Ruwatan Massal Digelar ISI Surakarta, Juga via Zoom
Surakarta, Poskita – Pada hari Jumat siang, ISI Surakarta mengadakan acara ruwatan massal di pendhapa GPH Joyokusumo dalam rangka Hari Wayang Sedunia. Ruwatan massal ini dipimpin oleh Dalang Hali Jarwo Sularso dan dibantu dengan penasihat spiritual beliau adalah Dr. Suyanto yang sekaligus menjadi dosen program studi pedalangan di ISI Surakarta. Ruwatan sendiri memiliki arti kata ruwat dalam bahasa Jawa berarti lepas atau terlepas. Orang yang diruwat berarti orang yang dilepaskan atau dibebaskan dari kutukan dewa, malapetaka dan keadaan yang menyedihkan. Ngruwat berarti menetralisir kekuatan gaib yang dapat mendatangkan bencana bagi diri seseorang ataupun lingkungannya. Sedangkan ruwatan massal ruwatan yang dilakukan secara bersama di satu tempat namun dalam pemberian doa tetap dilakukan satu persatu, dan para peserta dipakaikan kain putih sebagai balutan untuk tubuh mereka yang memiliki arti kesucian.
Sebanyak 27 orang mengikuti acara ruwatan massal di pendhapa GPH Joyokusumo dari anak kecil hingga orang tua namun didominasi oleh peserta laki-laki.
“Tidak ada perlakuan khusus dalam meruwat antara perempuan dan laki- laki hanya saja dibedakan pada penanganan pada saat dibasuh dengan air laki- laki wajib melepas pakaian sedangkan perempuan boleh memakai kaos,”kata Suyanto.
Peserta diwajibkan melakukan biaya registrasi sebesar Rp300.000 yang dimana uang tersebut digunakan untuk biaya membuat sesajen. Namun ada juga yang mengikuti ruwatan dengan via zoom/ daring dengan cara dikirimkan doa setelah itu bisa langsung mandi sendiri.
Acara berlangsung dengan hikmat dan khusyuk pada saat dalang mulai memainkan wayang dan mendoakan para peserta.
“Jangan ada roh jahat manapun yang mengganggu orang-orang di sebelah kanannya dan jika sampai ada roh jahat yang mengganggu akan berurusan dengan dalang yang meruwat,” kurang lebih seperti itu yang disampaikan oleh dalang ruwat pada saat memainkan wayang.
Dijelaskan Suyanto, dalang yang digunakan untuk meruwat pun harus dalang khusus pangruwatan dan sebetulnya berpengaruh atau tidak nya ruwatan ini justru usaha mereka sendiri dalam membuang “sukerto” dalam bahasa jawa yang berarti hal yang membuat marah, kesal, dan sial. Dalang pun hanya memberikan gambaran melalui pertunjukan jadi mereka harus memperhatikan pertunjukan kalau untuk sesajen yang digunakan yaitu sesajen khusus pangruwatan tetapi yang ini lebih sederhana namun isinya lebih lengkap. Acara diakhiri dengan sesi foto bersama oleh para peserta, dalang pangruwatan dan penasehat spiritual. **
Penulis : Kenar Abhinaya Janitra, Mahasiswa ISI Surakarta
editor: cosmas