132th Radya Pustaka, Putar Gendhing dan Pagelaran Wayang Gedhog

Spread the love

Solo, Poskita.co – Museum Radya Pustaka menggelar acara kesenian pagelaran karawitan dan wayang gedhog dalam rangka Mangayu Bagya 132th Museum Radya Pustaka dengan tagline ‘Peradaban masa silam menginspirasi masa kini dan nanti’,pada 28 Oktober 2022 lalu.

Dalam pers release yang diterima Poskita.co Kamis (10/11/2022),
Pagelaran dimulai pada pukul 19.00 WIB di pelataran Museum Radya Pustaka diawali dengan Umbul Donga bersama dengan sinopsis Tulak panggul anasir tanah, api, air, dan angin. Eksistensi manusia yang pada hakikatnya menuju pemudaran menuju kesejatian hidup sejati alam klanggenan dan kasunyatan. Namun gemerlapnya dunia acap kali melalaikan arah yang harus dituju. Hayuo mangan kalamun durung wuruh rasane kang pinangan hayuo lumaku lamun durung wuruh parane kang tinuju. Golek geni adidamar ame banyu apikulan warih sakihing memolo datan tumomo tulak tanggul dadio sarono hanggayuh kasunyatan sangkan paraning dumadi. Setelah umbul donga dilakukan dilanjutkan pemotongan tumpeng yang diiringi Lancaran Museumku laras pelog ciptaan sanggar wiratama khusus untuk perayaan ulang tahun Museum Radya Pustaka yang ke 132 tahun.
Dilanjutkan dengan konser Gendhing-gendhing kepatihan yang banyak jenis yaitu gendhing oranyenasau termuat dalam naskah pelog 6 ladrangan komposisi gendhing ladrang dan ketawang dalam laras pelog pathet 6. gendhing tersebut ditulis pada masa patih dalem sosrodiningrang ke IV dilanjutkan dengan konser beberapa gendhing lainnya. Acara mangayu bagya ditutup dengan pagelaran wayang gedhog dengan lakon ‘Jayengsari Ngrenaswara oleh Ki Rudy Wiratama, S. IP., M.A.

Sinopsis Jayengsari Ngrenaswara adalah sebuah gubahan dari lakon wayang Gedhog klasik gaya Surakarta atau Angrenaswara yang pernah populer pada abad ke 14 – awal abad 20 di lingkungan keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran merupakan kelanjutan kisah panji Anggraini dimana kisah cinta segitiga dengan Sekartaji berujung getir karena dipisahkan takdir namun itu bukanlah akhir dari segalanya. Jayengsari Ngrenaswara menjadi cermin bagaimana anak anak manusia berusaha menggapai mimpi mimpi walaupun serangkaian tantangan dan dilema harus dilalui dengan tegar juga menjadi gambaran bagaimana diri kita harus berjuang untuk bisa berdamai dengan masa lalu.

Kepala UPT Museum Kota Surakarta Luthfi Khamid mengatakan momen memperingati HUT Radya Pustaka menjadi ajang introspeksi diri apakah pelayanan museum tertua ini sudah sesuai dengan perkembangan jaman dan memuaskan pengunjung.

“Saya berharap pagelaran ini tidak hanya sekedar menjadi tontonan namun juga menjadi tuntunan untuk masyarakat,” ujar Lutfi.

Kesenian yang ditampilkan dalam memperingati 132 tahun museum radya pustaka berlangsung secara meriah tak hanya untuk menghibur tamu undangan maupun masyarakat umum, namun juga menjadi sarana edukasi dari nilai nilai yang bisa diambil dari pertunjukan yang ada.

penulis: Prajna Paramitha

editor: cosmas