Pegiat Literasi Dukung Solo Jadi Kota Literasi Dunia

Spread the love

Solo, Poskita.co – Sejumlah pegiat literasi di Kota Solo mendorong terwujudnya perpustakaan yang lebih representatif di tengah Kota Solo. Hal ini mengemuka pada Sarasehan Komunitas Menulis dengan tema “Solo Menuju Kota Literasi Dunia” di Ruang Sidomukti, Hotel Solia Zigna, Kampoeng Batik Laweyan, Rabu (26/10/2022). Acara difasilitasi Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Solo.
“Mangkunegaran sangat mendukung. Semoga mimpi besar menjadi kota literasi dunia ini dapat dilaksanakan. Mengenai lokasi perpustakan kota, sangat menentukan. Mangkunegaran berpikir bahwa lokasi harus berada di pusat kota dan mudah dijangkau masyarakat. Baik Indonesia maupun luar negeri,” ujar KP Drs Tjuk Soesilo MPA, Pangageng Kabupaten Mandrapuro, Pura Mangkunegaran, yang hadir sebagai salah satu pemantik diskusi.

Hadir pula KGPH Adipati Dipo Kusumo, dari Keraton Kasunan Surakarta Hadiningrat dan akademisi muda UNS, Dr Akhmad Ramdhon sebagai narasumber. Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Koota Solo, Drs Mufti Raharjo MM memberikan pengantar sarasehan. Sarasehan juga dihadiri perwakilan sejumlah komunitas literasi di Kota Solo di antaranya Pawon Sastra, Difa Litera, Maysanie Foundation, Emak Blogger, Komposono, Komunitas Kendi dan Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo).

Tjuk menyatakan, Solo sejak dulu kental dengan tradisi literasi. “Punya Reksa Pustaka yang didirikan Mangkunagara IV tahun 1867. Banyak kemudian orang-orang asing mulai melihat kearsipan di Nusantara. Kantor arsip dijadikan perpustakaan hingga saat ini. Saat ini masih menjadi pusat riset termasuk oleh peneliti asing,” ujar dia.
KGPH Dipokusumo menambahkan, Solo memiliki keunggulan secara komparatif, kompetitif dan kooperatif. “Secara komparatif, banyak karya yang telah dibentuk, produksi atau dihasilkan. Solo sebagai kota kebangkitan tempat lahirnya cendekiawan modern pertama Indonesia dan pusat sejarah Jawa,” kata Dipo.

Keunggulan kompetitif, lanjut Dipo, bisa dilihat dari banyaknya perguruan tinggi sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan beserta fasilitas pendukung.

“Solo sebagai laboratorium hidup budaya dan kesenian. Sumber daya manusia unggul yang berasal dari berbagai perguruan tinggi Solo,” tutur Dipokusumo.

Sedangkan keunggulan kooperatif, berupa budaya menulis dan membaca. “Historiografi Solo sebagai Kota Literasi bisa dilihat dari keberadaan Museum Radya Pustaka, Reksa Pustaka juga Perpustakaan Sasana Pustaka,” sambung Dipo.

Akhmad ramdhon menyatakan, sejarah literasi tidak pernah lepas dari bagaimana media tumbuh.

“Bagaimana media mencoba mengangkat hebatnya budaya. Puncaknya kongres budaya Jawa, yang awalnya hanya mengeksplor bahasa Jawa. Namun kebudayaan Jawa terlalu luas hingga akhirnya muncul apa yang dinamakan javanologi,” ujarnya.

Ramdhon menyayangkan, literasi seringkali menjebak orang pada hal-hal administrasi. “Keberadaan buku, museum atau tulisan tetapi berjarak dengan pemikiran dan spiritual masyarakatnya. Tidak ramah dengan keseharian kita membangun pengetahuan. Padahal museum dan perpustakaan adalah penanda kota yang hidup dan adaptif perubahan peradaban,” tandasnya.

cosmas