Membangun Kembali Karakter Siswa Pasca Pandemi

Spread the love

Oleh: Etik sekarwati, S. Pd
Kepala SDN 03 Banjarharjo, Kebakkramat, Karanganyar

Pandemi covid-19 yang melanda semua belahan dunia menyisakan berbagai dampak yang dirasakan dalam berbagai bidang termasuk pada bidang Pendidikan. Hal itu tampak di antaranya pada karakter siswa, dimana pada saat sekolah mulai diijinkan untuk dilaksanakan secara tatap muka, kedisiplinan siswa sangat menurun.
Kondisi ini bisa diamati dari awal pembelajaran. Saat bel masuk sudah berbunyi, siswa tidak segera masuk kedalam ruang kelas, justru mereka masih banyak yang berlarian keluar untuk membeli jajan, sehingga saat pembelajaran akan dimulai mereka masih makan atau minum jajanan yang baru mereka beli. Ruang kelas pun masih tampak kotor dan kurang rapi. Rasa hormat kepada guru juga sangat kurang, mereka berbicara dengan guru sebagaimana mereka berkomunikasi dengan teman-teman mereka. Kondisi ini menjadi sebuah tantangan bagi segenap warga sekolah untuk sesegera mungkin membangun kembali karakter siswa yang tidak teramati selama kurang lebih dua tahun selama masa pandemi saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran di rumah.
Karakter adalah suatu pembawaan individu berupa sifat, kepribadian, watak serta tingkah laku yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Istilah karakter merupakan serapan kata bahasa Latin kharakter, kharessein, kharax, dan dalam bahasa Inggris, yakni character. Secara mendasar dalam kehidupan sehari-hari adanya pengklasifikasian karakter ke dalam dua jenis, yaitu karakter baik dan karakter buruk. Dari berbagai pengertian yang ada, kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter merupakan sifat, kepribadian dan watak seseorang yang tercermin dari tingkah laku keseharian.
Karakter terbentuk melalui proses yang panjang dan tidak secara kebetulan. Setidaknya ada tiga aspek pembentuk karakter, yaitu: (1) Keluarga atau rumah yang memberi pengaruh sangat besar yaitu 60 persen; (2) Satuan pendidikan yang memberi pengaruh sebesar 25-30 persen; (3) Masyarakat yang memberi pengaruh sebesar 10-15 persen. Diantara ketiga aspek pembentuk karakter, keluarga memiliki peran yang paling besar, selanjutnya sekolah dan masyarakat.
Pendidikan dalam keluarga sangat berperan dalam mengembangkan watak, karakter, dan kepribadian sesorang. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter bangsa. Keluarga akan membentuk karakter seseorang dan berpengaruh pada lingkungannya sebab keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi pembentukan karakter. Selain keluarga menjadi lingkungan pertama, sebagian besar waktu anak juga berada di lingkungan keluarga. Dengan demikian maka peran keluarga sangat menentukan pembentukan watak anak, Manakala keluarga bisa memerankan fungsinya dengan baik dalam pembentukan karakter anak, maka anak akan menjadi sebuah pribadi yang baik dan siap berada dalam segala situasi dan kondisi.
Aspek pembentuk karakter yang kedua adalah sekolah, dimana memiliki kontribusi sebesar 25 sampai 30 persen. Namun pada kenyataannya sekolah menjadi harapan baik bagi orang tua maupun masyarakat untuk menanamkan karakter kepada anak. Betapa banyak orang tua yang berharap dan beranggapan manakala anak mereka sudah dimasukkan ke sekolah, maka pendidikan dan pembentukan karakter mereka merupakan tanggung jawab sekolah, Bukan hanya orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan karakter merupakan tanggung jawab sekolah. Sebagian besar masyarakat juga memiliki pendapat dan pandangan yang sama.
Untuk merealisasikan harapan tersebut, terlebih pada masa pasca pandemi, dimana penurunan karakter sudah semakin kental dirasakan, kiranya berbagai upaya harus segera dilakukan oleh satuan pendidikan dengan berbagai kebijakan yang diterapkan di masing-masing satuan pendidikan, diantaranya dengan budaya 5S, pembiasaan literasi setiap awal pembelajaran, sholat dhuha berjamaah, kegiatan upacara bendera setiap hari senin, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya. Dimana kegiatan-kegiatan tersebut menjadi sebuah kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh siswa dengan bimbingan guru, sehingga siswa menjadi terbiasa untuk melakukan kegiatan tersebut dengan berbagai nilai karakter yang yang menyertainya.
Untuk mempercepat penumbuhan kembali karakter pada siswa perlu adanya kerjasama yang baik antara ketiga aspek pembentuk karakter, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun demikian nampaknya sekolah yang memegang peranan lebih untama, karena di lingkungan sekolah siswa mendapatkan pengawasan lebih intensif jika dibandingkan pada lingkungan keluarga, dimana sebagian besar orang tua dari siswa memiliki kesibukan, sehingga tidak banyak waktu yang bisa mereka berikan kepada anak-anaknya. Sedangkan pada lingkungan masyarakat, sebagian besar orang sudah mulai apatis dan kurang peduli akan perilaku orang lain termasuk perilaku anak-anak yang ada di sekeliling mereka
Dengan demikian sekolah harus bersungguh-sungguh dalam penguatan pendidikan karakter ini, dimulai dari hal yang sedernaha tentu saja dengan keteladanan dari bapak/ibu guru, kepala sekolah dan staf karyawan yang ada di sekolah. Guru merupakan ujung tombak dari penguatan pendidikan karakter, karena gurulah yang secara intensif berinteraksi dengan siswa. Guru harus “greteh” (sering mengingatkan) kepada siswa untuk konsisten dalam penguatan pendidikan karakter sehingga siswa menjadi terbiasa untuk melalukan karakter-karakter yang hendak dicapai. Sebagaimana kata pepatah: bisa karena biasa.

Editor:Cosmas