Wayang Digital: Kunci Memperkuat Diplomasi Budaya Indonesia

Spread the love

Penulis: Setyasih Harini

Afiliasi: Dosen Universitas Slamet Riyadi

Wayang kulit merupakan warisan budaya Indonesia yang mampu menembus batas negara dan menjadi jembatan diplomasi yang efektif di ranah internasional, terutama ketika melihat pertunjukan wayang kulit di Jepang yang dimainkan oleh dalang perempuan. Pemanfaatan teknologi digital telah memberikan napas baru bagi pertunjukan wayang kulit, memungkinkan masyarakat manapun, menikmati seni tradisi Indonesia secara fleksibel dan efisien. Di era digital ini, seni pewayangan tak sekadar pelestarian tradisi, tetapi juga menjadi instrumen nyata bagi diplomasi budaya yang memperkuat citra Indonesia di mata dunia.​

Keberhasilan diplomasi budaya melalui wayang kulit digital tidak lepas dari kiprah dalang perempuan sebagai aktor utama. Dalam struktur sosial yang historisnya didominasi laki-laki, kemunculan dalang perempuan membawa gelombang perubahan yang layak diapresiasi. Dalang perempuan bukan hanya pelaku seni, tetapi juga simbol kemajuan dalam perjuangan kesetaraan gender. Dengan tampil memimpin pementasan di panggung internasional, dalang perempuan telah membuktikan bahwa Indonesia mampu mengedepankan nilai inklusivitas dalam diplomasi budaya.​

Respon positif masyarakat Internasional terhadap pementasan wayang kulit yang dimainkan dalang perempuan menandai adanya keterbukaan lintas budaya dan gender. Beberapa studi mengungkap, bahwa apresiasi masyarakat internasional khususnya Jepang pada karya dalang perempuan tumbuh seiring dengan meningkatnya akses digital terhadap pertunjukan seni tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa diplomasi budaya yang mengedepankan partisipasi perempuan memiliki daya tarik tersendiri dan membangun dialog antarbangsa yang lebih egaliter.​

Tetapi, di balik peluang besar diplomasi budaya ini, dalang perempuan juga menghadapi berbagai tantangan signifikan. Mulai dari stereotip gender, akses terbatas terhadap sumber daya, hingga kompetisi di ranah digital yang menuntut inovasi berkesinambungan. Tantangan ini menegaskan perlunya dukungan lebih masif dari pemerintah, komunitas seni, dan sektor swasta agar dalang perempuan tetap eksis, produktif, dan mampu mempertahankan kualitas pementasan mereka di panggung internasional.​

Penting kiranya mengambil pelajaran dari keberhasilan wayang kulit digital sebagai sarana diplomasi, dengan menempatkan dalang perempuan sebagai tokoh sentral. Kebijakan budaya ke depan harus memperhatikan pengembangan kapasitas dalang perempuan sekaligus membuka ruang partisipasi lebih luas, khususnya dalam adaptasi teknologi dan penguatan jaringan diplomasi internasional. Sinergi tersebut akan mendorong wayang kulit, serta seni tradisi lain, semakin dikenal dan dihargai secara global.​

Akhirnya, diplomasi budaya berbasis seni tradisi yang menonjolkan peran perempuan bukan sekadar strategi membangun citra bangsa, melainkan juga sarana membangun kesetaraan dan pemahaman lintas budaya. Komitmen untuk memberdayakan dalang perempuan adalah langkah menuju diplomasi yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan memperkuat posisi mereka, Indonesia akan semakin siap menjadi pemain utama dalam mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian melalui seni di panggung dunia.