran. Kepiawean seorang pendidik dalam mengemas dan membuat scenario pembelajaran sangat berpengaruh dalam kwalitas pembelajaran yang di laksanakan. Sebagai tenaga professional seorang pendidik memang dituntut memiliki kompetensi yang memadahi dalam mengemban tugasnya dalam dunia pendidikan. Setidaknya ada empat kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik yaitu kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi social.
Disamping kempat kompetensi tersebut, dalam upaya meningkatkan kwalitas proses pembelajaran, seorang pendidik juga harus mampu mengajarkan, menegakkan, dan sekaligus membudayakan budaya positif disiplin. Ada beberapa pendekatan dalam menegakkan disiplin diantaranya dengan pendekatan hukumam, konsekwensi, dan restitusi. Ketiganya memiliki karakteristik dan efek yang berbeda. Hukuman terkesan kaku dan berpotensi melukai baik fisik maupun psykis, karena guru biasanya memberikan hukuman sesuai dengan apa yang dipikirkanya, dan meyakini hanya ada satu cara untuk menegakkan disiplin yaitu cara dia.
Konsekwensi adalah pendekatan dalam menegakkan disiplin yang lebih terasa soft jika disbanding dengan hukuman, karena konsekwensi diawalai dengan membangun kesepakatan bersama, Kesepakatan bersama tersebut sering diwujudkan dengan kesepakatan kelas. Dalam kesepakatan kelas setiap anggota kelas dan guru membuat poin poin kesepakatanm dan bisa dituangkan dalam bentuk tulisan kemudian ditempel di dinding kelas.
Sedangkan Restitusi adalah bermakna belajar dari Kesalahan “murid perlu bertanggungjawab atas kesalahan atau perbuatan yang mereka lakukan, sebagai contoh ketika mereka datang terlambat ke sekolah. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi membantu murid untuk merasa lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya ketika telah melakukan kesalahan. Tujuan utamanya bukanlah untuk bertindak atau berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, tetapi tujuan utamanya adalah adalah menjadikan murid untuk bisa menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.
Di sekolah atau dalam kegiatan pembelajaran restitusi berpeluang mampu memecahkan masalah murid. Hal ini disebabkan karena restitusi memiliki karakteristik sebagai berikut, restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun bagaimana memaknai kesalahan sebagai suatu pembelajaran . Restitusi adalah tawaran bukan paksaan. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan. Restitusi fokus pada karakter bukan pada tindakan. Restitusi fokus pada solusi Restitusi mengembalikan siswa yang berbuat salah pada kelompoknya.

Sedangkan langkah langkah restitusi terdiri dari ,menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Langkah langkah tersebut di digambarkan dalam bentuk segitiga restitusi di bawah ini:

Hal berikutnya ang perlu di pahami oleh guru adalah posisi kontol seorang guru dalam menegakkan kedisiplinan. Posisi control adalah posisi dimana guru menempatkan diri dalam memimpin kegiatan pembelajaran. Posisi control ini erat kaitanya dengan penerapan disiplin dalam pembelajaran, hal ini penting karena disiplin merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam belajar. Namun demikian dalam menegakkan disiplin di dalam kelas terkadang tanpa disadari menggoreskan hal yang kurang baik pada diri anak didik.
Senada dengan hal ini, Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) menjelaskan bahwa seorang guru perlu meninjau ulang penerapan disiplin di dalam proses pembelajaran selama ini. Apakah penerapan disiplin tersebut sudah efektif, apakah sudah berorientasi untuk memerdekakan serta memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian penelitian dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen menyimpulkan ada lima posisi kontrol yang bisa diterapkan oleh seorang guru, orang tua ataupun seorang atasan dalam melakukan kontrol. Lima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer.
Posisi control yang pertama adalah penghukum. Pada posisi ini guru menjadi seorang penghukum. Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman baik berupa hukuman fisik maupun hukuman verbal. Seorang guru yang memposisikan diri sebagai penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah atau juga kelas memerlukan sistem atau alat yang dapat menekan murid-murid lebih dalam lagi. Para guru yang menerapkan posisi sebagai penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!”, “Kamu selalu saja salah!”, “Selalu, dan sejenisnya. Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara yang dia yakini saja.
Posisi kontrol berikutnya adalah pembuat orang merasa bersalah. Pada posisi ini seorang guru akan berbicara dengan lebih lembut. Posisi pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa galau, tidak nyaman, bersalah, dan juga rendah diri. Kalimat- kalimat yang sering keluar dengan lembut diantaranya:“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”, “Berapa kali lagi bapak harus memberitahu kamu ya?”, “Bagaimana coba, jika orang tua kalian tahu kamu berbuat seperti ini?” dan semacamnya. Di posisi ini murid akan memiliki penilaian yang buruk terhadap diri mereka sendiri, mereka merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya seperti orang tua mereka.
Teman adalah posisi control berikutnya, pada posisi ini guru tidak akan menyakiti murid baik secara fisik maupun psykis, namun akan tetap berupaya mengontrol murid secara persuasif. Posisi control sebagai teman pada guru memiliki sisi positif maupun negatif. Sisi positif di sini adalah berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi control sebagai teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi muridnya. Hal negatif dari posisi control sebagai teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak memberikan bantuan maka murid akan merasa kecewa. Hal lain yang mungkin muncul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu saja karena perbedaan tingkat kenyamanan berteman dengan guru satu dan lainya. Murid akan tergantung pada salah satu guru yang dia anggap sebagai the best friend.
Posisi kontrol berikutnya adalah sebagai monitor atau pemantau. Memonitor atau memantau dapat diartikan sebagai kegiatan mengawasi. Posisi pemantau berdasar pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Pada saat mengawasi tentu guru bertanggung jawab atas perilaku peserta didik yang diawasi. Sebagai seseorang yang menjalankan posisi sebagai pemantau, pertanyaan yang sering diajukan oleh seorang guru diantaranya “Peraturannya apa?”, “Apa yang telah kamu lakukan?”, “Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Posisi kontrol yang terakhir adalah manajer, yang berarti di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid muridnya, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Namun bila seorang guru menginginkan murid-muridnya menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang sudah di jelaskan di awal, sehingga dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri., dan perlu disadari tujuan akhir dari posisi posisi control yang dijelaskan di awal adalah seorang guru pencapaian posisi Manajer ini, dimana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat mewujudkan lingkungan belajar yang positif, nyaman, dan aman.
Dengan memperhatikan urain di atas tentu kita sebagai guru memiliki alternative pendekatan dalam usaha membudayakan dan mengakkan kedisiplinan baik di kelas maupun di sekolah. Menegakkan disiplin dengan hukuman dapat kita hindari, karena hukuman tentu berpotensi meninggalkan luka baik fisik, maupun psykis. Mari kita wujudkan Student wellbeing, murid selamat dan bahagia.

Terimakasih
“Salam guru penggerak, merdeka belajar, guru bergerak, Indonesia maju”

editor:cosmas