Desa Kaya, Desa Cerdas Bidik Pariwisata
“Opini ini karya Endang Paryanti, wartawan dan penulis cerpen.
Alamat e-mail penulis adalah ibuaura@gmail.com”
Saya terbilang orang yang senang jalan-jalan, piknik atau traveling. Tapi belum sampai piknik ke tempat yang jauh-jauh. Apalagi sampai ke luar negeri. Tak mengapa. Piknik dekat-dekat saja dulu. Sudah bisa membuat saya senang.
Bicara soal piknik atau bahasa keren traveling, apalagi di alam, selalu membawa pengalaman baru. Indonesia itu kaya. Potensi alamnya sangat luar biasa. Itu kalau boleh saya menilai. Contoh kecilnya saja wisata alam yang ada di dekat-dekat kota di mana saya tinggal, kota Solo. Pernah dengar Umbul Ponggok? Destinasi wisata yang sekarang dikelola secara profesional itu konon gaungnya sudah sampai ke negeri sakura, karena seorang jurnalisnya pernah menulis keeksotisan sumber mata air yang berada di desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Dulu, sebelum Umbul Ponggok kesohor, pernah saya sesekali renang di sana. Masih biasa, sebagai umbul yang diperuntukkan bagi pemenuhan hajat warga sekitar seperti mandi, renang, bahkan mencuci pakaian. Penarikan retribusi masuk juga ala kadarnya. Perkembangan menjadi pesat setelah pemerintah desa bersama kelompok masyarakat sekitar sadar akan potensi umbul yang air jernihnya terus mengalir keluar dari kolam yang ukurannya tidak lebih dari dua kali luas lapangan bola. Banyak ikan air tawar yang sengaja disebar di dalamnya. Cukup menyegarkan mata, melihat ikan warna warni menari dengan indah.
Menurut saya, terus majunya teknologi era digital saat ini, tak bisa lepas jadi penyumbang ‘naik daun’- nya sebuah objek wisata. Selain tentunya tulisan-tulisan dan tayangan di media massa. Semua memiliki fungsi informasi dan secara sadar sangat membantu ‘pemasaran’. Apa sih kelebihan Umbul Ponggok? Tak lain karena lumayan bagus untuk dijadikan objek pengambilan foto. Hasilnya instagramable. Lalu diunggah lah di media sosial. Seperti yang lagi trend saat ini. Bikin orang tertarik sekaligus penasaran. Kesempatan ini tak disia-siakan, gerak cepat dilakukan warga desa setempat, memoles umbul jadi ladang penghasilan. Modal sepeda, becak, dan motor bekas saja sudah bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Masyarakat ramai berkunjung untuk dapat berfoto dengan properti itu di dasar kolam. Keren hasilnya.
Efek domino terjadi. Banyak yang diuntungkan dari sisi ekonomi. Tidak hanya pendapatan dari retribusi umbul. Warga yang menjual makanan dan minuman di pinggir kolam, tempat persewaan peralatan renang dan menyelam, loker pakaian, sekaligus kamar bilas umum. Munculnya banyak tempat kuliner di sekitar lokasi. Tempat parkir sepeda motor dan mobil yang makin merambat jauh dari lokasi, dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah warga. Belum lagi pembudidayaan ikan di kolam-kolam oleh warga, juga banyak dilirik orang dari luar daerah. Di sini bisa dibayangkan, perputaran roda ekonomi di desa Ponggok. Kayanya desa dari pendapatan umbul, tentu sedikit banyak berimbas pada kemakmuran warga.
Tempat wisata lain yang ingin saya ceritakan adalah mengarah ke timur dari kota Solo, tepatnya di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar. Di hampir semua lokasi lereng gunung yang punya legenda cerita tersendiri ini, seperti terus mempercantik diri. Tujuannya jelas untuk menarik minat kunjungan wisatawan. Sebut saja wisata alam kebun teh Kemuning, Ngargoyoso, Karanganyar. Dulu tempat ini hanya terkenal dengan wisata kebun teh berhawa sejuk. Air terjun Jumog dan Parang Ijo, serta keberadaan situs candi. Makin ke sini, kondisi alam di kawasan Ngargoyoso seperti magnet bagi para pelancong yang ingin menikmati alam uniknya, yang berada di ketinggian dan berhawa sejuk. Peluang ini pun ditangkap oleh para pemilik modal. Jangan heran, sepanjang jalan menuju Kemuning dan tempat-tempat sekitar situ, telah banyak berdiri resto-resto, mulai dari yang sederhana hingga resto elite yang menawarkan nikmatnya kuliner dan kenyamanan tempat. Tak lupa, tempat selfie dan tempat untuk gaya-gaya berfoto tersedia. Bukan kah itu yang dimaui wisatawan?
