Peningkatan Prestasi Belajar IPA Materi Gaya Metode Demonstrasi Pada Anak Kelas V
Oleh: Mei Dwi Winarti, S.Pd.
Guru Kelas D5 Autis
SLB Negeri Sukoharjo
Pelajaran IPA dirasa berat, membosankan, dan komunikasi hanya satu arah. Dibutuhkan strategi agar menarik bagi siswa, salah satunya dengan metode demonstrasi pada pelajaran IPA kelas V SLB Negeri Sukoharjo.
Pendidikan adalah proses belajar yang dilakukan oleh manusia selama hidupnya. Proses pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi dalam diri seseorang yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun nonformal, secara formal siswa mengikuti program-program yang diberikan oleh pemerintah, sedangkan pendidikan nonformal diperoleh dari kehidupan sehari-hari yang berperan penting dalam perkembangan siswa.
Salah satu cara pendidikan adalah pendidikan sekolah. Pendidikan di sekolah tidak lepas dari adanya proses pembelajaran yang mengandung interaksi belajar mengajar yang maksimal dan melibatkan hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Semua peserta didik berhak atas pendidikan termasuk anak berkebutuhan khusus. Pelayanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus harus sesuai dengan kebutuhan dan kekhususan anak tersebut. misalnya dalam pelayanan pendidikan khusus yang diperuntukan bagi anak autis yaitu penyelenggaraan program khusus yang sering dikenal dengan Sekolah Luar Biasa
Seperti halnya anak autis adalah seseorang yang mengalami gangguan perkembangan syaraf yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan kemampuannya dalam berkomunikasi, berinteraksi serta berperilaku. Pada umumnya anak autis memiliki kecerdasan yang normal atau rata-rata, bahkan diatas rata-rata, namun karena perkembangan kecerdasan juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosional dan sosial, maka anak-anak autis seperti terlihat menunjukkan kecerdasan yang kurang optimal. Aspek kecerdasan yang terhambat antara lain merumuskan pemahaman, menghubungkan hubungan, menarik kesimpulan dan memprediksi kejadian. Melalui bahasa, anak autis dapat memperoleh pengetahuan dan informasi baik secara verbal (melalui lisan) maupun nonverbal.
Pendidikan khusus dimaksudkan untuk memberikan pelayanan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan anak autis dalam pembelajarannya. Kebutuhan anak autis tidak hanya terbatas pada kebutuhan belajar keterampilan komunikasi tetapi juga kebutuhan akan pengetahuan yaitu ilmu pengetahuan alam. Sehingga kemampuan pemahaman konsep IPA kelas V SLB pada materi gaya dapat dipahami siswa melalui pembelajaran di kelas. Berdasarkan observasi yang dilakukan, anak autis cenderung cepat bosan jika pembelajarannya monoton (tidak ada variasi baru).
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis melalui proses penemuan. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah untuk mengembangkan kompetensi. Memberikan pengalaman langsung melalui metode demonstrasi yang akan menjadikan pembelajaran lebih konkrit (nyata). Dengan demikian pembelajaran akan lebih bervariasi. Siswa akan mempraktekkan materi yang telah diberikan oleh guru. Siswa tidak akan merasa bosan karena seperti bermain tetapi mereka belajar.
Berdasarkan hasil observasi di SLB Negeri Sukoharjo ditemukan bahwa selama proses belajar mengajar IPA anak autis di kelas V SDLB, anak cenderung belajar hafalan. Guru menuliskan materi di papan tulis, anak-anak menuliskannya di buku masing-masing kemudian menghafal materi yang telah diajarkan oleh guru dan anak diberi tugas untuk menyelesaikan soal latihan. Dalam pembelajaran yang dilakukan guru menggunakan metode demonstrasi tetapi masih belum optimal atau metode yang melibatkan anak secara aktif. Guru lebih banyak menulis di papan tulis kemudian anak-anak diminta untuk menirukan tulisan guru. Kondisi ini menyebabkan anak merasa bosan, tidak semangat belajar, dan kurang tertarik dengan materi yang disampaikan oleh guru.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan IPA atau proses pengajaran, guru memegang peranan penting. Kemampuan guru dalam menerapkan metode demonstrasi sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar IPA di SLB Negeri Sukoharjo kelas V cenderung rendah. Hal ini terlihat dari perolehan nilai rata-rata tes 50. Artinya rata-rata nilai siswa masih di bawah kriteria ketuntasan minimal dalam kurikulum yang ditetapkan di SLB Negeri Sukoharjo yaitu 65 untuk mata pelajaran IPA.
Pembelajaran IPA yang diterapkan di kelas V SLB Negeri Sukoharjo dari awal sampai sekarang masih bersifat teacher centered, dimana sistem penyampaiannya didominasi oleh guru, dan proses komunikasinya bersifat satu arah. Guru yang memegang kendali berperan aktif. Sedangkan siswa duduk pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Siswa cenderung diam dan tidak berani mengungkapkan idenya. Kreativitas dan kemandirian terhambat bahkan tidak berkembang. Selain itu, pengalaman yang diperoleh anak dalam proses belajar sangat terbatas sehingga tidak dapat mengembangkan keterampilan prosesnya.
Anak membutuhkan pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajarannya, terutama metode yang dapat melibatkan anak secara langsung dalam proses pemahaman konsep yang dipelajari, sehingga pembelajaran tidak hanya dengan menghafal. Metode yang dapat diupayakan ini antara lain metode demonstrasi, karena metode ini mempunyai kelebihan membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda. Belajar lebih menyenangkan dan jelas dengan melakukan atau mempraktekkan pekerjaan suatu objek yang akan dipelajari, sehingga anak lebih memahami konsep-konsep sains yang akan dipelajari. Metode demonstrasi ini juga menggunakan alam sekitar dan benda-benda konkret sebagai media pembelajaran dalam rangkaian pembelajaran, selain sesuai untuk anak autis, juga sesuai untuk pembelajaran IPA.
Metode demonstrasi sebenarnya sudah diterapkan oleh guru di sekolah, namun belum optimal atau belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh faktor media yang digunakan guru dalam melakukan demonstrasi kurang menarik sehingga anak kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Metode ini dapat membuat anak melakukan sesuatu dengan gerakan fisik dan kognitif secara bersamaan. Mengenal gaya gravitasi, gaya magnet, dan gaya gesek dengan metode demonstrasi dapat diulang oleh anak di luar jam pelajaran. Metode ini dapat dilakukan karena anak suka mengulang kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya sehingga metode demonstrasi dapat mengatasi masalah belajar mengenai gaya gravitasi, gaya magnet, dan gaya gesek. Metode ini dapat dijadikan sebagai variasi pembelajaran IPA agar lebih menarik dan anak tidak cepat bosan, sehingga diharapkan prestasi belajar IPA anak autis dapat meningkat.
Editor: Cosmas