Strategi Pedagogi ‘Gamifikasi’ dalam Pembelajaran Berbicara Bahasa Inggris
Oleh: Rudy Umardani, S.Pd
Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri Terpadu Unggulan 1 Tana Tidung
Pendidikan sebagai salah satu dimensi dasar pembangunan manusia jangka panjang merupakan hal yang sangat penting untuk terus dieksplorasi dan dikembangkan dalam kombinasi konteks yang mutual antara teori dan praktik pembelajaran terbaik (best learning practice).
Hal ini sejalan dengan salah satu prioritas capaian pemerintah sekarang ini yaitu pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, menghasilkan talent-talent global dalam bidang industri yang mumpuni, serta penggunaan teknologi yang mempermudah jangkauan ke seluruh pelosok negeri. Mengacu pada target capaian ini, pendidikan yang mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran perlu terus ditingkatkan, dimodifikasi dengan berbagai elemen/ komponen penunjang, dan dikembangkan yang selalu mengarah pada optimalisasi hasil capaian kompetensi para siswa baik di pendidikan formal maupun informal.
Terutama dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, penggunaan teknologi menjadi pertimbangan utama dalam upaya habituasi dan penyelenggaraan praktik pembelajaran terbaik (best learning practice). Orientasi target yang harus menjadi pedoman praktik pembelajaran Bahasa Inggris di sini bahwa seorang siswa belum dapat dikatakan menguasai Bahasa Inggris jika dia belum dapat menggunakan Bahasa Inggris untuk keperluan komunikasi, meskipun dia mendapat nilai yang bagus pada penguasaan kosakata dan tata bahasa.
Namun dalam masa pemulihan pembelajaran setelah masa pandemi Covid 19 khususnya di SMAN Terpadu Unggulan 1 Tana Tidung, para siswa berada dalam kondisi belajar dalam waktu yang relatif lebih lama tiap hari dalam lima hari kerja. Secara psikologis dan psikis, hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi setiap guru untuk kreatif dan inovatif mengeksplorasi, membuat, dan mengembangkan rencana diversifikasi dan pengembangan proses pembelajaran dan seluruh komponen pendukung terkait untuk mengantisipasi dan mengatasi potensi masalah, atau sebaliknya mewujudkan optimalisasi capaian kompetensi.
Berbeda dengan hal ini, kondisi potensial yang ada adalah para siswa umumnya memiliki smart phone dan ketertarikan dalam menggunakan menu atau platform yang memiliki efek kesenangan dan menghibur seperti: game, parody, lagu dan film, baik utuh maupun dalam bentuk chunck (potongan). Dalam praktiknya, para siswa melakukannya secara kolaboratif dan/ dalam grup baik dengan teman-teman di kelas yang sama atau bahkan berkumpul dengan teman kelas lain. Intinya, mereka memiliki rasa ketertarikan yang sama dan tingkat konektivitas penggunaannya bersifat fusi (pengelompokkan).
Selain itu, sekolah juga memiliki wifi gratis dan lab komputer yang dapat diakses dan dimanfaatkan oleh guru bersama para siswa. Mengacu pada kondisi ini, ekplorasi dan eksperimentasi penggunaan gamifikasi menjadi salah satu alternatif dalam merepresentasikan fenomena dengan kondisi kekurangan dan kelebihannya sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya dalam rangka optimalisasi capaian kompetensi terutama proses pembelajaran berbicara Bahasa Inggris di SMA Negeri Terpadu Unggulan 1 Tana Tidung.
Pada dasarnya, konsep gamifikasi dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris ini muncul seiring dengan kebutuhan pemanfaatan teknologi digital di abad 21 ini sebagai strategi pedagogis. Oleh karena itu, para siswa dapat mengakses materi berkualitas tinggi yang disediakan melalui layanan digital secara global. Implikasi bagi guru sendiri adalah bahwa mereka perlu mengatasi tantangan baru tersebut dengan memanfaatkan tren teknologi dan selalu tetap berorientasi pada optimalisasi pembelajaran secara efektif, menarik dan menyenangkan.
