Pendidikan Karakter Saat Pandemi Covid-19

Spread the love

Oleh: Feri Ekayanti, S.Pd.SD
SDN 03 Waru, Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar

Selama pandemi Covid-19, pendidikan karakter siswa tergantung pada lingkungan keluarga dan sekitarnya. Jadi, sukses tidaknya pendidikan karakter pada dukungan orangtua dan guru dimana pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan).
Pandemi Covid-19 masih berlangsung, agar tidak terjadi learning loss (memudarnya capaian belajar), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) beralih ke Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas.
Hal ini sesuai dengan instruksi dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim yang menyatakan potensi memudarnya capaian belajar (learning loss) dan memburuknya kesehatan psikis anak-anak Indonesia akan semakin besar jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus berlangsung.
Pemerintah terus mendorong terselenggaranya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat dan strategi pengendalian Covid-19 di sekolah.
Selama pandemi, dari analisa penulis, pendidikan karakter berlangsung kurang baik. Hal ini terjadi karena beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama, kegiatan belajar berlangsung secara PJJ. Komunikasi antara guru dan siswa terhalang. Respon terhadap tugas yang sudah diberikan oleh guru kurang bagus, ada yang merespon terima kasih, sebagian tidak ada respon sama sekali. Demikian juga saat penjelasan, saat guru meminta pendapat siswa banyak yang tidak dijawab. Tentang tugas, guru juga tidak bisa memantau apakah benar-benar dikerjakan siswa, atau malah dibantu orangtua. Jika anak sudah berkarakter bagus, semua tugas sekolah akan diselesaikan sendiri.
Kedua, peran orangtua dalam turut mendukung pendidikan karakter siswa di rumah juga kurang. Banyak alasan yang dikemukakan, orang tua sibuk bekerja, saat pulang sudah lelah. Padahal pendidikan karakter bisa berhasil salah satunya peran orang tua menerapkan pendidikan karakter kepada anak-anaknya dalam keseharian. Pendidikan karakter bisa diterapkan dalam tugas keseharian mulai dari membantu orangtua (memasak, menyapu, mengepel, mencuci baju, dan sebagainya).
Atas kondisi di atas, guru mencoba mencari jalan keluar, apalagi saat ini sudah dilaksanakan PTM Terbatas.
Pertama, pendidikan karakter diterapkan saat di sekolah, mulai dari siswa datang, menyapa bapak ibu guru, menunjukkan persahabatan sesama siswa, aktif saat pembelajaran. Ketika pembelajaran ada siswa yang belum aktif, guru mengajak siswa agar aktif, sehingga pembelajaran menjadi hidup. Dengan protokol Kesehatan yang ketat,selama PTM berlangsung.
Kedua, dalam pembelajaran, guru menyelipkan pendidikan karakter dalam bentuk kegiatan sehari-hari. Misalnya, guru menugaskan siswa untuk aksi dalam keluarga: mengepel, menyapu, membantu orangtua, diwujudkan dalam foto, lalu dikirim ke guru melalui WA pesan pribadi. Siswa juga diminta untuk aktif dalam kegiatan lingkungan, turut menjaga lingkungan sekitar rumah. Itu sudah bagian dalam pendidikan karakter, peduli kepada lingkungan.
Ketiga, pendidikan karakter cinta kepada sesama, saling toleransi dan menghormati kepada siswa yang berbeda agama (keyakinan), digaungkan setiap saat, sebelum pelajaran dimulai. Cara ini sangat ampuh untuk menanamkan pendidikan karakter kepada siswa sejak dini mungkin.
Keempat, pendidikan karakter bukan sekedar wacana. Jadi, harus diterapkan di lingkup sekolah, keluarga, dan lingkungan. Guru selalu memantau pendidikan karakter anak, melalui hubungan komunikasi dengan orangtua/wali siswa.
Dari berbagai langkah di atas, pendidikan karakter yang dilaksanakan di kelas 6 SDN 03 Waru, Kebakkramat, Karanganyar, berjalan baik. Karakter dalam keseharian di sekolah maupun di rumah mengalamai peningkatan, hasil ulangan siswa juga mengalami peningkatan. Pendidikan karakter berhasil atas kolaborasi antara guru, siswa, dan orangtua dalam menanamkan karakter yang positif kepada siswa dalam hidup sehari-hari dan dilakukan sejak dini mungkin. ***

Editor: cosmas