Pembelajaran Seni Tari Melalui Pendidikan Seni di Era Hiperrealitas
Oleh: Suyamti, S. Sn
Guru Seni Budaya SMA Negeri 1 Wonosari Klaten
SMA Negeri 1 Wonosari merupakan sekolah menengah yang termasuk sekolah pinggiran yang berada di wilayah Kabupaten Klaten. Mayoritas peserta didik yang belajar di SMA Negeri 1 Wonosari kurang mendapatkan perhatian dari orang tua mereka, karena rata-rata para orang tua merantau keluar kota bahkan ada yang sampai keluar Jawa untuk mencari nafkah.
Selain itu, kondisi lokasi tempat tinggal peserta didik berada di wilayah pelosok yang jarang terjangkau kendaraan atau sulit transportasi, sehingga mereka mendapatkan dispensasi dari pihak kepolisian untuk mengendarai motor menuju ke sekolah.
Melihat kondisi ini maka tidak heran jika mayoritas SDM peserta didik jauh dari standard, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan hal-hal yang kurang bermanfaat sebagai pelampiasan. Terpengaruh dengan lingkungan yang kurang mendukung posisi sebagai pelajar, sehingga otomatis mereka kurang kesadaran akan pentingnya kewajiban belajar demi masa depannya.
Untuk mengubah kondisi ini SMA Negeri 1 Wonosari mempunyai visi yaitu ingin membentuk SDM yang cerdas, trampil, berakhlak mulia dan berwawasan lingkungan, dengan tujuan nantinya peserta didik memiliki jiwa yang kreatif dan inovatif. Namun realitanya kondisi ideal tersebut masih belum sesuai harapan.
Pengalaman sebagai guru seni budaya yang juga mendapatkan tugas tambahan sebagai wali kelas merupakan pengalaman berharga bagi penulis untuk berusaha melakukan pendekatan kepada peserta didik. Penulis mencoba mengubah karakter mereka menjadi pribadi yang mandiri dan penuh percaya diri melalui proses pembelajaran seni budaya.
Permasalahan lain yang sering muncul dalam proses KBM di kelas di antaranya adalah kedisiplinan peserta didik sangat rendah masih ada yang datang atau masuk jam pertama selalu terlambat. Bahkan masih sering ada yang tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Peserta didik juga tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugas-tugas sekolah. Tanggung jawab mereka sangat kurang bahkan cenderung menyepelekan saat mengikuti proses pembelajaran khususnya mata pelajaran seni budaya, pada materi pembuatan pola lantai atau komposisi tari yang berdampak pada hasil proses belajar baik dari sisi kreatifitas maupun inovasi para peserta didik.
Pembelajaran Seni Tari
Istilah pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang mengandung arti suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Reber dalam Sugihartono, 2007:74).
Johnson dalam Anwar dkk (2010:23) mendefinikan pembelajaran sebagai interaksi antara pengajar dengan satu atau lebih individu untuk belajar, direncanakan sebelumnya dalam rangka untuk menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman belajar kepada peserta didik.
Sedangkan seni tari menurut Yulianti Parani ( 1939 ) adalah adalah gerak-gerak ritmis sebagian atau seluruhnya dari tubuh yang terdiri dari pola individual atau kelompok yang disertai ekspresi atau ide-ide tertentu.
Pendidikan seni di era hiperrealitas
Pendidikan seni yang diungkapkan oleh Eisner (1987/1988) bahwa pendidikan seni berbasis disiplin bertujuan menawarkan program pembelajaran yang sistematik dan berkelanjutan dalam empat bidang yang digeluti orang dalam dunia seni yaitu bidang penciptaan, penikmatan, pemahaman dan penilaian. Keempat bidang tersebut haruslah tercermin dalam kurikulum.
Masa era hiperrealitas di sini diungkapkan oleh Jean Baudrillard ( 2006 ) yaitu ditandai dengan lenyapnya petanda, dan metafisika representasi; runtuhnya ideologi, dan bangkrutnya realitas itu sendiri yang diambil alih oleh duplikasi dari dunia nostalgia dan fantasi atau menjadi realitas pengganti realitas, pemujaan (fetish) obyek yang hilang bukan lagi obyek representasi, tetapi ekstasi penyangkalan dan pemusnahan ritualnya sendiri.
Kreatifitas terkait langsung dengan produktivitas dan merupakan bagian yang sangat penting dalam pemecahan masalah tentang peningkatan kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pola lantai atau komposisi tari disebut kemampuan. Cara ini sangat tepat untuk meningkatkan kreativitas yang masih terpendam, yang perlu diperhatikan cara-cara untuk dapat meningkatkan kemampuan serta kreativitas peserta didik adalah dengan mengajari bagaimana; mengembangkan ide sebanyak-banyaknya, mengembangkan ide berdasarkan ide-ide orang lain, menghindari memberikan kritik pada saat pengembangan ide, mengevaluasi ide-ide yang telah ada, dan menyimpulkan ide yang terbaik.