Peserta Seleksi Perangkat Desa Padas Pertanyakan Penilaian
SRAGEN, POSKITA.co – Dampak dari pelaksanaan penjaringan calon Perangkat desa mulai terlihat. Salah satunya di Desa Padas, Kecamatan Tanon, peserta mulai mencurigai hasil yang diberikan untuk peserta dengan nilai tertinggi. Lantaran legalitas ijazah dan nilai kursus dipertanyakan.
Beredar isu tidak sedap terkait pelaksanaan penjaringan perangkat desa di Desa Padas. Di desa Padas sendiri ada 3 formasi yang diperebutkan. Formasi yang diperebutkan yakni Sekdes, Kebayanan 2 dan Kaur Kesra. Total peserta yang mendaftar mencapai 22 orang yang mendaftar.
Salah satu peserta Muhammad Ahyano Mursyid mengeluhkan keabsahan sertifikat kursus salah satu peserta yang dinyatakan terpilih. Terlebih mekanisme pengecekan sertifikat itu tidak dipublikasi dan sosialisasikan pada semua peserta.
”Dari awal sertifikat apa saja yang diakui, terus nilai prestasi dan dedikasi apa saja, itu tidak ada sosialisasi atau memberitahukan ke peserta,” keluhnya Jumat (19/11).
Dia mengatakan ada sertifikat peserta yang dipertanyakan. Sehingga menimbulkan kecurigaan dan indikasi kecurangan. ”Peserta mempertanyakan bagaimana panitia menilai keabsahan berkas yang ada, misalnya sertifikat komputer. Apa pernah di cek di tempat kursus atau tidak? Atau hanya dilihat dari legalisir yang dikumpulkan. Jadi tidak ada transparansi,” terangnya.
Sementara itu Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Sragen Dwi Agus Prasetyo Dia menjelaskan untuk bobot nilai penjaringan perangkat desa, ujian tertulis nilainya 50 persen, Sedangkan Komputer dasar 20 persen, Prestasi meliputi pendidikan dan kursus 10 persen, dan dedikasi 20 persen.
Dia menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kecamatan Tanon perihal keluhan yang ada di Desa Padas. Selain itu jika ada warga yang menemukan bukti kecurangan dipersilahkan melapor ke penegak hukum.
”Seperti yang saya sampaikan, kalau sebelum ujian seolah semua baik-baik saja. Tapi setelah pengumuman yang akan timbul hal yang diindikasikan tidak masuk akal. Misalnya sarjana kalah nilai dengan SMA dan sebagainya,” tuturnya. (Cartens)