Proses Pengalihan Status Tanah Untuk Bandara NYIA Dipersoalkan

Spread the love

YOGYAKARTA (poskita.co)- Fraksi PAN DPRD DIY melihat ada permasalahan hukum dan administrasi negara dalam proses pengalihan status hingga pembayaran ganti rugi objek tanah pada pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport.

Pengalihan status hak terhadap semua tanah Kasultanan (SG) ataupun tanah Kadipaten (PAG) mustinya didasarkan pada UU No 13 th 2012 tentang Keistimewaan DIY, beserta peraturan perundangan lain yang menjadi turunannya. 

Ketua FPAN DPRD DIY, Suharwanta mengatakan bahwa dalam Pasal 32 UUK telah memberi Kasultanan dan Kadipaten status sebagai badan hukum (lembaga) yang mempunyai hak milik atas tanah. Klaim terhadap tanah SG dan PAG tidak dapat didasarkan pada peraturan perundang-undangan lain, selain UU No 13 th 2012. 

“Bagaimana mungkin badan hukum yang baru diakui kelahirannya 2012 bisa mengklaim hak berdasarkan Rijksblad, aturan hukum zaman kolonial. Itu contoh permasalahan yang muncul pada level implementasi akibat pemberlakuan UUPA vs UUK, dimana keduanya tidak dalam posisi Lex Specialist Derogat Lex Generalis,” katanya pada wartawan di DPRD DIY.

Pada pasal 33 UUK DIY telah ditegaskan bahwa hak milik atas tanah Kasultanan dan Kadipaten didaftarkan pada lembaga pertanahan. Selanjutnya Pasal 9 Perdais DIY No 1 Th 2017 menetapkan beberapa tahapan sebelum tanah-tanah itu didaftarkan. Tahapannya mulai dari inventarisasi, identifikasi, verifikasi, hingga pemetaan sebelum tanah SG dan PAG didaftarkan. 

“Sudahkan tahapan-tahapan itu dilaksanakan ? Kenapa ada gugatan yang seharusnya tidak terjadi seandainya proses penatausahaan itu sungguh-sungguh dilaksanakan dengan benar,” katanya.

Untuk kasus Bandara NYIA, ia menyimpulkan bahwa penetapan ganti rugi terhadap tanah yang diklaim sebagai tanah Pakualaman ditetapkan sebelum adanya hak atas tanah. Artinya belum ada bukti formal kepemilikan dari pihak yang menerima ganti rugi.

“Kalau itu yang terjadi, jelas melanggar ketentuan pemberian ganti rugi untuk pembangunan sebagaimana diatur dalam Keppres tentang itu. Situasi jadi tambah rumit karena ada gugatan terhadap objek tanah, sehingga ganti rugi kemudian dititipkan di PN Wates,” jelasnya.

FPAN DPRD DIY sangat mendukung upaya pembangunan Bandara NYIA di Kulon Progo. Hanya saja, perlu kejelasan status hukum objek tanah tersebut. Apakah tanah yang sudah dibayar PT Angkasa Pura I itu benar milik Kadipaten, sehingga berhak menerima ganti rugi. 

“Jadi pertanyaan juga apakah tanah-tanah Kadipaten (PAG) maupun Kasultanan (SG) juga memiliki kewajiban yang sama seperti pembayar pajak ? Apakah Kadipaten dan Kasultanan sebagai lembaga juga memiliki NPWP ?” katanya. 

Kesimpangsiuran administrasi dan implementasi hukum seputar pengalihan status tanah dan pembayaran ganti rugi pada proyek NYIA diharapkan dapat diklarifikasi oleh pihak terkait. Ketidakjelasan hukum dan implementasinya ini berpotensi menimbulkan masalah pada tataran praktis.

“Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, kami bertekad untuk memperjuangkan dalam forum-forum pembahasan di DPRD DIY,” pungkasnya. (Uky)