Ini Isi Lengkap Fatwa Etik Dokter Dalam Aktivitas Media Sosial

Spread the love


Jakarta, Poskita.co – Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia mengeluarkan surat keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran tentang Fatwa Etik Doker Dalam Aktivitas Media Sosial.
Ketua MKEK-IDI dr. Pukovisa Prawiroharjo menyatakan fatwa etik kedokteran bersifat mengikat seluruh dokter di Indonesia MKEK berwenang melakukan klarifikasi terhadap suatu informasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada Dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa. Fatwa ini juga ditandatangani sekretaris DR. Dr. Anna Rozaliyani, M. Biomed S.pP.
“Fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia. MKEK berwenang melakukan klarifikasi terhadap suatu informasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa,” kata Pukovisa, Sabtu (1/4), dalam pers release yang diterima Poskita.co.
Dalam fatwa etik ini, dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dakan keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
Kedua, dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial. Ketiga, penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
Keempat, penggunaan media sosial untuk memberantas hoax/informasi keliru terkait kesehatan atau kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi serta peraturan perundangan yang berlaku.
“Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran,” ujar Pukovisa.
Apabila terdapat pernyataan yang yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke pada otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku..
Kelima, pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan prakteknya, serta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI nomor 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
Keenam, pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsultasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
Ketujuh, pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien atau keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik.
Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.
Delapan, pada penggunaan media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, sebaiknya dibuat dalam akun terpisah dengan akun pertemanan supaya fokus pada tujuan. Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.
Sembilan, pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter.
Sepuluh, pada penggunaan media sosial dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memilih platform media sosial yang diatur khusus untuk pertemanan dan tidak untuk dilihat publik.
Sebelas, Dokter perlu selektif memasukkan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan karena dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien..
Duabelas, dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian pasien atau masyarakat atas pelayanan medisnya sebagai balasan di pasien atau masyarakat tersebut. Namun sebaiknya dokter menghindari untuk mendesain pujian pasien/masyarakat atas dirinya yang dikirim ke publik menggunakan akun media sosial dokter sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
Terakhir, pada kondisi dimana dokter memandang aktivitas media sosial sejawatnya terdapat kekeliruan, maka dokter harus mengingatkannya melalui jalur pribadi. Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka melaporkan kepada MKEK.
COSMAS