Tangan Dingin Iwan Adranacus Membangun INDACO Hingga Jadi Raksasa Cat Nasional

Spread the love

KARANGANYAR, POSKITA.co – Di panggung industri cat nasional yang kompetitif, nama PT Indaco Warna Dunia (INDACO) kian berkibar. Menjelang usianya yang ke-20 pada 5 Desember 2025 mendatang, perusahaan asal Karanganyar ini tak hanya bertahan, tetapi merangsek ke jajaran 10 besar, bahkan kini membidik posisi lima besar pabrikan cat di Indonesia.

Namun, siapa sangka, fondasi raksasa yang menaungi merek cat Envi dan Belazo ini dibangun oleh seorang pria yang, ironisnya, tidak pernah punya pengalaman bekerja di perusahaan cat mana pun.

Dialah Iwan Adranacus, sang pendiri sekaligus Presiden Direktur INDACO. Pria kelahiran Ende, 27 Maret 1978 ini adalah bukti nyata bahwa pemahaman mendalam tak harus lahir dari dalam. Kisahnya adalah tentang intuisi, keberanian, dan cara belajar yang tak konvensional.

Benih Minat dari Kampus Ganesha

Semua bermula di bangku kuliah. Sebagai mahasiswa Teknik Kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1997, Iwan muda sudah menaruh minat khusus pada industri cat. Baginya, ada sesuatu yang unik dan menantang dari bisnis pewarna ini.

“Saya beberapa kali dapat materi tentang industri cat, yang menurut saya menarik,” kenang Iwan saat berbincang dengan media beberapa waktu lalu.

Ia melihat industri ini sebagai sebuah smart business. Karakteristiknya tidak terlalu padat karya maupun padat modal, namun sangat padat teknologi. “Industri cat itu butuh kemampuan penguasaan teknologi. Termasuk smart business, yang butuh kepintaran dan kecermatan dalam menjalankan bisnisnya,” jelasnya.

Namun, takdir seolah mengajaknya mengambil jalan memutar. Lulus pada 2001, Iwan tak kunjung mendapat kesempatan untuk terjun langsung ke pabrik cat impiannya.

Jalan Memutar yang Menjadi Sekolah Terbaik

Takdir membawanya ke dunia chemical trading, sebuah industri yang menjual bahan-bahan kimia mentah. Meski terdengar jauh dari impiannya, di sinilah Iwan justru menemukan ‘sekolah’ terbaiknya. Ia berpindah ke tiga perusahaan berbeda, di mana setiap langkah membawanya semakin dekat ke jantung industri cat.

“Tapi bahan kimia yang saya tangani, ternyata mayoritas penggunaannya di industri cat. Di bidang coating dan tinta,” tuturnya.

Puncaknya adalah saat ia bekerja di sebuah perusahaan Jerman yang bergerak di bidang chemical additive—bahan kimia khusus untuk pelapis dan tinta. Perannya bukan lagi sekadar penjual, melainkan seorang konsultan teknis.

“Di situ, saya malah berkesempatan belajar banyak tentang teknologi cat. Karena memegang bahan kimia khusus, saya jadi paham berbagai permasalahan di pabrik-pabrik cat, meskipun bukan sebagai pelaku industrinya langsung,” katanya.

Selama hampir tiga tahun, dari akhir 2001 hingga awal 2004, Iwan menjadi ‘dokter’ bagi banyak pabrik cat. Ia berkeliling, mendengar keluhan, menganalisis masalah, dan memberikan solusi. Tanpa sadar, ia telah menyerap ilmu dari berbagai sudut pandang, sebuah kemewahan yang takkan ia dapatkan jika hanya bekerja di satu perusahaan saja.

Lompatan Keberanian dan Babak Baru di Kota Solo

Berbekal pemahaman mendalam yang ia kumpulkan dari ‘luar pagar’, Iwan merasa cukup. Pada awal 2004, sebuah tawaran dari seorang teman untuk mendirikan pabrik cat kecil di Jakarta menjadi pemicunya. Ia nekat resign dari pekerjaan mapannya.

“Sekitar Maret atau April 2004 saya resign, setelah itu mendirikan pabrik cat kecil di Jakarta bareng teman saya,” kenangnya.

Pabrik kecil tanpa merek itu fokus melayani pasar industri. Namun, pertumbuhannya yang pesat dalam setahun menyadarkan Iwan bahwa potensi sesungguhnya ada di pasar ritel. Untuk itu, ia butuh lokasi yang lebih besar dan strategis. Pilihannya jatuh pada Solo.

Pada September 2005, sebuah langkah besar diambil. Iwan pindah ke Solo dan menyewa sebuah bangunan bekas pabrik roti di kawasan Kadipiro. Tempat sederhana itu disulap menjadi kantor, gudang, sekaligus pabrik. Di sinilah nama INDACO, singkatan dari Indonesian Company, lahir.

“Sejak awal, saya ingin mendedikasikan ini untuk Indonesia, sebagai perusahaan karya anak bangsa tanpa campur tangan pihak asing,” tegasnya.

Visi yang kuat ini membuatnya harus mengambil keputusan sulit. Rekannya di Jakarta enggan ikut pindah. Tanpa ragu, Iwan melepas asetnya di Jakarta dan memilih untuk fokus seratus persen di Solo.

Dari bekas pabrik roti, denyut INDACO semakin kencang. Permintaan pasar yang terus meningkat mendorong perusahaan untuk kembali berekspansi. Pada Mei 2007, INDACO resmi memindahkan seluruh operasionalnya ke lokasi yang lebih representatif di Desa Pulosari, Kebakkramat, Karanganyar, yang kini menjadi markas besarnya.

Kisah Iwan Adranacus dan INDACO adalah cerminan bahwa jalan menuju sukses tidak selalu lurus. Terkadang, pengalaman terbaik justru didapat dari jalan memutar yang tak terduga, di mana pengamatan dari luar justru memberikan perspektif yang lebih tajam dan menyeluruh./*

Tanto