Kepiluan Pendidikan Pedalaman Kalimantan

Spread the love

(Refleksi Hari Guru 2022)

Penulis: Johan Wahyudi

Jam menunjukkan angka 9. Matahari sudah menampakkan diri. Terasa hangat di tengah pedalaman Kalimantan Utara. Tepatnya di Desa Fe’Milau Kecamatan Krayan Tengah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.

Anak-anak mulai berdatangan ke pondok biru. Tempat latihan. Ada yang jalan kaki, numpang motor, atau naik truk proyek. Wajahnya mengguratkan semangat yang luar biasa. Mereka adalah para murid SMP Negeri 1 Krayan Tengah.

Mereka tidur di rumah kepala desa. Makan dan tidur seadanya. Jadi, mereka tidak pulang ke rumahnya. Sangat berbahaya di tengah hutan belantara. Orang tuanya mengantar mereka pada Minggu siang dan menjemputnya Sabtu siang. Sepekan mereka menumpang di rumah Pak Kades.

Tidak ada listrik 24 jam. Hanya ada diesel yang dinyalakan malam hari.
Tidak ada sinyal internet. Jadi, mereka terisolir dari dunia luar.
Gula pasir sekilo harganya 50 ribu.
Pertalite seliter harganya 21 ribu.
Gas ukuran 15 kg harganya 1,5 juta.
Gorengan per biji harganya 5000.

Itu belum termasuk bahan bangunan, pakaian, hingga kendaraan. Di pedalaman Krayan Tengah Nujuk Nunukan Kalimantan Utara, semuanya serba mahal. Bahkan, kondisi itu bisa makin parah bila cuaca sedang buruk. Artinya, pesawat yang membawa kebutuhan pokok itu tidak berani terbang.

Ya, semua barang itu teramat sangat mahal karena harus dikirim dengan pesawat. Biaya kirimnya 21000/ kilo. Jadi, bila harga gula di kota 20000/ kilo + ongkir 21000 = 42000/ kilo. Pedagang ambil untung 8000. Maka, jadilah harganya 50000/ kilo.

Namun, di balik semua itu, jangan tanya semangat belajar anak-anak itu. Mereka sangat gemar membaca buku. Sangat cepat menguasai materi yang diajarkan mentor. Sangat pemberani bila diberikan kesempatan. Benar-benar mereka adalah generasi yang amat kuat dan cerdas.

Keterbatasan di pedalaman telah menempa mereka. Semua kesulitan itu dinikmati sebagai menu saban hari. Pantang bagi mereka mengeluh. Alam telah mengajarkan bagaimana bertahan hidup. Inilah yang membuat mereka menjadi pribadi tangguh.

Sepekan bersama mereka telah menampar muka. Kurang bersyukur dengan segala kemudahan di kota. Sering terlambat mengajar anak-anak di kelas. Malas membaca buku. Bergaya hidup sosialita dengan gadget terbaru. Ah, tak mungkin ada guru Indonesia yang begitu….

Cos/*