Peningkatan Minat Baca Anak Lewat Budaya Literasi
oleh: Suyatun, S.Pd, AUD
TK Pertiwi 2 Padas, Slogo, Tanon, Sragen
Literasi adalah kemampuan dasar seseorang untuk memahami isi suatu informasi saat melakukan kegiatan membaca dan menulis. Memahami suatu informasi tersebut merupakan langkah pertama seseorang dalam mengetahui apa maksud dan tujuan sebuah informasi disajikan. Informasi yang pertama kali terlihat abstrak pun bisa diketahui dengan jelas isinya jika menerapkan budaya ini. Bisa dikatakan literasi tidak hanya membaca, namun juga berpikir dan menganalisa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan program GLN (Gerakan Literasi Nasional) pada tahun 2016 sebagai induk gerakan literasi secara nasional untuk menyinergikan berbagai program dan kegiatan lintas sektor kehidupan. Pemerintah percaya bahwa budaya literasi akan membantu meningkatkan keterampilan anak yang akan sangat berguna di abad 21 ini. Literasi dalam konteks pendidikan ditujukan agar pendidikan di Indonesia bisa lebih maju lagi dan bersaing dengan bangsa yang lain.
Literasi telah diterapkan untuk pembelajaran saat ini pada K-13 terutama K-13 Revisi. Beda dengan sebelumnya yang lebih fokus pada guru memberi materi, kurikulum saat ini lebih terfokuskan pada siswa untuk lebih aktif di dalam kelas. Pola pikir baru untuk siswa pun tercetuskan dengan pola berpikir HOTS atau Higher Order Thingking Skills. Pada pola berpikir ini siswa akan memiliki kemampuan berpikir yang menerapkan pengolahan dalam mengasah logika, kreatifitas, pola kiritis anak, dan menganalisis masalah.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi berfokus pada pertanyaan. Siswa di dorong untuk lebih aktif bertanya jika dirasa ada hal yang kurang dipahami. Siswa lain pun bisa memberi solusi untuk pertanyaan temannya. Pembelajaran ini akan menciptakan diskusi untuk siswa bertukar pemikiran satu sama lain pada topik yang sedang dibahas. Proses berpikir siswa pun tidak dibatasi agar pemikirannya luas dan terbuka. Tugas seorang guru disini sebagai pendamping yang memberikan arahan. Dilihat dari sini sudah jelas jika penggunakan metode pembelajaran aktif dapat mencakup 5 teori sekaligus yakni memahami, mengingat, menerapkan, menganalisis, dan mencipta.
Literasi yang awal dan utama ialah membaca tetapi, literasi dalam budaya baca di Indonesia saat ini masih belum banyak peminatnya. Laporan hasil studi PISA 2018 yang dirilis pada Selasa (3/12/2019) menunjukkan bahwa untuk kategori kemampuan Membaca, Indonesia berada pada peringkat ke-74 dari 79 negara. Bisa dikategorikan sangat rendah bukan? Seharusnya minat baca ini sudah dibiasakan sejak dini agar minat baca bisa dibiasakan. Jika sudah terlanjur anti terhadap buku, rasanya membaca buku 10 menit saja sudah tidak sanggup.
Peningkatan minat dan budaya baca anak harus dilakukan sedini mungkin. Mulai dari lingkungan keluarga dan meningkatkannya di sekolah. Di lingkungan keluarga anak seharusnya dikenal dengan buku terlebih dahulu bukan gawai. Buku bergambar untuk meningkatkan pengetahuan anak untuk memahami suatu hal melalui gambar, gambar berwarna lebih menarik dimata anak dan dapat mudah dipahami. Sertakan juga buku kosong untuk anak belajar menulis meskipun hanya berbentuk coretan. Hal ini dapat dijadikan pendekatkan anak pada buku. Bagi remaja yang kurang literasi pun akan sibuk sendiri jika sudah kecanduan pada gawainya. Remaja cenderung acuh pada orang lain bahkan keluarga sendiri jika sudah memiliki dunianya sendiri. Inilah akibat kurangnya rasa terhadap budaya literasi.
Di sekolah, pada saat 15 menit sebelum jam pertama siswa diharuskan baca buku atau membaca Al-Qura’an agar anak dapat melek membaca dan bisa fasih baca Qur’an. Budaya literasi dapat ditingkatkan dengan membangun pojok baca di setiap sudut kelas dan pembangunan gazebo sebagai tempat belajar siswa di luar kelas. Pojok baca berguna bagi siswa untuk mengisi waktu senggang saat jam istirahat, buku-buku pun bisa diganti setiap minggu oleh petugas perpustakaan agar banyak pilihan buku untuk dibaca. Gazebo berguna bagi siswa untuk mengurangi kejenuhan terus belajar di dalam kelas.
Guru harus menerapkan pembelajaran yang baru sesuai K-13, hindari penerapan pembelajaran yang membuat siswa pasif. Guru yang terus menerangkan dikelas dan hanya menyuruh siswa melakukan pengerjaan tugas dalam kapasitas banyak harus segera diperbaiki. Ini juga dapat memberikan kemudahan dalam aspek penilaian guru terhadap para siswanya. Hal yang monoton bisa mendatangkan kebosanan pada seseorang, terutama siswa jika terus melakukan hal yang sama. Masih banyak hal sebenarnya yang bisa dilakukan kita sebagai pegiat literasi dan manusia yang sadar baca.
Literasi merupakan langkah untuk mewujudkan bangsa yang unggul dalam bidang pendidikan. Gerakan ini dilaksanakan secara berkesinambungan, terintegrasi, kolektif, dan menyeluruh (pada ranah keluarga, sekolah, dan masyarakat) (Kemendikbud, 2017:1-5). Oleh karena itu, pendidikan literasi dalam ranah keluarga, sekolah, masyarakat, dan berbangsa-bernegara menjadi hal penting yang harus dibudayakan. Mari kita semua tingkatkan budaya baca di Indonesia melalui pendidikan yang cerdas berkarakter.
Editor: Cosmas