Atasi Krisis Air Pesisir, Pemprov Jateng dan Undip Kembangkan Desalinasi Terjangkau
SEMARANG, POSKITA.co – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, bekerja sama dengan Universitas Diponegoro (Undip), menggencarkan penerapan teknologi desalinasi untuk mengatasi krisis air bersih di wilayah pesisir utara dan selatan. Program ini bertujuan menyediakan air minum yang aman, murah, dan dapat diakses oleh masyarakat, khususnya di daerah yang rentan terhadap rob dan ketersediaan air tawar yang minim.
Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Undip, Nyoman Widiasa, Minggu (19/10/2025) keamanan air merupakan isu vital yang memengaruhi kesehatan, gizi, hingga pertumbuhan ekonomi. Saat ini, cakupan layanan air minum perpipaan di Indonesia baru mencapai 20,69%, sementara target SDG-6 pada 2030 menuntut akses universal terhadap air minum aman.
“Tantangan ini semakin nyata di pesisir Jawa Tengah, mulai dari Brebes hingga Rembang, di mana ketersediaan air bersih berkorelasi langsung dengan kemiskinan dan masalah lingkungan seperti rob dan penurunan muka tanah,” jelas Nyoman.
Sebagai solusi, teknologi desalinasi yang mengubah air payau atau air rob menjadi air layak minum mulai diterapkan secara masif. Salah satu proyek percontohan utama adalah fasilitas desalinasi di Kampus Undip Teluk Awur, Jepara. Proyek hasil kolaborasi dengan The Australian National University (ANU) dan didanai oleh KONEKSI ini menggunakan metode reverse osmosis bertenaga surya.
“Fasilitas di Jepara mampu menghasilkan 200.000 liter air minum aman setiap hari, cukup untuk 10.000 keluarga. Biaya produksinya hanya Rp 1.000 per galon, jauh lebih murah dibandingkan air minum kemasan (AMDK) seharga Rp 15.500-18.000,” papar Nyoman.
Komitmen Pemerintah dan Perluasan Program
Komitmen kuat dari Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, dan Wakil Gubernur, Taj Yasin, mempercepat adopsi teknologi ini. Pada 25 Maret 2025, sebuah unit desalinasi berkapasitas 4.000 liter per hari diresmikan di Rusunawa Slamaran, Pekalongan, yang langsung melayani 250 KK.
Hingga Oktober 2025, Pemprov Jateng bersama Undip telah mengembangkan teknologi serupa di Brebes, Kota Pekalongan, Demak, Pati, dan Rembang. Unit-unit yang dibangun dirancang lebih terjangkau dengan biaya sekitar Rp 150 juta dan kapasitas 200 galon per hari.
“Membangun unit desalinasi tidaklah sulit, tantangan besarnya adalah memastikan unit tersebut dapat terus beroperasi dengan baik,” tegas Nyoman.
Kunci Sukses: Kolaborasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Untuk menjamin keberlanjutan, program ini dijalankan dengan konsep kolaborasi pentahelix yang melibatkan lima pilar utama:
Universitas (Undip): Sebagai konseptor, peneliti, dan pendamping teknis selama minimal satu tahun untuk transfer pengetahuan.
Pemerintah: Memberikan dukungan kebijakan, perizinan, dan pendanaan. Komitmen dari pemerintah kabupaten/kota kini sangat diharapkan untuk mereplikasi model ini.
Masyarakat Lokal: Menjadi pengguna sekaligus pengelola melalui lembaga seperti BUMDes atau Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (KPSPAMS).
Badan Usaha (Swasta): Berperan dalam pendanaan dan penciptaan nilai tambah ekonomi.
Media: Mendukung penyebaran informasi dan membangun citra positif perubahan sosial.
Dengan model pengelolaan berbasis masyarakat, program desalinasi ini tidak hanya menyelesaikan masalah ketersediaan air bersih, tetapi juga diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi, membantu penanganan stunting melalui penyediaan air berkualitas, serta membangun kemandirian dan peluang wirausaha baru di tingkat desa.
Tanto/*