Merayakan Toleransi di Tahun Babi 

Spread the love

Penulis: Ketua Umum Brigade #01, Diah Warih Anjari 

SOLO, (poskita.co)- Ribuan lampion menghiasi sepanjang Jalan Jensud dan Jalan Urip Soemohardjo kawasan Pasar Gede, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah akhir Januari lalu.

Tepat tanggal 27 Januari, ribuan lampion mulai dinyalakan oleh panitia bersama Imlek. Hal itu sebagai penanda dimulainya rangkaian acara Imlek 2570/2019.

Warga dari sejumlah daerah berbaur menjadi satu berfoto-foto bersama keluarga atau pun saudara di bawah sinar lampu lampion kawasan Pasar Gede. Meskipun tak saling kenal, mereka menyapa satu sama yang lain. Bahkan, mereka tak pernah saling menanyakan apa agamanya atau etnis apa.

Warga hanya ingin menikmati indahnya lampion di malam hari dan perayaan Imlek. Ini membuktikan Imlek tak hanya milik warga keturunan saja, tapi semua masyarakat.

Kemeriahan Imlek juga terlihat di pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga perhotelan. Efek domino dari Imlek adalah pengrajin pernak-pernik seperti lampion, lilin, sampai penjual buah jeruk serta buah naga kebanjiran membeli. Perayaan Imlek bukan hanya milik warga etnis keturunan, tapi sudah merupakan hiburan bagi seluruh masyarakat Kota Solo.

Perayaan Imlek dan Cap Go Meh selama ini diyakini secara beragam oleh umat beragama di Indonesia. Ada yang meyakini itu bagian dari tradisi perayaan yang sifatnya budaya, ada pula yang menyakini itu bagian dari kepercayaan atau agama.

Terlepas apa pun pemahaman orang terhadap perayaan seperti itu, mengajak semua untuk saling menghargai, menghormati, tradisi yang sudah cukup lama ada di tengah-tengah masyarakat.

Sebagai umat beragama, kita mengimani ajaran agama masing-masing. Ajaran kita mengajarkan untuk menghormati keyakinan yang berbeda dengan kita. Bukan malah mencari pembenaran agama yang dianutnya. Itulah esensi sesunguhnya makna dari Bhinneka Tunggal Ika adalah Berbeda-beda tetapi tetap satu.

Tahun Babi
Tiap binatang dalam zodiak shio dipercaya punya karakter unik tersendiri. Orang yang lahir di tahun shio babi adalah orang yang pandai, baik hati dan setia.

Suhu politik boleh saja memanas, tetapi hati kita tetap harus dingin. Panasnya suhu politik bukan serta merta dijadikan alasan untuk tidak menjalankan acara keagamaan tradisi budaya di negeri ini.

Apa yang sudah dilakukan oleh almarhum Gus Dur adalah contoh bagi kita semua dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bahwa kita semua sama. Sama-sama boleh mengekspresikan apa yang kita yakini. Saudara kita keturunan Tionghoa, juga warga negara Indonesia.

Menengok ke belakang, Gus Dur merupakan pemimpin yang mampu mengubah keadaan dan dapat mewujudkan keinginan kaum minoritas. Dengan kebijakan yang ia lakukan kepada etnis keturunan yang merupakan etnis minoritas di Indonesia.

Etnis keturunan sudah lama menginginkan kebebasan dalam memeluk agama Konghucu dan merayakan Imlek secara terbuka. Itu tidak dirasakan warga keturunan semasa orde baru berkuasa selama 32 tahun. Sekarang warga pribumi pun ikut berbaur bersama etnis keturunan. Kesenian barongsai yang dulu hanya bisa dimainkan warga keturunan, sekarang warga pribumi bisa memainkannya.

Sepuluh tahun Gus Dur meninggalkan kita semua. Namun ajaran dan teladan yang beliau contohkan, masih sangat relevan untuk dilihat kembali. Di tengah kondisi bangsa yang mulai terpolarisasi, sekejap merasa rindu dengan kehadiran sosok Gus Dur yang merangkul kepada semua tanpa melihat apa agama, suku, golongan dan ras.

Mari kita saling berbagi, mari saling menghargai. Jangan sampai cita-cita leluhur bangsa ini terabaikan hanya demi tujuan politik praktis untuk meraih kekuasaan sesaat. Ingat kawan, damai itu indah. Buang rasa kebencian, saling menghujat dan menyebar hoaks. Itu akan membuat kita terpecah belah. Salam damai. Selamat tahun baru Imlek. Gong Xi Fa Cai. (Anto)