Secara otomatis, pedagogi saat ini saling terkait dengan teknologi, otomatisasi, digitalisasi, dan hiburan, yang mengarah ke lebih banyak bentuk dan sarana pendidikan. Perlu diketahui bahwa gamifikasi dan pembelajaran berbasis game sedikit berbeda karena gamifikasi menggunakan game dengan komponen desain dalam konteks non-game, sedangkan pembelajaran berbasis game mengacu pada penggunaan game yang sebenarnya. Lebih lanjut, gamifikasi tidak hanya menggunakan elemen game dan teknik desain game dalam konteks non-game, tetapi juga memberdayakan dan melibatkan para siswa dengan keterampilan motivasi yang mendekati esensi pembelajaran dan mempertahankan suasana santai.
Dengan kata lain, tidak seperti pembelajaran berbasis game, yang melibatkan siswa membuat game mereka sendiri atau bermain video game komersial, gamifikasi hanya membawa elemen berbasis game yang membuat hal ini populer, dan mengintegrasikannya ke dalam aktivitas lain di dalam kelas. Elemen game yang ada dalam gamifikasi mencakup: pencarian, petunjuk, tantangan, level, dan penghargaan yang menantang siswa dan mengintensifkan semangat kompetitif mereka. Berkaitan dengan praktiknya, gamifikasi dalam pembelajaran melibatkan penggunaan elemen berbasis permainan seperti poin penilaian, kompetisi rekan, kerja tim, tabel skor untuk mendorong keterlibatan, membantu siswa mengasimilasi informasi baru dan menguji pengetahuan mereka. Penjelasan ini tidak hanya menjadi konsep, tetapi juga identitas gamifikasi dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris.
Dalam strategi pedagogi ini, beberapa hal yang menjadi acuan dalam desain pembelajaran meliputi: penggunaan gamifikasi sendiri, partisipasi aktif siswa dalam keterlibatan proses pembelajaran, dan pemerolehan bahasa (language acquisition). Dalam kegiatan ini, gamifikasi dapat diinklusikan dalam tugas dan proses dengan kesenangan, permainan, dan semangat (passion). Dengan demikian, proses yang dibentuk mencakup karakteristik yang lebih banyak ditemukan dalam game, menjadi aktivitas non-game.
Oleh karena itu, kegiatan ini menitikberatkan pada “sifat motivasi permainan dan memprioritaskannya di atas kegiatan belajar lainnya, serta mengintegrasikan keinginan para siswa untuk berkomunikasi dan berbagi pencapaian dengan penetapan tujuan yang mengarahkan perhatian para siswa untuk selalu termotivasi dalam performasi lisan Bahasa Inggris. Pendek kata, konsep pedagogi gamifikasi ini dijadikan sebagai strategi efektif untuk memberikan implikasi positif pada pembentukan dan peningkatan motivasi serta menjadikannyanya sebagai alternatif untuk berinteraksi dalam mata pelajaran Bahasa Inggris, khususnya pada keterampilan berbicara.
Secara riil muatan konsep pedagogi gamifikasi dalam keterampilan berbicara Bahasa Inggris ini secara jelas dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi fitur intriksik game seperti: keinginan untuk berkomunikasi, motivasi, dinamika kelompok, dan rasa pencapaian bersama yang dapat dibawa ke dalam konteks kelas. Hal ini yang mengharuskan kelas Berbahasa Inggris terdiri dari berbagai macam kegiatan komunikatif, dirancang khusus untuk kerja kooperatif, yang menghadirkan tantangan bagi para siswa dan membutuhkan partisipasi bersama untuk keberhasilan pelaksanaannya.
Adapun, desain inklusi gamifikasi dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris didasarkan pada ide yang disampaikan oleh Huang and Soman (2013) seperti disajikan di bawah ini.

