Kasus Meiliana, DPD PSI Surakarta Berharap Banding Dikabulkan, Meiliana Bebas

Spread the love

Solo (Poskita.co)

Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia (DPD PSI Surakarta ) menyatakan keprihatinan mendalam atas keputusan Pengadilan Negeri Sumatra Utara yang pada 21 Agustus 2018  memvonis terdakwa Ibu Meiliana dengan penjara 18 bulan atas dasar tuduhan penodaan agama.

“PSI berharap pengajuan banding yang dilakukan Tim Penasehat Hukum Bu Meiliana dapat dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi dan Bu Meiliana dapat dilepaskan dari tahanan sampai turun keputusan hukum yang bersifat tetap dan mengikat,” kata Muhammad Bilal, Ketua DPD PSI Surakarta kepada Poskita.co

M Bilal dan Ketua PSI Grace Natalia

Ibu Meiliana adalah seorang ibu rumah tangga, beragama Budha, memiliki empat anak dengan suami yang bekerja serabutan dan hingga saat ini mereka masih mengontrak rumah. Dia didakwa melakukan penodaan agama karena pada 22 Juli 2016 menyampaikan kepada seorang tetangganya tentang suara pengeras suara di masjid dekat rumahnya yang lebih keras dibandingkan sebelumnya.

Sang tetangga menyampaikan hal itu kepada pengurus masjid. Sempat ada pertemuan antara pengurus masjid dengan Bu Meiliana dan suami.  Sang suami bahkan sempat mendatangi khusus pengurus masjid untuk meminta maaf. Namun, ternyata, ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat.

Provokasi tersebut menuai hasil.  Pada 29 Juli 2016 terjadi kerusuhan. Rumah Bu Meiliana dilempari, dirusak, dan dibakar. Tidak hanya itu, massa yang marah juga membakar belasan rumah ibadah umat Budha di Tanjung Balai.

Karena kejadian itulah, Bu Meiliana diajukan ke pengadilan dengan tuduhan melanggar pasal 156 subsidair pasal 156a Huruf (a) KUHPidana yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”

Pengadilan Negeri sudah mengabulkan tuntutan tersebut dengan hukuman 18 bulan. Tim Penasehat Hukum sudah mengajukan banding.

Dalam hal ini kami berharap banding yang diajukan ini dapat dikabulkan mengingat, dalam pandangan PSI, Bu Meiliana tidak layak mendekam di penjara karena apa yang dilakukannya.

PSI berpandangan:

PSI setuju bahwa di Indonesia, penghinaan dengan sengaja terhadap agama, apalagi yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan kebencian dan permusuhan antar umat beragama, harus dilarang.

Namun dalam kasus Bu Meiliana, sulit sekali bagi kita menerima argumentasi bahwa apa yang dilakukan Bu Meiliana adalah sesuatu yang menghina atau menodai agama.

Ibu Meiliana hanya membandingkan suara pengeras suara dari masjid yang menurutnya lebih keras dari sebelumnya. Itu tentu saja bukan penghinaan atau penodaan. Mengeluhkan suara pengeras suara tidak berarti mengeluhkan suara azan.

Kementerian Agama pada 1978 pernah mengeluarkan peraturan tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla, yang tidak pernah dicabut sampai sekarang. Dinyatakan dalam peraturan tersebut, penggunaan pengeras suara tersebut harus ditata agar jangan sampai suara dari masjid justru menimbulkan antipati dan kejengkelan. Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) juga pernah mengeluhkan hal yang sama agar pengeras suara diatur sebaik-baiknya.

Vonis 18 bulan terhadap BU Meiliana adalah sebuah keputusan yang mencederai rasa keadilan dan hati nurani. Ironisnya sejumlah pelaku kerusuhan yang menghancurkan rumah ibadah hanya divonis 1,5 bulan sampai 2 bulan.

Berdasarkan segenap pandangan itu, PSI berharap agar banding tim penasehat hukum Bu Meliana dapat dikabulkan dan Bu Meiliana bisa dilepaskan dari tahanan sampai keluar keputusan hukum bersifat tetap dan mengikat.

“PSI berharap seluruh bangsa Indonesia tetap menjaga kerukunan dan persaudaraan umat beragama di Indonesia. Mari kita bangun solidaritas sebagai satu Indonesia,” kata Muhammad Bilal. Foto: Ist

COSMAS