Intimidasi dan Pemerasan Debt Collector Meresahkan

Spread the love

SRAGEN,POSKITA. co – Sejumlah kreditur resah terhadap ulah dan aksi premanisme Debt Collector yang bekerjasama dengan lembaga pembiayaan bukan bank. Lantaran Debt Collector sebagai pihak ketiga dinilai malah melakukan pemerasan para kreditur yang menunggak.
Salah seorang warga Sragen Eliye (35), mengaku kurang nyaman dengan cara-cara perusahaan pembiayaan atau leasing dalam upaya penagihan.
Dia mengakui memiliki tunggakan pembiayaan mobil yang dibeli sebelum pandemi Covid-19. Demikian juga dengan mobil adiknya yang dibeli dengan bantuan pembiayaan dari leasing. Namun akibat pandemi covid-19 usahanya surut. Hal itu berdampak hingga ada kewajiban 2 bulan belum terbayarkan. Dia dan adiknya meminjam dari leasing yang berbeda. Sayangnya cara-cara yang dilakukan sama persis. Yakni menggunakan pihak ketiga dan melakukan intimidasi. Padahal pihaknya sudah ada upaya membayar.
”Kami sayangkan pihak leasing, seharusnya bisa membedakan yang komitmen membayar cicilan namun terkendala pandemi, dan yang punya niat buruk tidak membayar. Kondisinya kan Covid-19, Pemerintah pun sudah memberi kelonggaran dengan bermacam-macam mekanisme,” geramnya, Selasa (7/9).
Lantas selain memberikan intimidasi, mereka juga lakukan pemerasan dengan meminta sejumlah uang dengan berbagai alasan. Salah satunya untuk membuka virtual account yang terblokir. Namun kenyataannya virtual account masih belum bisa digunakan.

Dia merasa kondisi serupa dialami banyak orang. Sehingga butuh jaminan keselamatan dan keamanan dari leasing yang menggunakan pihak ketiga untuk mengantisipasi hal tersebut. ”Kami punya niat bayar bahkan menghubungi pihak leasing untuk mencicil sebulan dahulu, namun tidak ada jawaban. Bahkan saya saat di kantor perusahaan pembiyayaan diminta membayar dengan nominal tertentu sebelum pembayaran kewajiban cicilan,” keluhnya.
Terpisah Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) 2015-2019 Dion Henry Wibowo menyampaikan menggandeng pihak ketiga dalam penagihan jelas tidak sah. Karena menurut edaran Mahkamah Agung (MA) seharusnya leasing akan melakukan penarikan cukup ke Pengadilan Negeri (PN) setempat dan ditembusi ke pemangku wilayah seperti Polsek, Kades/lurah dan RT. ”Tapi jika pakai pihak ke 3 itu tidak sah. Kondisinya justru pihak leasing yang wanprestasi,” ujar Dion.

Dia menyampaikan mengalihkan beban penagihan ke pihak ketiga saat ini sudah tidak relevan. Apalagi saat pandemi Covid-19, secara aturan sudah diatur di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi warga yang punya kewajiban membayar bisa mendapatkan kesempatan restrukturisasi. ”Jadi mungkin perpanjangan waktu, atau diringankan pembiayaan, yang jelas sudah ada aturannya,” jelas dia.

Sementara jika sudah ada upaya membayar angsuran namun dipersulit oleh pihak perusahaan pembiayaan, indikasi sudah ada kerjasama dengan pihak ketiga. Ketika sudah masuk ke pihak ketiga, beban pertanggungjawabannya sudah dialihkan ke pihak ketiga.
Jalan keluar bagi mereka yang terjerat masalah serupa bisa melaporkan ke OJK. Dengan melaporkan ke OJK ada lembaga mediator antara perusahaan pembiayaan dengan nasabah yang keberatan. (Cartens)