Pada tahapan ini, guru harus memahami target audiens dan konteksnya dan juga perlu mengetahui siapa siswanya. Kombinasi target audiens diperlukan bersama dengan menganalisis konteks untuk memahami beberapa faktor kunci seperti ukuran kelompok, lingkungan, urutan keterampilan, dan panjangnya. Apakah pada langkah ini “kekurangan” muncul. Kekurangan ini tentu saja mencegah kemajuan para siswa dalam pembelajaran.
Ada beberapa kekurangan yang harus diantisipasi yaitu: fokus, motivasi, keterampilan, kebanggaan, lingkungan belajar dan sifat, serta faktor fisik, mental dan emosional. Dengan memahami poin-poin ini, guru akan siap untuk menentukan elemen gamifikasi yang akan diimplementasikan. Selanjutnya, konteks kegiatan komunikatif harus ditentukan juga dimana kata-kata/ frasa/ kalimat yang harus dikuasai dan ditampilkan dalam komunikasi memiliki determinasi topik dan tujuan pasti seperti mendeskripsikan, menjelaskan, bercerita, dan sebagainya.
Tujuan utama yang perlu dipresentasikan di sini adalah memiliki tujuan instruksional umum, tujuan instruksional khusus, dan tujuan perilaku. Untuk memiliki pengalaman belajar yang sukses melalui gamifikasi, guru perlu memiliki kemampuan memadukan dan mengimplementasikan tujuan pembelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran berbicara Bahasa Inggris, setiap siswa harus tertarik dan perlu (fasih) berbicara dalam rangka pencapaian tujuan transaksional yang berorientasi pesan dengan memberi dan menerima informasi dan tujuan interaksional yang berkaitan dengan kegiatan berbagi pendapat dan pengalaman personal, yakni memelihara hubungan sosial.
Oleh karena itu, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran berbicara Bahasa Inggris harus diselaraskan dengan tujuan tersebut yakni mengembangkan kefasihan lisan (oral fluency) siswa, dalam arti bahwa mereka bertujuan meningkatkan keterampilan komunikatif dan mengembangkan kemampuan untuk mengungkapkan diri secara terpahami (intelligibly). Secara spesifik, pedoman dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris adalah mampu untuk: (1) memproduksi pola bunyi dan bunyi ujaran bahasa Inggris, (2) menggunakan tekanan kalimat dan kata, pola intonasi, dan irama bahasa Inggris, (3) memilih kata dan kalimat yang sesuai dengan konteks sosial, pendengar, dan pokok persoalannya, (4) menata pola pikir secara bermakna dan logis, (5) menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan nilai dan menyatakan pendapat, dan (6) menggunakan bahasa dengan cepat dan yakin tanpa banyak jeda. Selanjutnya, pengalaman yang dimaksud adalah untuk menguraikan program dan mengidentifikasi poin-poin utama.
Dalam tahap ini, guru mempersiapkan urutan dan mengukur apa yang siswa perlu pelajari dan capai pada akhir setiap tahap. Jika siswa tertinggal di belakang, guru perlu memikirkan kembali dan memberikan dorongan motivasi agar siswa tersebut dapat menyelesaikan tugasnya. Guru perlu memindahkan program pembelajarannya dari yang sederhana ke kompleks dengan cara memulai melalui skema yang lebih mudah sehingga siswa tetap terlibat dan termotivasi. Untuk mengimplementasikannya, efektifitas metode/ teknik pembelajaran berbicara Bahasa Inggris yang dikonseptualisasikan dan dikonstruksi oleh para ahli dalam analisis metode dan praktik pengajaran guru dalam kelas berbicara Bahasa Inggris dalam analisis pengajaran perlu dipertimbangkan secara matang.
