Peluncuran Buku: Kolaborasi, Riset dan Volunterisme Membangun Resiliensi Dalam Gejolak Pandemi
POSKITA.CO
Pandemi COVID-19 menjumpai dunia disertai dengan banjir hoaks yang sangat meresahkan. Sebuah jurnal menyebut Indonesia sebagai negara peringkat 5 dunia tertinggi tingkat penyebaran rumor, stigma, dan teori konspirasi.
Dampak buruk hoaks COVID19 sangat dirasakan mulai dari konflik antara masyarakat dan tenaga kesehatan, rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, hingga maraknya teknik pencegahan dan pengobatan yang justru menyesatkan bahkan membahayakan. Menjelang program vaksinasi COVID-19 juga disertai banjir hoaks yang berpotensi mengganggu target cakupan untuk meraih herd immunitiy minimal.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho mengatakan, protokol untuk mencegah dan menekan penularan virus melalui penggunaan masker, rajin mencuci tangan, dan menghindari kerumunan, akhirnya sulit tercapai. Apalagi masyarakat yang terpapar hoaks cenderung mengabaikan larangan pemerintah, misalnya; tidak mematuhi jaga jarak dan tetap bepergian meskipun berada di zona merah apalagi hitam. Sehingga bukannya berkurang, angka penularan COVID-19 semakin meningkat.
“Selain hoaks, kita ada masalah lain yaitu terkait media sosial yang membombardir penggunanya dengan berbagai macam informasi sehingga memunculkan infodemi. Infodemi merupakan suatu kondisi ketika informasi melimpah ruah, menyebar dengan cepat, namun tidak dapat diandalkan validitasnya,” jelas Septiaji. Sebagaimana diketahui, informasi tentang COVID-19 hampir tersedia di setiap media massa, media sosial, hingga aplikasi pesan instan. Sehingga masyarakat mengalami kejenuhan informasi, lalu kesulitan membedakan informasi yang valid dan berita bohong.
“Berbagai persoalan di atas lah yang akhirnya membuat organisasi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) bergerak mencari solusi. Selain melalui cek fakta, pelatihan dan berbagai pendampingan, MAFINDO melalui Komite Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) juga melakukan riset secara mandiri dan kolaboratif. Kali ini, LITBANG MAFINDO mengundang relawan dan simpatisan yang terdiri dari berbagai profesi maupun masyarakat umum untuk mengumpulkan tulisan dengan tema Literasi Digital dan Infodemi” lanjut Septiaji.
Manager Project penyusunan buku Mafindo, Cahya Suryani menambahkan, sebanyak 45 penulis terlibat dalam buku berjudul Kolaborasi, Riset, dan Volunterisme Membangun Resiliensi Dalam Gejolak Pandemi ini.
“Buku ini tentunya menarik karena berisi bermacam tulisan tentang COVID-19 dan INFODEMI yang sedang menjadi concern banyak pihak di Indonesia. Ada tiga kelompok besar isi buku jika dilihat dari jenis tulisannya, yaitu : (1) Artikel Ilmiah, (2) Artikel Populer, dan (3) Esai Bebas Relawan,” sambungnya.
Lebih lanjut dijelaskan, pada bagian artikel ilmiah terbagi lagi dalam tiga topik, yaitu (1) Problematika Infodemi COVID-19 di Indonesia; (2) Membangun Resiliensi Melalui Penguatan Kompetensi Literasi; (3) Gerak Langkah Masyarakat dalam Menghadapi Pandemi. Sedangkan pada bagian artikel populer terdapat dua topik: (1) Tantangan Penguatan Resiliensi Menghadapi Infodemi (2) Kiat Solutif dalam Menghadapi Pandemi dan Infodemi. Selanjutnya di bagian ketiga, esai bebas relawan MAFINDO berisi tiga tulisan: (1) Cerita Relawan MAFINDO Melawan Hoaks Saat Pandemi; (2) Refleksi Relawan MAFINDO di Kala Pandemi; dan (3) Sepenggal Kisah Menjadi Relawan MAFINDO.
“Karya bersama ini menjadi satu tonggak pencapaian komunitas MAFINDO yang patut mendapatkan apresiasi. Hadirnya buku ini juga menjadi penanda bahwa MAFINDO telah berhasil mengkolaborasikan semangat riset dan volunterisme di dalam komunitasnya. Apalagi penulis buku ini bukan hanya akdemisi yang menulis berdasarkan riset, tetapi juga banyak relawan dan simpatisan yang merupakan masyarakat umum, ibu rumah tangga dan pemuda yang yang bercerita tentang kiprahnya melawan penyebaran hoaks di lingkungannya,” imbuh perempuan yang akrab disapa Caca itu.