Ternyata ada peran warga desa untuk peningkatan kemakmuran desanya lewat pariwisata. Saya pernah mendapat keterangan dari sejumlah warga setempat, jika pengelolaan rumah makan atau resto di situ, ada yang melibatkan peran warga setempat. Semacam ada kesepakatan. Pihak desa juga mendapatkan keuntungan dari hasil bisnis warung atau rumah makan di situ, untuk tujuan kemajuan desa bersama. Tentu ini ide cukup menarik, saling bersinergi.
Naik ke atas lagi, di Tawangmangu, saya lihat juga terus mempercantik diri. Sudah cukup lama saya tidak naik ke Tawangmangu. Saya dibuat kaget ketika belum lama ke sana lagi, tepatnya di desa Blumbang, atau jalan tembus Tawangmangu menuju Magetan Jawa Timur. Kondisinya sudah banyak berubah. Deretan kafe dan resto banyak berdiri, tertata apik dengan desain kekinian. Deretan mobil banyak parkir di halamannya. Pertanda banyak diminati. Terutama pada Sabtu – Minggu. Padahal dulunya kawasan ini hanyalah hamparan kebun luas dan sejumlah rumah petani.
Saya coba untuk mampir ngopi di salah satu kafe di situ. Sore itu, ternyata asik juga menyesap kopi panas, kolaborasi dengan singkong goreng. Nikmat rasanya. Memilih duduk di lantai atas, pilihan yang pas. Bisa lepas mata memandang indahnya alam Tawangmangu dari ketinggian. Sore perlahan berganti, angin dingin makin menusuk. Tidak lagi sejuk tapi sudah benar-benar dingin. Sepanjang jalan pulang, saya dibuat kaget lagi. Kawasan Sekipan, sepanjang pinggir jalannya sangat ramai dengan banyak pedagang kecil. Sate kelinci, wedang ronde, jagung bakar, cilok. Sebelumnya sebenarnya sudah ada. Tapi tidak seramai saat ini. Warga desa setempat yang berjualan di situ. Sengaja diberi tempat tertata rapi. Kios-kios kecil permanen. Pengunjungnya? Jangan ditanya banyaknya. Malam itu kawula muda banyak asik nongkrong di situ. Lampu-lampu penerangan juga memadai.
Deskripsi di atas, hanyalah contoh pengalaman saya mendapati desa-desa di mana warganya dapat menggali potensi alam untuk tujuan wisata. Padahal, kalau dipikir, Indonesia itu luas dan memiliki potensi alam yang sangat luar biasa. Dan saya baru menginjakan kaki di sejumlah tempat wisata saja di pulau Jawa. Saya sangat percaya, nun jauh di luar jawa potensi alam juga luar biasa. Sekarang tinggal bagaimana kita berniat dan semangat memajukan desa dengan mandiri, memutar roda ekonomi lewat pariwisata.
Pernyataan Menteri Pariwisata Arief Yahya, yang optimis sektor pariwisata dapat jadi penyumbang devisa terbesar untuk Indonesia bila dikelola secara optimal, menurut saya benar adanya. Syaratnya ya itu, ada kesadaran dan semangat dari semua pihak. Tak terkecuali masyarakat desa. Bukankah 80 persen penduduk Indonesia justru tinggal di pedesaan? Potensi alam pedesaan jika dikelola dengan cerdas, merupakan asset berharga untuk pariwisata.
Lalu, apa peran dasar pemerintah untuk menunjang pembangunan pariwisata? Jawabnya adalah pembangunan infrastruktur. Seperti kata menteri Arief Yahya, pemerintah pusat akan terus membangun infrastruktur, salah satunya untuk penunjang pembangunan pariwisata. Hal lain yang cukup penting adalah promosi. Upaya ini juga tengah gencar dilakukan pemerintah, dengan tujuan untuk menarik investor. Di sejumlah daerah, kata Menteri, ada yang Penghasilan Asli Daerah (PAD) terbanyak justru dari pariwisatanya. Misalnya saja di Samosir, 81 persen PAD berasal dari pariwisata.
Nah, sekarang sudah jelas, kunci kemajuan pariwisata di Indonesia, justru dapat dimulai dari tingkat paling bawah, yaitu di pedesaan. Bukankah di sana sudah tersedia modal berupa potensi alamnya? Tinggal selanjutnya kerja cerdas dan kreatif. Sayang juga kan, jika pemerintah telah memberi umpan dengan berusaha membangun jalan-jalan yang bagus, tapi tidak dimanfaatkan dengan maksimal? Jika ada sinergi baik dari pemerintah dan rakyatnya, yakin saja, harapan untuk mewujudkan peningkatan ekonomi lewat pariwisata, tidak perlu waktu lama kok. Pasti akan terwujud.
Tapi perlu diingat juga, pembangunan potensi alam pedesaan untuk pariwisata, jangan sampai kemudian merusak eko sistem yang ada. Ada komitmen untuk ini. Terpenting lagi, sikap mental harus tetap terjaga. Jangan sampai hasil kemakmuran bersama misalnya, tercederai hanya karena ulah oknum yang tergelincir godaan nyata yang namanya ‘Korupsi’. Semoga saja tidak akan pernah terjadi. (editor:isna)