Petisi #EdyOut Menang, Revolusi di Tubuh PSSI?
JAKARTA, POSKITA.co – Masyarakat menyambut gembira atas pernyataan Edy Rahmayadi yang memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI pada hari Minggu, 20 Januari 2019 lalu.
Salah satunya Emerson Yuntho, penggagas petisi “Edy Harus Mundur sebagai Ketua Umum PSSI” (www.change.org/edyout). Petisi dimulai sejak enam bulan lalu di laman change.org setelah Edy menang dalam pemilihan Kepala Daerah di Sumatera Utara (Sumut). Hingga hari ini, petisinya telah ditandatangani oleh lebih dari 135 ribu orang.
Menurut Emerson, desakan mundur ini didasarkan oleh tiga alasan. Pertama, Edy seharusnya fokus terhadap satu jabatan saja, dalam hal ini sebagai pemimpin Sumut selama lima tahun ke depan. Jika Edy merangkap dua jabatan, dikhawatirkan akan menimbulkan fokus bercabang.
Kedua, adanya regulasi yang melarang Kepala Daerah merangkap jabatan sebagai pengurus PSSI. Larangan ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural.
Alasan yang ketiga adalah adanya kekhawatiran timbulnya konflik kepentingan jika Edy merangkap sebagai Ketua Umum PSSI sekaligus duduk dalam posisi pemerintahan.
“Kami tidak ingin PSSI hanya dijadikan kendaraan tanpa ada kemauan untuk menjalankannya apalagi hanya dijadikan bemper untuk kepentingan selama menjabat sebagai gubernur Sumut. Semua tentu tak mengharapkan ada pimpinan yang menganakemaskan satu klub saja,” tulis Emerson dalam petisinya.
Para penandatangan menyambut gembira atas mundurnya Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Menurutnya, keputusan ini harus diberikan apresiasi, meskipun seharusnya sudah dilakukan ketika Edy dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2018 lalu.
Namun Emerson juga menambahkan, keputusan Edy mundur harus jadi momentum dalam reformasi di tubuh PSSI. Penting dilakukan proses penggantian Ketua Umum PSSI yang baru dengan figur yang lebih profesional dan berintegritas serta memiliki visi sepak bola Indonesia yang lebih berprestasi. Saat ini yang harus menjadi prioritas pembenahan sepak bola nasional adalah menuntaskan mafia sepak bola, baik yang melibatkan internal PSSI maupun di luar PSSI.
Menanggapi kemenangan petisi ini, Emerson menganggap semua ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dari tiap penandatangan petisinya.
“Terima kasih kepada para penandatangan petisi change.org Edy Harus Mundur. Dukungan semua pihak sangat berarti untuk kemajuan sepak bola nasional,” ungkapnya.
Ignatius Indro, Ketua Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), mengatakan bahwa sebagai organisasi suporter, PSTI mengapresiasi keputusan Edy untuk mundur.
“Kritik dari masyarakat yang dilakukan melalui Change.org bukan bersifat personal tapi ini adalah wujud kepedulian masyarakat terhadap dunia persepakbolaan Indonesia. Dengan mundurnya Edy, jelas menunjukan bahwa PSSI ada masalah dan ini harus diselesaikan tidak hanya oleh internal PSSI saja tetapi juga oleh seluruh stakeholder sepak bola Indonesia,” tambahnya.
Diskusi soal siapa yang layak gantikan Edy mungkin akan sering muncul di waktu-waktu ini. Namun menurut pria yang kerap disapa Indro tersebut, isu yang terpenting adalah bagaimana PSSI berbenah diri setelah berbagai permasalahan mencuat seperti mafia pengaturan skor pertandingan sepakbola.
“Mundurnya Edy bukan berarti pekerjaan kita selesai, namun harus semakin keras dalam membongkar semua mafia sepakbola termasuk yang masih bercokol di PSSI,” kata Indro.
Peneliti hukum olahraga, Eko Noer Kristiyanto, memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, persoalannya bukan tentang kapasitas Edy sebagai pemimpin, karena baginya kepemimpinan Edy teruji melalui karir militernya.
“Sejujurnya kehadiran Edy selama ini justru sempat membuat kagok para ‘pemain lama’ karena Edy memang bukan orang yang gampang dikendalikan apalagi di-setting. Itulah sebabnya dalam berbagai diskusi terkait match fixing, saya selalu menolak jika sasaran akhirnya adalah suksesi ketua umum PSSI. Karena masalah laten ada jauh sebelum Edy menjabat Ketua Umum PSSI. Terlebih Edy berulang kali menyatakan dukungan agar satgas anti mafia bola masuk dan bekerja walau harus menyentuh orang-orang dalam PSSI,” kata Eko.
Eko setuju bahwa dibutuhkan sosok pemimpin yang memiliki komitmen yang full. Namun menurutnya masalah utama dalam tubuh PSSI bukan mengenai pergantian ketua umumnya.
“Yang menjadi kanker adalah pola dan sistemnya,” tambahnya. (COS/*)