Menanggapi buku pertama MAFINDO tersebut, Ketua Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI), Novi Kurnia menyebut buku ini penting untuk dibaca berbagai kalangan. Apalagi isinya yang beragam dan menawarkan berbagai pengetahuan sehingga pembaca bisa memilih tulisan mana yang mau dibaca terlebih dahulu.
“Karya ini dapat digunakan digunakan sebagai pelajaran bagi kita semua untuk berkaca dan kemudian menata diri dalam menghadapi pandemi COVID-19,” jelas Novi.
Ia sangat mengapresiasi karena buku ini dapat menjadi salah satu alat dalam jalan panjang meratakan literasi digital pada masyarakat Indonesia.
Ketua Pusat Studi Kecerdasan Digital, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Alimatul Qibtiyah, menyambut baik buku dan bisa menjadi salah satu literasi COVID-19 yang anti hoaks. Ia mengatakan,
“Buku ini menggambarkan dengan baik seluk beluk hoaks dengan multi-perspektif. Buku ini penting menjadi referensi para akademisi, praktisi, maupun pegiat literasi digital yang berfokus pada gerakan anti hoaks dan meningkatan kecerdasan digital di Indonesia.”
Senada dengan kedua ahli di atas, Antropolog Hukum Universitas Indonesia, Prof. Sulistyowati Irianto, menyebut bahwa buku ini merupakan sebentuk perlawanan dari masyarakat, khususnya dari relawan, untuk memperjuangkan kebenaran. Apalagi jaman ini sering dikaitkan dengan post-truth sehingga kebenaran dikalahkan oleh frekuensi informasi yang datang bertubi-tubi ke masyarakat. Sehingga buku ini memiliki nilai yang tinggi karena hoaks sedang diperlawankan dengan kebenaran yang taruhannya adalah kejujuran dan keadilan bagi masyarakat.
Ketua Panitia Bincang Litbang 01, Adven Sarbani mengungkapkan, bagi komunitas MAFINDO “perang” melawan infodemi COVID-19 belum berakhir. Hoaks mengenai COVID-19 masih sering muncul, terlebih saat ini pemerintah berencana akan melakukan vaksinasi gratis. Hoaks terkait vaksin semakin massif disebarkan. Masyarakat yang tidak teredukasi dengan baik serta memiliki tingkat literasi yang rendah mudah sekali terpengaruh oleh hoaks-hoaks mengenai vaksin dan COVID-19.
“Jadi, peluncuran buku karya relawan dan simpatisan MAFINDO di awal tahun 2021 diharapkan menjadi penyemangat bagi MAFINDO sendiri agar semakin aktif dalam mengedukasi masyarakat supaya tangkas menangkal hoaks. Serta bagi masyarakat umum, buku ini dapat menjadi salah satu referensi untuk mengetahui kiprah komunitas MAFINDO dalam melawan hoaks dan infodemi COVID-19. Oleh karena itulah upaya untuk memperkenalkan buku ini menjadi relevan dan penting untuk dilakukan,” kata Adven.
Kegiatan digelar dalam format talkshow melalui zoom meeting dan disiarkan langsung ke Channel YouTube MAFINDO. Tiga orang ditunjuk untuk mewakili penulis lainnya, yaitu Finsensius Yuli Purnama, Loina Lalolo Kriana Perangin-angin, dan Margaretha Diana. Sedangkan yang akan membedah dan mengupas buku tersebut yaitu Perwakilan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Dilla Amran, serta Pakar Komunikasi, Citra Rosalyn Anwar dari Universitas Negeri Makassar.
“Kami menargetkan ada 300 peserta yang bergabung dalam acara tersebut, terdiri dari para penulis buku, relawan dan simpatisan MAFINDO di daerah-daerah, komunitas/organisasi masyarakat, pelajar dan mahasiswa, masyarakat umum, serta jurnalis media nasional dan lokal. Nah yang menarik, nantinya buku ini bisa di download pada website mafindo.or.id, covid19.go.id dan literasidigital.id secara gratis. Jadi jangan dilewatkan,” tutup Adven.
Editor: cosmas