Bantuan Sapi Propinsi Dipungli Rp 6 juta/ekor

Spread the love

SRAGEN, POSKITA.co – Hibah bantuan ternak sapi di Dukuh Kiping, Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, dikeluhkan anggota kelompoknya sendiri, Kamis (3/10). Pasal, warga yang mendapatkan bantuan satu ekor sapi dimintai uang Rp 6 juta. Sehingga dari 12 ekor bantuan dari propinsi Jateng tahun 2016 ini, total tarikan mencapai Rp 60 juta.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, kelompok ternak Sri Rejeki mendapatkan dana hibah propinsi Jateng sebanyak 12 ekor sapi. Diantaranya yang mendapatkan 2 ekor adalah Sumardi selaku ketua kelompok ternak, Kades Susilo, Kaur Jianto, Kusnen, Budi, Guntoro, Harno, Warseno, Sugiyanto, Suripto/Hendro dan Suwarno.

Namun setelah sapi bantuan itu diberikan, mereka yang mendapatkan harus membayar Rp 6 juta/ekor. Uang setoran itu untuk apa tak jelas, hanya saja dikumpulkan ketua kelompok ternak, salah satu penerima bantuan sapi yang enggan disebut namanya. Tidak hanya itu, setelah sapi betina bantuan itu melahirkan kembali ditarik uang Rp 300 ribu. Bila tidak mau membayar, anak sapi itu akan diambil pihak kelompok.

Awalnya ternak kelompok itu ditaruh menjadi satu di kandang komunal milik bapak Surip, namun beberapa waktu kemudian diambil pemilik sendiri-sendiri sampai saat ini. Parahnya, dari 12 ekor sapi bantuan itu saat ini hanya tinggal lima ekor yang masih dipelihara dengan baik, sedangkan lainnya telah dijual.

Aktivis Formas, Wahono, pihaknya mendapatkan aduan soal indikasi pungutuan liar dalam bantuan hibah sapi tahun anggaran tahun 2016 dengan tarikan Rp 6 juta/ekor. Padahal hibah bantuan propinsi ternak itu, mencapai Rp 180 juta.

“Hasil pengecekan dilapangan hanya tinggal lima ekor, sedangkan yang lainnya ditengarai sudah dijual semua,” tutur Wahono.

Sementara ketua kelompok ternak sapi Sri Rejeki Sumardi menjelaskan, penarikan uang Rp 6 juta tersebut untuk pengadaan kandang. Namun waktu itu belum punya kandang, uang yang terkumpul untuk sewa kandang milik pak Surip yang juga dikelola anaknya Hendro. Uang sewa setiap ekornya
Rp 25 ribu/bulan. Sewa kandang itu berjalan selama 1,5 tahun.

“Kemudian dengan uang terkumpul itu juga, sebagai ketua kelompok saya bertanggung jawab untuk membuat kandang sendiri di pekarangan milik saya. Bahkan dari hasil pembangunan kandang sapi itu, saya harus tombok dengan dana milik pribadi. Karena pembuatan kandang itu habiskan Rp 72 juta,” papar Sumardi.

Tidak hanya itu, kata Sumardi, selain membuat kandang, pihaknya masih
membuat bangunan penyimpanan pakan ternak dan pembelian pompa air untuk ternak. Tarikan Rp 300 itu juga termasuk untuk biaya pembangunan kandang itu. Hanya saja, dari seluruh anggota kelompok hanya dua orang yang mau menempati kandang komunal yang dibuatnya. Sedang lainnya, memilih untuk di pelihara di rumah mereka masing-masing.

“Namun kami memastikan seluruh ternak tidak ada yang dijual, semua masih ada 12 ekor. Kalaupun dijual, pasti dibelikan kembali untuk mendapatkan keuntungan bagi mereka yang memeliharanya,” tegas Sumardi.

Ditegaskan Sumardi, ternak sapi yang dikelolanya dipastikan tidak ada pungli maupun lainnya. Karena setiap tiga bulan ada pengecekan maupun monitoring dan evaluasi (monev) baik dari Inspektorat Wilayah (Itwil) maupun BPK. Pengecekan itu baik secara adminitrasi maupun kondisi ternak yang ada. (Cartens)

Caption Foto:
Kandang komunal ternak sapi Sri rejeki dan ketuanya Sumardi.