Khususnya dalam analisis pengajaran, skemata (schemata) dan sikap pembelajaran (learning behaviours) para siswa harus terdeteksi dan terukur sebagai bagian dalam karakteristik para siswa. Tahapan keempat adalah tahap identifikasi dimana guru akan memiliki jaminan penuh tentang tahap mana yang bisa atau tidak bisa menjadi gamifikasi.
Guru perlu melakukan refleksi terhadap beberapa aspek yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan seperti: mekanisme pelacakan untuk mengukur kemajuan belajar para siswa, mata uang sebagai satuan ukuran yang dijadikan pedoman dalam pemenuhan tugas, misalnya waktu sebagai deadline mengumpulkan tugas, level sebagai pemeringkatan tingkatan pemenuhan tugas, aturan sebagai batasan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan para siswa untuk menghasilkan lingkungan belajar yang kondusif, dan umpan balik sebagai bentuk informasi kemajuan belajar para siswa.
Lebih daripada itu, para guru perlu memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi sumber daya pendukung seperti kemampuan dan keterampilan guru dalam menguasai berbagai konsep dan praktik pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Inggris dan daya dukung eksternal seperti pemanfaatan teknologi terkait yang dapat mendukung efektifitas proses pembelajaran. Terakhir adalah pengaplikasian elemen game dimana guru perlu memutuskan elemen gamifikasi mana yang harus diterapkan.
Unsur gamifikasi dibagi menjadi dua yaitu diri dan sosial. Elemen diri sebagian besar waktu menggunakan lencana, level, dan batasan waktu. Para guru fokus untuk membuat siswa bersaing dengan diri mereka sendiri dan mengakui pencapaian diri. Sementara itu, kompetisi interaktif bersama dengan kerjasama dipandang sebagai elemen sosial. Secara terperinci, elemen game yang harus dipilih tersebut adalah seperti: poin penilaian, kompetisi rekan, kerja tim, tabel skor untuk mendorong keterlibatan, membantu siswa mengasimilasi informasi baru, dan menguji pengetahuan mereka. Lebih lanjut, guru mengawali dengan memberikan stimulus dengan membangun pengetahuan awal siswa terhadap konteks materi. Kemudian, guru memberikan model acuan berinteraksi dengan materi terutama dalam menguasai materi dan performasi bahasa secara lisan bagi para siswa. Setelah itu, guru membimbing para siswa untuk terlibat secara aktif dalam berkompetisi, melakukan kerja tim, mengasimilasi informasi baru dan mengikuti uji pengetahuan. Terakhir, para siswa semakin progresif terlibat secara mandiri atas nama kerja tim sehingga kondisi kompetisi tetap tampak aman dan menyenangkan bagi setiap siswa untuk tampil.
Ada beberapa macam jenis kegiatan berbicara Bahasa Inggris yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran seperti: (1) berdiskusi, (2) mendeskripsikan gambar, (3) mengisahkan cerita, (4) melaporkan berita, (5) simulasi, (6) wawancara, (7) curah gagasan, (8) melengkapi kisah (9) mencari perbedaan, (10) menceritakan gambar, (11) celah informasi, (12) bermain kartu, dan (13) bermain peran. Guru perlu membuat skema kegiatan pembelajaran dimana elemen gamifikasi yang penting akan dimunculkan sejalan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk mewujudkan partisipasi maksimal, guru perlu membentuk tim heterogen yang kompetensinya setara dari kelas tersebut. Contoh singkat dalam mendesain gamifikasi dalam proses pembelajaran adalah seperti guru membuat suatu materi belajar seperti role playing games (RPG), dimana awalnya para siswa masih berada level 1. Selama para siswa membaca Guidebook (materi) dan mengerjakan Quest (pencarian berupa tugas), maka karakter para siswa akan berkembang dan akan naik level. Oleh karena itu, guru perlu mendesain kegiatan tersebut secara kreatif agar dilakukan secara menyenangkan oleh siswa dalam tim.
