Terkait Penolakan Bajaj, Mohammad Saleh Minta Aturan Transportasi Online Direvisi
Mohammad Saleh, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah. Foto: Istimewa
KARANGANYAR, POSKITA.co – Keberadaan bajaj Maxride yang sudah mulai beroperasi di Solo, Semarang dan daerah lain, mengundang perhatian publik. Terlebih operasional jasa transportasi online tersebut tak lepas dari regulasi.
Fenomena ini dikemukakan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng Mohammad Saleh ST MEn atas pendapatnya sehubungan adanya penolakan bajaj yang sudah mengaspal di sejumlah wilayah.
“Kami sudah berdiskusi dengan berbagai elemen, termasuk dengan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, terkait hal ini. Permasalahan transportasi online ini cukup kompleks,” terangnya usai menghadiri Musda XI Partai Golkar Karanganyar di Hotel Lorin, Sabtu (18/10).
Dia memaparkan, persoalan pertama, terkait Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang masih berlaku saat ini menyebutkan, bahwa sepeda motor tidak termasuk sarana angkutan umum.
“Sepeda motor dalam aturan tersebut bukan alat transportasi umum. Selama ini, kita menikmati ojek online, padahal transportasi online juga belum diatur secara spesifik dalam UU LLAJ,” ungkap politikus Partai Berlambang Pohon Beringin itu.
Agar tidak terjadi salah kaprah, Saleh yang akrab disapa Momo berpendapat, UU LLAJ perlu direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan situasi.
“Perihal ini, sudah kami usulkan dan telah disetujui kawan-kawan di DPR RI, terkait UU mengenai transportasi online. Rancangan undang-undangnya sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” bebernya.
Tokoh politik Jateng yang juga Ketua DPD Partai Golkar Jateng ini menambahkan, persoalan transportasi online bukan semata-mata transportasi manusia saja. Tapi juga berkaitan dengan antar-kirim barang, berkaitan dengan perkembangan usaha kecil, dan sebagainya.
Selain itu, juga berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan. Sebab, hubungan antara driver online dengan operator saat ini adalah kemitraan, bukan hubungan karyawan dengan perusahaan.
Sehingga masalah ketenagakerjaan, lanjutnya, juga menjadi persoalan. Misalnya tidak ada jaminan sosial bagi driver dari operator transportasi online.
“Seperti BPJS Kesehatan, atau BPJS Ketenagakerjaan, mereka tidak dapat karena mereka mitra. Hal-hal seperti ini juga harus dikaji DPR RI, karena mereka yang bisa membikin regulasinya. Jadi selain revisi UU LLAJ, lalu menyetujui UU Transportasi Online,” tandasnya.
Lebih lanjut Saleh menegaskan, persoalan transportasi online apabila diurai satu persatu menjadi sangat kompleks dan rumit.
“Kami mendorong DPR RI untuk segera merevisi, ataupun membuat UU yang berkaitan dengan persoalan ini. Harus ada perumusan kebijakan. Jika perlu, ada pertemuan tripartit antara pemerintah, operator dan perwakilan driver online, merumuskan solusi yang dibutuhkan,” tegasnya.
Menurutnya, perubahan regulasi ataupun dibuatnya regulasi baru tersebut diharapkan akan berdampak positif pada kesejahteraan driver online yang lebih baik lagi.
Tanto/*