Hal lain yang tidak dapat diabaikan adalah penjelasan tentang bagaimana gamifikasi dapat memberikan pemenuhan unsur psikologis dalam pembelajaran Bahasa Inggris sehingga indikator keberhasilan capaian kompetensi dan representasi nilai-nilai positif psikologis dari penggunaan gamifikasi tersebut terlihat jelas dan terukur, terutama dalam kegiatan berbicara Bahasa Inggris di SMAN Terpadu Unggulan 1 Tana Tidung. Studi terkait menunjukkan bahwa menggunakan elemen game dalam konteks non-game dapat meningkatkan perilaku yang diinginkan. Dalam hal ini, penggunaan gamifikasi terintegrasi dengan teknik pengajaran bahasa asing memfasilitasi para siswa secara alami memiliki perasaan seperti: kebahagiaan, empati, dan frustrasi, atau bahkan mengikuti aturan sosial seperti bergiliran sebab mereka mempresentasikan unsur sosial yang merupakan unsur gamifikasi sebagai awal kegiatan pendahuluan, selain unsur diri.
Kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan pedoman penerapannya ini dapat memberikan nutrisi psikologis yang dijadikan sebagai kebutuhan dasar dalam menumbuhkan motivasi yang optimal atas keterlibatan dan tanggung jawab bersama teman kelompok belajar mereka. Kajian psikologis dalam hal ini didasarkan pada konsep Flow dan Self-Determination Theory (SDT/ Teori Determinasi Diri) oleh Gagne dan Deci (2005). Dua konsep ini digunakan untuk melakukan kajian psikologis dengan penekanan pada aspek motivasi yang merupakan variabel yang penting, terukur, dan berpengaruh dalam efektifitas proses pembelajaran.
Pada dasarnya, konsep Flow menyerupai motivasi intrinsik dalam SDT. Dua teori ini menekankan kesenangan terhadap tugas sendiri. Dengan kata lain, dua konsep ini mengindikasikan pentingnya motivasi sebagai bagian capaian aktualisasi belajar yang akan berimplikasi pada hasil belajar, prestasi belajar, daya ingat (retention), dan variabel dependen lain yang terukur dan terikat dengan unsur psikologis lain yaitu kesenangan yang mengindikasikan motivasi sendiri.
Sementara itu, SDT memnungkinkan untuk memperluas Flow menjadi konsep motivasi ekstrinsik dan sesuai untuk gamifikasi yaitu efek dari penghargaan dalam proses pembelajaran. Secara praktik, para siswa bersedia untuk berpartisipasi. Dengan kata lain, para siswa mau terlibat, bertindak secara emosional untuk kemenangan dan/ kekalahan tim mereka, dan terpenting berinteraksi dengan materi untuk mendapatkan pengalaman belajar. Secara langsung, penggunaan gamifikasi ini mendorong para siswa untuk terlibat dalam perilaku yang diinginkan, memecahkan masalah dalam belajar agar tidak menjadi gangguan, dan mengambil keuntungan dari kecenderungan psikologis untuk terlibat dalam game.
Lebih lanjut, gamifikasi ini dapat memicu emosi para siswa yang nyata dan kuat seperti kebahagiaan, intrik, kegembiraan, dan pencapaian. Faktor situasional terkait lingkungan belajar, penerapan teknologi yang dipilih, dan faktor eksternal lain yang mendukung pembelajaran, serta skemata sebagai bagian kemampuan awal siswa, kemampuan kognitif, dan sikap pembelajaran (learning behaviours) relatif sangat berpengaruh terhadap proses dan capaian kompetensi.
Berdasarkan penjelasan ini, motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat difasilitasi melalui penggunaan gamifikasi dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris. Kesimpulannya adalah bahwa gamifikasi dapat menjadi alternatif dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris dan juga dapat merepresentasikan nilai-nilai psikologis dan psikomotorik dalam kolaborasi belajar yang mendukung efektifitas pembelajaran.
Editor: Cosmas